KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan
semesta alam yang telah memberikan nikmat-Nya terutama nikmat kesehatan
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah tentang “Pengaruh Pendidikan”.
Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad
Saw. Para sahabat, keluarga serta umat islam yang senantiasa mengikuti beliau
sampai hari kiamat.
Dalam makalah ini akan dibahas
tentang hadis yang berhubungan dengan pengaruh pendidikan dalam pengembangan
fitrah manusia dintaranya pengaruh teman, pengaruh kekasih, pengaruh orang tua
dan pengaruh pendidik.
Semoga
dengan hadirnya makalah ini bisa memberikan sedikit sumbangsih ilmu pengetahuan
kepada pembaca terkait dengan tema yang akan di bicarakan.
Karena makalah ini disusun dengan
sangat sederhana sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya kesalahan atau
kekurangan baik itu dalam penulisan maupun dalam penyusunan materi. Untuk itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa penyusun harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya,
semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya. Amien…..
Mataram, Mei 2013
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
Setiap anak
memiliki potensi yang dibawa oleh fitrahnya. Namun potensi anak didik tidak
akan berkembang dengan sendirinya tanpa ada usaha atau pengaruh dari lingkungan
pendidikan sekitar. Bahkan pendapat ahli didik yang ekstrim yang disebut dengan
aliran empirisme mengatakan bahwa anak didik bagaikan kertas putih bersih yang
masih polos yang sangat bergantung pada pengaruh penulisnya. Begitu kekuatan
pengaruh terhadap potensi anak didik yang sangat menentukan bentuk dan warna anak
didik. Islam sebagaimana yang disebutkan beberapa hadis mengakui adanya pengaruh
pendidikan dari luar diri anak disamping anak telah membawa potensi yang
disebut dengan fitrah islamiyah. Fitrah itu dibawa oleh anak didik sejak lahir
dan fitrah itu sudah tertulis bukan berarti kosong. Tulisannya adalah al-Islam.
Pengaruh pendidikan disekitarnya tinggal mengembangkan keislaman fitrah
tersebut. Setidaknya ada empat hal yang dapat mempengaruhi anak didik dalam
mengembangkan fitrahnya yaitu Pengaruh teman, pengaruh kekasih, pengaruh orang
tua dan pengaruh pendidik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengaruh Teman
وَ
عَنْ أَ بِيْ مُوْ سَى ا لأَ شْعَرِى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صلى
الله عليه وسلم قَالَ :" إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيْسِ الصَّا لِحِ وَجَلِيْسِ
السُّوْءِ كَحَا مِلِ الْمِسْكِ وَنَا فِخِ الْكِيْرِ, فَحَا مِلُ الْمِسْكِ إِمَّا
أَنْ يُحْذِ يَكَ, وَإِمَّا أَنْ تَبْتَا عَ مِنْهُ, وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ
رِيْحًا طَيِّبَةً. وَ نَا فِخُ الْكِيْرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ
ثِيَا بَكَ, وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًا مُنْتِنَةً. (متفق
عليه)
1.
Kosakata (Mufradat)
a.
الْجَلِيْسِ
|
Asalnya diartikan orang yang duduk kemudian diartikan
teman duduk, teman akrab.
|
b.
السُّوْءِ
|
Boleh
dibaca sau’ atau su’ berarti; yang membencikan yakni teman yang
berwatak buruk atau nakal yang membencikan orang lain.
|
c.
كَحَا مِلِ
الْمِسْكِ
|
Seperti
pembawa minyak misik atau minyak kasturi. Minyak kasturi itu berasal dari
darah kijang yang tersimpan dalam kantong yang berada dekat dengan lehernya.
|
d.
وَنَفِخِ الْكِيْرِ
|
Peniup
api untuk keperluan patria tau las. Asal arti al-kir adalah sebuah
alat pompa angin yang dibuat dari kulit binatang, biasanya dipakai oleh
tukang besi seperti patri.
|
e.
أَنْ يُحْذِ يَكَ
|
Ia
memberi minyak kepadamu
|
f.
أَنْ تَبْتَا عَ
|
Engkau
membeli
|
g.
أَنْ يُحْرِقَ ثِيَا
بَكَ
|
Api
itu membakar pakaianmu
|
h.
رِيْحًا مُنْتِنَةً
|
Bau
tidak enak, busuk
|
2.
