“Hiduplah Seperti Pohon Kayu Yang Lebat Buahnya, Hidup Di Tepi Jalan Dan Dilempari Orang Dengan Batu, Tetapi Dibalas Dengan Buah” (Abu Bakar Sibli)

Rabu, 06 November 2013

Jurusan Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Masyarakat Awam


    Sebelumnya, saya ingin menjelaskan kenapa saya ingin membicarakan maasalah ini. Itu tiada lain karena saya mengalami sendiri dan merasakan sendiri betapa masyarakat awam terlalu berlebihan dalam memahami jurusan pendidikan agama islam. Saya ingin menegaskan bahwa yang akan saya bicarakan bukan mengenai pengertian dari pendidikan agama islam itu sendiri tapi lebih kepada bagaimana pandangan masyarakat khususnya masyarakat awam terhadap jurusan pendidikan agama islam yang dimana jurusan ini hanya ada pada perguruan tinggi agama islam baik itu negeri maupun swasta. Saya mengkaitkan jurusan ini dengan masyarakat awam karena kebanyakan masyarakat awam seperti yang saya bilang tadi terlalu berlebihan dalam memberikan vonis pada orang yang mengambil jurusan tersebut.

    Jurusan pendidikan agama islam merupakan jurusan yang jarang sekali peminatnya, saya mengatakan seperti ini karena realitanya membuktikan sendiri khususnya di Lombok. Seperti yang kita tahu bahwa di Indonesia bagian Timur hanya ada satau perguruan tinggi agama islam negeri yaitu Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram tempat saya menuntut ilmu sekarang ini. Meskipun banyak sekali kita temukan yang mengambil jurusan pendidikan agama islam ini, itu tiada lain karena terpaksa memilih jurusan tersebut karena tidak lulus di jurusan umum seperti jurusan pendidikan bahasa, matematika, dan bahasa inggris pada perguruan tinggi umum yang tiap tahun bisa dibilang kebanjiran peminat untuk mendaftarkan diri. Jurusan pendidikan agama islam biasanya di jadikan pilihan kedua. Kebanyakan dari teman-teman yang mengambil jurusan agama islam mengatakan bahwa sebenarnya jurusan ini merupakan jurusan yang terpaksa mereka ambil karena tidak ada pilihan lain. Ketimbang tidak kuliah akhirnya mereka memilih jurusan ini meskipun dalam keadaan terpaksa.

    Kembali ke pembahasan awal mengenai jurusan pendidikan agama islam dalam perspektif masyarakat awam. Seperti yang kita ketahui bahwa masyarakat awam adalah suatu masyarakat yang hanya mempunyai satau keyakinan dalam suatu hal contohnya mengenai shalat. Masyarakat di desa-desa biasanya hanya mengetahui satu cara shalat artinya dalam masalah gerakan, apabila ada orang asing yang lain cara shalatnya seperti yang sering masyarakat tersebut lakukan maka otomatis orang tersebut akan menjadi bahan pembicaraan dan bahkan bisa dianggap sesat oleh masyarakat desa tersebut.

    Adapun pengertian mengenai masyarakat awam yang lain adalah suatu komunitas masyarakat yang umum, masyarakat kebanyakan yang ada, atau orang biasa. Yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama dengan mewujudkan memberlakukan nilai-nilai yang seadanya dan cenderung alami artinya pemahaman mengenai ajaran agama masih mengikuti peninggalan orang tua dulu yang dimana sulit sekali apabila mau dirubah apalagi menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti sekarang ini. Masyarakat awam dengan kata lain berarti kenal, kurang tahu, dan hanya sedikit tahu, tanpa bimbingan, dorongan dan pendidikan tentang ketauhidan manusia yang belum tentu sadar akan arti keagamaan atau kalau mau di bahasakan secara sederhana maka masyarakat awam itu adalah masyarakat yang memahami sesuatu ala kedarnya, tidak secara mendalam.