Terjemahan
Dari Abu Musa Al-Asy’ari r.a.
bahwasanya Nabi SAW bersabda : “Sesungguhnya perumpamaan bergaul dengan teman
shalih dan teman nakal adalah seperti berteman dengan pembawa minyak kesturi
dan peniup api. Pembawa minyak kesturi itu adakalanya memberi minyak kepadamu
atau adakalanya kamu membeli daripadanya dan adakalanya kamu mendapatkan bau
harum darinya. Dan peniup api itu adakalanya ia membakar kain bajumu dan
adakalanya kamu mendapatkan bau busuk daripadanya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih).
3.
Penjelasan Hadis
Hadis ini membimbing kepada umat
manusia bagaimana membentuk keperibadian yang baik yang merupakan cita-cita dan
tujuan pendidikan dalam islam. Salah satunya adalah faktor pengaruh dari teman
pergaulan dimana seseorang itu hidup. Dalam pendidikan, teman mempunyai
pengaruh yang menentukan dalam pembentukan watak, karakter atau kepribadian
seseorang di samping faktor lain, karena melalui teman inilah manusia sangat
mudah dibentuk dan diwarnai pola hidup, pola pikir dan perilaku. Rasulullah
Saw. Memberikan perumpamaan teman yang baik dan teman yang nakal atau teman
yang buruk wataknya, sebagai berikut :
إِنَّمَا مَثَلُ
الْجَلِيْسِ الصَّا لِحِ وَجَلِيْسِ السُّوْءِ كَحَا مِلِ الْمِسْكِ وَنَا فِخِ
الْكِيْرِ
“Sesungguhnya
perumpamaan bergaul dengan teman shalih dan teman nakal adalah seperti berteman
dengan pembawa minyak kesturi dan peniup api.”
Maksud teman disini adalah teman
akrab sehari-hari sehingga terjadi interaktif antara dua belah pihak. Dalam
hadis diatas diungkapkan dengan kata al-Jalis
artinya teman duduk dimaksudkan lebih umum bukan teman dalam duduk
saja tetapi dalam segala hal, baik teman duduk, maupun berdiri, teman se-iya
atau sekata atau teman akrab. Berbeda dengan teman sekedar atau sesaat dalam
suatu tempat atau teman yang menjadi sasaran tujuan misalnya bergaul dengan
anak nakal ada tujuan agar bisa merubah sikapnya menjadi baik.
Sebagian ulama mengartikan kata”al-Jalis”
dengan teman mujalasah duduk berbincang-bincang. Hadis diatas
menganjurkan untuk duduk bersama berbincang-bincang yang baik seperti majlis
zikir, majlis ilmu, dan pekerjaan-pekerjaan yang baik. Sebaliknya jauhilah
duduk bersama teman yang berbincang-bincang tentang hal-hal yang tidak baik
atau yang tidak ada manfaatnya seperti bergunjing, berdusta, omong porno dan
sebagainya. Dalam menggambarkan bagaimana pengaruh teman, Rasul Saw. Membuat
perumpamaan yang mudah dicerna dan dipahami oleh akal manusia biasa.
Ada beberapa
titik temu atau persamaan antara beberapa sifat yang dijadikan perumpamaan
Rasul dalam hadis :
a.
Persamaan teman baik
dengan pembawa minyak kasturi
Persamaan
kedua hal tersebut dijelaskan Nabi pada teks Hadis berikutnya secara terperinci
yakni ada tiga hal :
1)
Memberi minyak wangi
فَحَا
مِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِ يَكَ
“Pembawa minyak
kesturi itu adakalanya memberi minyak kepadamu”.
Ada tiga kemungkinan jika kita
berteman dengan pembawa minyak misik atau minyak kesturi. Pertama, pembawa
minyak itu adakalanya memberi minyak kepada kita secara gratis sekalipun banyak
diolesi satu kali olesan atau satu kali semprotan dengan parfum. Maknanya,
dengan berteman sama orang shaleh kita akan mendapat pemberian rahmat atau
manfaat dari Allah SWT. Dan mendapat contoh serta keteladanan yang baik dari
orang saleh itu.
2)
Membeli minyak wangi
وَإِمَّا
أَنْ تَبْتَا عَ مِنْهُ
“Atau adakalanya
kamu membeli daripadanya”
Alternatif kedua, jika kita tertarik
dengan minyak wangi teman yang harum itu sementara kita punya uang, pasti kita
mau membeli minyak itu. Maknanya, teman saleh itu mengajarkan kebaikan kepada
kita dan kita pun belajar daripadanya, teman saleh itu selalu memberi nasehat,
arahan, bimbingan, dan pembinaan kepada kita. Teman saleh itu selalu mengajak
kebaikan dan mencegah kejahatan, apabila melihat sesuatu yang tidak benar pada
temannya diluruskan dan apa bila melihat temannya sedang menghadapi kesulitan
dibantu dan sebagainya.
3)
Ikut mencium
keharuman minyak
وَإِمَّا
أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًا طَيِّبَةً
“Dan adakalanya
kamu mendapatkan bau harum darinya”
Alternatif
ketiga, kita mendapat bau harum dari teman pembawa minyak. Maknanya, seseorang
yang berteman dengan orang saleh, citranya terangkat menjadi harum atau terbawa
harum sebab persahabatan yang baik itu. Seseorang yang bersahabat dengan orang
yang saleh dinilai baik atau saleh oleh masyarakat sekitarnya dan dihormati
sebagaimana layaknya orang saleh.
b.
Persamaan teman
nakal dengan peniup api
Ada dua
persamaan sifat antara teman buruk dengan peniup api, yaitu :
1)
Membakar pakaian
وَ
نَا فِخُ الْكِيْرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَا بَكَ
“Dan peniup api itu
adakalanya ia membakar kain bajumu”
Teman nakal itu akan membakar kamu
sebagaimana tukang las yang memercikan api ke lingkungan sekitarnya, baju dan
celananya berlubang-lubang karena percikannya. Orang yang bersahabat dengan
teman nakal akan terbakar kepribadiannya dan rusak akhlaknya. Banyak orang yang
semula baik kepribadiannya, tetapi kemudian rusak karena pergaulan dengan teman
yang tidak baik. Berapa banyak anak yang semula datang dari desa berkepribadian
polos dan jujur mungkin karena pendidikan dalam keluarganya baik dan belajar
disekolah yang baik pula. Tetapi setelah keluar ke kota pergaulan anak tersebut
menjadi bebas, anak-anak nakal ditemani tanpa selektif, peminum, pemabuk, dan
lain-lain yang berakibat hancurnya akhalak anak tersebut.
2)
Mencium bau busuk
وَإِمَّا
أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًا مُنْتِنَةً
“Dan adakalanya
kamu mendapatkan bau busuk daripadanya”.
Akibat kedua, adakalanya citra
seseorang yang berteman dengan teman yang nakal menjadi busuk dan hancur.
Seperti halnya ketika seorang penjahat ditangkap polisi, teman-teman dekatnya
pun diciduk polisi karena dianggap mempunyai andil yang sama. Demikian juga
status sosialnya, orang itu dinilai rendah tidak berharga di tengah-tengah
masyarakat sekalipun sebenarnya dia orang baik.
Pengaruh teman memang sangat besar
dalam membentuk kepribadian seorang anak didik baik dan buruknya, lingkungan
masyarakat di sekitarnya sangat berpotensi dalam mempengaruhi pembentukan
kepribadian anak. Al-Zurnujiy memberi bimbingan kepada para pelajar agar
memilih teman yang tekun belajar, memelihara hukum (wara’), berkarakter yang
baik dan cerdas. Pelajar hendaknya menjauhi teman pemalas, penganggur, banyak
bicara sedikit kerja, perusak dan pemfitnah. Pengaruh tersebut bukan saja dalam
membentuk kepribadian akan tetapi juga berpengaruh dalam penilaian masyarakat
untuk menentukan status seseorang. Status seseorang bisa dinilai baik atau
buruk karena teman dekatnya, sekalipun status sesungguhnya berlawanan dengan
penilaian mereka. Penilaian seseorang yang didasarkan pada teman dekatnya tidak
salah karena pada umumnya kepribadian teman mempunyai pengaruh menjalar dan
menular kepada sesame teman dekatnya. Hal ini juga dikatakan ‘Adiy bin Zayd
al-‘Ibadiy dalam kitabnya Diwan al-Ma’aniy (1/124) dan juga disebutkan
oleh al-Zurnujiy dlam kitabnya Ta’lim al-Muta’allim :
عَنِ الْمَرْءِ لاَ
تَسْأَ لْ وَ أَبْصِرْ قَرِ يْنَهُ # فَإِ نَّ الْقَرِ يْنَ بِا لْمُقَا رَنِ
مُقْتَدِي
Tentang
(kepribadian) seseorang janganlah engkau tanyakan dan lihatlah siapa temannya.