    Mengenai jurusan pendidikan agama islam yang saya bilang tadi terlalu berlebihan dipahami oleh masyarakat adalah karena kurang pahamnya masyarakat mengenai pendidikan agama islam, yang mereka tahu adalah pendidikan agama islam itu adalah suatu jurusan yang sangat suci dan hanya  dipegang oleh orang-orang yang suci. Pemahamn mereka itu tidak salah, wajar mereka mempunyai pemahaman seperti itu karena pedoman yang dipakai oleh orang yang mengajarkan agama islam itu adalah suci yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist. Kalau bahsa yang digunakan oleh dosen profesi keguruan saya adalah guru agama itu adalah orang yang menerima wahyu artinya materi yang disamaikan oleh guru agama itu adalah sama dengan apa yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. Yaitu Al-Qur’an. Pemahaman ini bisa dibenarkan, tetapi kebanyakan dalam realitanya banyak yang mengambil jurusan ini karena terpaksa artinya karena tidak ada jurusan lain tempat dia lulus yang pada akhirnya dia belajar agama islam dalam keterpkaksaan yang akibatnya setengah-tengah dalam mempelajarinya. Setelah dia lulus dia tidak mempunyai pemahaman yang mendalam tentang jurusannya artinya pemahamannya sama saja sepeti orang yang tidak mengambil jurusan pendidikan agama islam bahkan lebih pintar. Inilah yang membuat jurusan ini semakin tidak banyak diminati khususnya oleh sebagian pemuda. Mereka lebih  memilih jurusan umum yang bisa di bilang tiap tahun semakin banyak lulusannya.

    Jurusan pendidikan agama islam di mata masyarakat awam merupakan jurusan yang diangggap suci dan orangnya langsung disebut suci sehingga tidak heran kalau orang yang mengambil jurusan ini langsung disebut ustadz meskipun sebenarnya dia tidak cocok dengan gelar yang diberikan tersebut kalau dilihat dari perilakunya sehari-hari. Kebanyakan masyarakat menyebut seseorang itu ustadz ataupun tidaknya karena melihat jurusan yang diambil bukan dilihat dari perilakunya sehari-hari. Di mata masyarakat, orang yang mengambil jurusan ini sangat dihormati. Itulah sebabnya orang yang mengambil jurusan ini dianggap menguasai semua pembahasan yang diajarkan dalam pendiddikan agama islam seperti fiqih, Qur’an hadis, SKI, Aqidah Akhlak dan sebgainya yang berhubungan dengan agama islam. Padahal kalau kita lihat di perguruan tinggi, jurusan pendidikan agama islam mempunyai konsentrasi artinya meskipun jurusannya pendidikan agama islam tapi ada pengkhususan  lagi yang artinya tidak semua pembahasan  mengenai pendidikan agama islam dipelajari contohnya seperti Jurusan pendidikan agama islam konsentrasi fiqih, artinya hanya fiqih yang diperdalam dan lulusannya hanya mempunyai ilmu yang mendalam tentang masalah fiqih dan tidak terlalu mendalam untuk ilmu yang lain. Tetapi masyarakat awam menganggapnya sama, sehingga apabila ada masalah terkait dengan masalah agama seperti misalnya hadis dan sejenisnya maka mereka akan bertanya pada guru pendidikan agama islam meskipun guru tersebut bukan bidangnya dalam masalah hadis. Inilah yang membuat tugas menjadi guru agama islam ini begitu berat karena beban guru agama islam tidak hanya harus menguasai satu pelajaran saja tapi harus menguasai semua pelajaran terkait dengan masalah agama islam. Berbeda dengan jurusan umum seperti bahasa Indonesia yang hanya dituntut untuk menguasai pembahasan mengenai bahasa Indonesia saja.

    Guru agama dimata masyarakat awam juga dianggap suci dan dihormati sehingga  tidak boleh melakukan kesalahan artinya berbuat sesuatu yang dapat mencoreng jurusannya karena guru agama selalu diawasi oleh masyarakat. Contohnya seperti apabila seorang guru agama berboncengan dengan muridnya, tentu itu akan menjadi bahan pembicaraan oleh masyarakat tidak seperti apabila guru penjaskes yang memboncengnya. Dan juga mengenai akhlak murid-murid di sekolah, itu tergantung guru agamanya, seolah olah guru yang lain tidak mempunyai peran dalam membentuk akhlak siswa. Apabila ada anak yang mencuri tentu yang disalahkan adalah guru agamanya, jarang ada yang menyalahkan guru yang lainnya seperti guru biologinya misalkan.