Sesungguhnya
teman dengan persahabatannya itu pasti mengikuti
Teman memang mempunyai pengaruh yang
besar yang dapat membantu kesuksesan para pengajar dalam mencapai suatu tujuan
dalam pendidikan. Teman yang baik selalu dibutuhkan siapapun yang menghendaki
kebaikan dalam kehidupannya baik dlam urusan duniawi maupun ukhrawi. Abdullah
Nashih Ulawan memberikan kriteria teman saleh yang baik tidak cukup sekedar
terdidik, cerdas, dan pandai. Akan tetapi teman yang baik adalah yang dapat
mengkompromikan dengan sifat-sifat keutamaan saleh, takwa, berpikiran matang
atau dewasa, peka terhadap problematika sosial
dan paham islam secara benar.
4.
Pelajaran yang dapat
dipetik dari hadis
1)
Anjuran berteman dengan
orang atau anak yang berkepribadian saleh, baik dalam agama maupun dalam urusan
dunia.
2)
Larangan berteman dengan
orang yang berkepribadian buruk
3)
Persahabatan mempunyai
pengaruh yang besar dalam pendidikan, baik dan buruknya kepribadian seseorang
di antaranya ditentukan oleh teman-teman yang ada disekelilingnya.
4)
Anjuran kepada pendidik,
pengajar, guru, orang tua dan yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak
agar memilihkan teman-teman yang baik buat anak didiknya.
5)
Berhati-hatilah dalam
memilih teman karena penilaian masyarakat terhadap kepribadian seseorang
umumnya tergantung dari dengan siapa ia berteman.
B. Pengaruh Kekasih
عَنْ
أَ بِيْ هُرَ يْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَا
لَ : الرَّ جُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ, فَلْيَنْظُرْ أَحَدُ كُمْ مَنْ يُخَا
لِلْ (رواه
أبوداودوالتر مذى بإسنادصحيح وقال التر مذى حديث حسن).
وَعَنْ أَبُوْ مُوْسَى
الأَشْعَرِى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : قِيْلَ
للنَّبِيِ صلى الله عليه وسلم : الرَّ جُلُ يُحِبُّ الْقَوْمَ وَلَمَّ يَلْحَقَّ بِهِمْ
؟ قَالَ : "الْمَرْءُ مَعَ مَنَ أَحَبَّ".
1.
Kosakata (Mufradat)
a.
عَلَى دِيْنِ
خَلِيْلِهِ
|
Mengikuti
agama kekasihnya atau agamanya
|
b.
الخَلِيْلِ
|
Kekasih
kemudian bisa diartikan teman yang menjadi kekasihnya
|
c.
فَلْيَنْظُرْ
|
Maka
hendaklah perhatian, perhatian dengan mata hati
|
d.
مَنْ يُخَا لِلْ
|
Siapa
yang menjadi kekasihnya
|
e.
مَعَ مَنَ أَحَبَّ
|
Bersama
orang yang dicintainya
|
f.
وَلَمَّا يَلْحَقْ
بِهِمْ
|
Tidak
beramal seperti amal mereka. Kata “lamma” diartikan tidak atau
belum yang menunjuk perbuatan yang telah lewat atau yang sedang
dikerjakan. Tetapi kemungkinan bisa sama pada masa yang akan datang
|
2.
Terjemahan
Dari
Abi Hurairah r.a. bahwasanya Nabi Saw. Bersabda: “seseorang itu mengikuti agama
kekasihnya, oleh sebab itu hendaklah salah seorang diantara kamu memperhatikan
siapakah kekasihnya.” (HR. Abu Dawud dan al-Turmudzy dengan sanad yang sahih
dan al-Turmudzy berkata bahwa hadis ini Hasan).
Dari
Abu Musa al-Asy’ary r.a. bahwasanya Nabi Saw. Bersabda: “Orang itu akan
bersama-sama orang yang dicintainya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam satu
riwayat dikatakan:” Ada seseorang bertanya kepada Nabi Saw. Tentang seseorang
yang mencintai sesuatu kaum (sekelompok orang) tetapi ia belum pernah bertemu
dengan mereka”, maka beliau menjawab:” Seseorang itu akan bersama-sama dengan
orang yang dicintainya (nanti diakhirat).”