    Untuk menjadi guru agama memang sangat berat, tapi kebanyakan orang tidak menganggapnya berat karena seperti yang saya bilang bahwa banyak yang memilih jurusan ini karena terpaksa bukan karena keinginannnya dari awal. Oleh sebab itu, dia hanya menganggap biasa-biasa saja dalam mempelajari dan mengajarkan agama. Menjadi guru agama itu ibarat kertas putih yang apabila terkenan noda hitam langsung bisa kelihatan. Menjadi guru agama itu seolah-olah seperti nabi karena dialah yang menjadi tauladan yang akan diikuti oleh masyarakat pada umumnya dan siswa-siswanya disekolah khususnya.

    Masyarakat awam menganggap bahwa guru agama harus serba bisa apabila disuruh menjadi pemimpin dalam hal kegiatan keagamaan padahal belum tentu semua orang bisa dan apabila tidak bisa tentu akan semakin memperburuk jurusan pendidikan agama islam itu sendiri. Guru agama bisa dibilang adalah orang yang mendakwahkan islam, jadinya harus menguasai pedoman ajaran islam yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis, apabila guru agama islam tidak paham atau tidak bisa mengggunakan pedoman tersebut maka bisa dipastikan ajaran islam akan salah dipahami oleh masyarakat khususnya oleh masyarakat awam.

Jumat, 25 Oktober 2013

Motivasi Belajar Hadist



Motivasi Belajar Hadits Nabi
 


 



            Hadits nabi adalah wahyu Allah azza wa jalla. Ia merupakan penjelas kalamullah al-Qur’an. Kedua-duanya merupakan pedoman utama bagi seorang muslim dalam hukum dengan segala seginya. Memahami dan mempelajari hadits Nabi adalah bekal utama seseorang dalam ittiba ar-Rasul sebagai syarat diterimanya ibadah.
Imam an-Nawawi rohimahullah mengatakan:
            Maka sesungguhnya menyibukkan dengan ilmu merupakan taqorub dan ketaatan yang lebih utama, kebaikan yang sangat penting, ibadah yang sangat di tekankan, dan yang lebih utama untuk menafkahkan waktu berharga untuknya… Dan diantara ilmu yang sangat penting adalah mengetahui hadits-hadits Nabi.[1]

            Muhamad Syuhud seorang pentahqiq kitab hadits Badrudtamam karya al-Magribi mengatakan dalam muqodimah kitabnya:
            Allah telah menurunkan kitab-Nya yang mulia pada Nabi yang ummi shalallahu alaihi wasalam untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya dengan ijin tuhan-Nya. Dan agar dijadikan syari’ah dan manhaj.  Dan Dia menurunkan as-Sunnah yang mulia untuk menjelaskan hal-hal yang butuh penjelasan, menerangkan akan hal-hal yang butuh keterangan, merinci apa-apa yang butuh dirinci, maka hal ini menjadikan al-Kitab dan as-Sunnah dua keharusan yang satu diantaranya tidak bisa dipisahkan dari yang lain.[2]
            Kedudukan mulia hadits Nabi sebagaimana kedudukan as-Sunnah dalam Islam. Mempelajarinya berarti mengantarkan penuntutnya meraih kemuliaan. Hadits Nabi adalah ilmu yang hakiki dan kebenaran yang pasti.
Imam Syafii rohimahulloh menuturkan:
كُلُّ الْعُلُومِ سِوَى الْقُرْآنِ مَشْغَلَةٌ                          إِلَّا الْحَدِيثَ وَإِلَّا الْفِقْهَ فِي الدِّينِ
الْعِلْمُ مَا كَانَ فِيهِ قَالَ حَدَّثَنَا                             وَمَا سِوَى ذَاكَ وَسْوَاسُ الشَّيَاطِينِ
Seluruh ilmu selain al-Qur’an menyibukan ** Kecuali hadits dan fiqih dalam agama
Ilmu adalah yang diriwayatkan kepada kami ** Selain itu adalah was-was syaiton
            Mempelajari hadits Nabi secara umum adalah hal yang sangat mulia sekali dalam Islam. Hal ini, karena kedudukan hadits itu sendiri sebagai pedoman keselamatan manusia. Berikut ini beberapa keutamaan mempelajari hadits Nabi:

1)      Mempelajari hadits berarti mempelajari kepribadian tauladan manusia.

            Rasulullah shalallahu alaihi wasalam tauladan utama dalam memahami dan mengamalkan Islam. Ucapan, prilaku, keputusan yang bersumber dari Rosululloh sholallohu alaihi wasalam merupakan petunjuk yang benar dalam meniti Islam, inilah yang disebut dengan hadits. Maka mepelajari hadits akan menyebabkan meraih ridha Allah dan kebahagiaan akherat. Allah azza wajalla berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rosululloh itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Alloh dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Alloh.” (QS. Al-Ahzab: 21)
            Muhammad bin Ali as-Syaukani rohimahulloh mengatakan tentang ayat di atas, “Banyak sekelompok dari kalangan sahabat yang berdalil dengan menggunakan ayat ini untuk berbagai banyak masalah yang meliputi di dalam kitab-kitab as-Sunnah,”[3]
Abdurahman bin Nasir as-Sa’di rahimahullah mengatakan:
            Ahli ushul banyak yang berdalil dengan ayat ini akan hujjah-nya prilaku Rasulullah shalallahu alaihi wasalam.  Maka hukum asalnya adalah bahwa (Rasulullah) adalah tauladan ummatnya dalam masalah hukum kecuali jika ada dalil yang menunjukan kekhususan beliau. Tauladan itu ada dua jenis, yaitu tauladan yang baik dan tauladan yang buruk, maka tauladan yang baik ada pada diri Rasulullah shalallahu alaihi wasalam, Maka seseorang yang mengikutinya adalah orang yang menempuh jalan meraih karomah Alloha yaitu shirotolmustaqim sedangan meneladani selainnya jika menyelisihinya maka itu merupakan tauladan yang buruk.[4]
            Berkaitan dengan ayat di atas Alloh berfirman memuji keagungan akhlak Rosul-Nya dan ini menunjukan keagungan akhlak tauladan umat manusia:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS. al-Qolam [68]: 4)

2)      Mempelajari hadits Nabi sebagai wasilah meraih kebahagiaan dunia akherat.

            Kebahagiaan yang akan diraih dari seorang yang mempelajari hadits jika ia mengamalkannya dengan senantiasa berpegang teguh terhadapnya, tidak akan tersesat di dunia dan tidak akan tersiksa di akherat karena hadits adalah petunjuk Nabi. shalallahu alaihi wasalam, Allah ta’ala berfirman:
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى
“Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku dia tidak akan sesat  dan tidak akan celaka.” (QS. Thoha: 123).
            Rosululloh sholallohu alaihi wasalam bersabda:
(( إنِّي قد تركت فيكم شيئين لن تضلُّوا بعدهما: كتاب الله وسنَّتي ))
“Sesungguhnya aku telah tinggalkan untuk kalian dua perkara yang kalian dengannya tidak akan tersesat: Kitabulloh dan sunnahku.” (HR. al-Hakim)
Imam Ibnu Qoyim al-Jauziyah rohimahulloh mengatakan:
            Dan tatkala kebahagiaan seorang hamba di dunia dan akherat terkait dengan petunjuk Nabi shalallahu alaihi wasalam maka wajib bagi seorang yang menasehati dirinya sendiri, yang lebih mencintai keselamatan dan kebahagiaan untuk mengetahui petunjuk dan perjalanan hidupnya serta kondisinya yang mengeluarkan dirinya dari kejahiliyahan.”[5]

3)      Mempelajari hadits adalah Bekal pembinaan umat di bawah naungan wahyu ilahi

            Al-Qur’an dan as-Sunnah induk dari semua ilmu. Dan ilmu yang benar adalah ilmu yang selaras dengan keduanya dan tidak bertentangan dengan dua wahyu Alloh tersebut. Seseorang yang ingin mendalami Islam atau bagi seorang yang mengusung dakwah mulia ini harus mempelajari hadits Nabi karena syarat dakwah harus sesuai dengan Qur’an dan Sunnah. Terlebih mengusung dakwah untuk kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.
            Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّ ينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَ رُونَ
“Dan sungguh tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali agar mereka dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah:122)
            Para shohabat Rosul yang tidak berangkat jihad atas ijin beliau dalam sariyah (utusan perang yang Nabi tidak ikut serta di dalamnya), mereka belajar kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam. Mempelajari apa-apa yang diwahyukan Alloh kepada Nabi mereka, baik berupa wahyu al-Qur’an maupun hadits.
            Berkaitan dengan ayat di atas Ibnu Katsir rohimahulloh berkata:
            Jika pasukan perang sariyah  telah pulang sedangkan telah turun setelah mereka Qur’an yang telah dipelajari oleh orang yang tidak ikut serta perang (dengan ijin Nabi) dari Nabi shalallahu alaihi wasalam mereka berkata, “Sesungguhnya Allah telah menurunkan al-Qur’an kepada Nabi kalian dan kami telah mempelajarinya.” Maka pasukan sariyah-pun mempalajari apa yang telah turun kepada Nabi mereka.[6]
            Maka ayat ini harus dijadikan motivasi bagi orang yang sedang membina ummat agar ia lebih semangat belajar kitab wahyu ilahi untuk bekal dirinya dan juga umatnya. Dan sungguh tidak pantas orang yang mendakwahkan Qur’an Sunnah tapi ia tidak mengeti akan keduanya.

4)      Mempelajari hadits Nabi sebagai benteng membela Rosul dari para pencela dan pendusta.

            Sejak munculnya firqoh-firqoh sesat. Maka para ulama hadits senantiasa waspada dalam menerima hadits. Mereka meletakan kaidah-kaidah untuk menjaga hadits Rosulullah shalallahu alaihi wasalam. Maka mempelajari ilmu hadits secara khusus di antara bentuk langkah penjagaan terhadap kehormatan Rasulullah shalallahu alaihi wasalam.
            Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata:
لَمْ يَكُونُوا يَسْأَ لُونَ عَنْ الْإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتْ الْفِتْنَةُ قَالُوا سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلَا يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ
“Sebelum terjadi fitnah (bid’ah), masalah isnad (atau sanad) tidak pernah dipertanyakan. Setelah terjadi fitnah, mulailah dipertanyakan. Jika sanad (hadits) dari Ahlus Sunnah, maka diambillah riwayatnya. Namun jika sanadnya dari ahlul bid’ah, maka ditolak riwayatnya.” (HR. Muslim No.27 dalam muqodimah kitab)

5)      Mempelajari hadits berarti mempelajari pemahaman dan pengamalan Islam yang benar.

            Pemahamaan Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dan para shohabatnya tentang Islam adalah pondasi mendasar dalam Dienul Islam. bahkan merupakan prinsip dasar meniti shirorol mustaqim. Dan untuk mengetahui pemahaman ini pasti dengan mempelajari hadits-hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dan atsaar shohabat. Karena hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan mereka telah tercatat dalam hadits dan atsar.

Penulis: Abu Mujahidah al-Ghifari, Lc


[1] Yahya bin Syarof, Shohih Muslim Bisyarhi al-Imam an-Nawawi, Tahqiq Muhamad Bayumi, Mesir: Daaru al-Ghod al-Jadid, Jilid 1, Hlm.26)
[2] Husain bin Muhamad al-Magribi, al-Badrudtamam Syarhu Bulughilmaram Min Adilatil Ahkam, Darul wafa: Cetakan kedua, 1426H / 2005M, Jilid 1, Hlm.7. Kitab ini adalah kitab asal muasal Subulusalam karya Imam as-Shon’ani, akan tetapi memang kitab Subulusalam lebih terkenal dari kitab aslinya. Subulusalam kitab ringkasan Badrudtamam, tapi imam as-Shon’ani juga menambahkan faidah-faidah yang sangat berharga dalam kitabnya.
[3] Muhamad bin Alias-Syaukani, Fath al-Qodir, Riyadh: Maktabah ar-Rusd, Cetakan kelima, 1428 H/ 2007 M, Jilid.3, Hlm.422.
[4] Abdurahman bin Nasir as-Sa’di, Taisir al-Karim ar-Rohman, Kairo: Daar al-Hadits, 1424 H/ 2003 M, Hlm.72
[5] Ibnu Qoyim al-Jauziyah, Zaadul Ma’ad Fi Hadyi Khoiril Ibad, tahqiq Syuaib al-Arna’ut dan Abdulqodir al-Arna’ut, Beirut: Mu’asasah ar-Risalah, Cetakan pertama, 1429H/ 2008M, Hlm.22
[6] Ahmad Syaakir, , Umdah at-Tafsir an al-Hafidz ibn katsir, Daar al-wafa: Beirut, Libanon, cetakan kedua, 1426 H / 2005 M, Jilid 2, Hlm.208

Copyright @ 2013 (Anwar Sadat )_Abadikan Nama dengan Menulis.