3.
Penjelasan Hadis
Hadis
ini juga menjelaskan adanya pengaruh kekasih atau teman yang dicintainya.
Secara psikologis setiap orang mempunyai kecenderungan untuk memilih kekasih
atau teman yang sama dengan dicintainya. Teman atau kekasih yang dicintai
seseorang pada umumnya sesuai dengan apa yang dicintai oleh dirinya. Seseorang
berkelompok atau berkumpul pada umumnya juga cenderung memilih kelompok yang
sama. Hal ini menunjukkan adanya kesamaan antara sesame teman yang dicintai
baik dalam beragama, hobi, kesenangan, watak, karakter, profesi dan lain-lain. Misalnya
mahasiswa UIN kecenderungan berkumpul sesame mahasiswa dari UIN, minimal yang
memiliki watak atau visi dan misi yang sama ketika bercampur baur dengan para
mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Demikian juga seorang guru, dosen,
ulama, dokter, insinyur, karyawan dan lain-lain. Oleh karena itu, di sana
banyak kelompok atau organisasi yang mengikat kecenderungan yang sama tersebut.
Rasulullah bersabda sebagaimana dalam
hadis diatas :
الرَّ جُلُ عَلَى دِيْنِ
خَلِيْلِهِ
“Seseorang itu
mengikuti agama kekasihnya.”
Seseorang itu mengikuti kebiasaan
temannya, pandangan hidup, akhlak dan agamanya. Dengan demikian melihat
seseorang cukup melihat kekasihnya, jika kekasihnya orang baik maka dia baik
pula dan jika kekasihnya orang jahat atau orang tidak baik maka diapun menjadi
orang yang tidak baik.
فَلْيَنْظُرْ أَحَدُ كُمْ
مَنْ يُخَا لِلْ
“Hendaklah salah
seorang di antara kamu memperhatikan siapakah kekasihnya”.
Hadis ini perintah kepada kita yang
memilih kekasih untuk dijadikan teman agar memperhatikan kebiasaan dan
akhlaknya, carilah kekasih yang baik akhlaknya. Jika agama dan akhlak kekasih
itu baik temanilah dan jika buruk tinggalkanlah, karena sesungguhnya watak atau
karakter itu mencuri dan pergaulan itu berpengaruh dalam pembentukan kepribadian.
Al-Ghazali berkata:”Berteman dengan orang yang rakus dunia menjadi rakus dan
berteman dengan orang yang zuhud menjadi zuhud”.
Perintah memilih teman yang baik
dalam hadis tersebut berlaku kepada semua orang sekalipun kecenderungan hatinya
tidak baik. Demikian juga makna kekasih juga bersifat umum, baik kekasih
sebagai teman biasa atau kekasih sebagai teman berbisnis maupun kekasih untuk dijadikan pasangan seperti calon istri,
calon menantu, dan calon mertua. Semuanya hendaknya lebih mengutamakan factor
agama dan akhlak. Rasulullah Saw. Bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairah:
تُنْكَحُ الْمَرْأَ ةُ لِأَ
رْبَعٍ : لِمَا لِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَا لِهَا وَلِدِ يْنِهَا فَا ظْفَرْ
بِذَاتِ اَلدِّ يْنِ تَرِ بَتْ يَدَاكَ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ بَقِيَّةِ اَلسَّبْعَةِ)
Wanita itu dinikahi
karena 4 perkara : karena hartanya, karena nasab keturunannya, karena
kecantikan dank arena agamanya. Pilhlah wanita yang beragama, berdebu kedua
tanganmu (berkah hidupmu). (Muttafaq ‘Alaih dan imam tujuah).
Kekasih untuk dijadikan pasangan
hidup untuk membangun suatu rumah tangga yang berbahagia juga sangat ditentukan
oleh akhlak dan agamanya. Hadis ini membimbing kepada kita untuk memilih
kekasih yang beragama dan berakhlak di samping factor lain. Memilih kekasih
untuk dinikahi dipersilahkan dengan berbagai pertimbangan seperti harta,
kecantikan, keturunan, dan lain-lain, sebagaimana pada umumnya manusia. Hadis
menyebut kronologi umumnya manusia. Tetapi kemudian pertimbangan agama dan
akhlak merupakan penekanan tersendiri dan harus dinomorsatukan sebagaimana yang
ditekankan dalam hadis diatas, agar mendapatkan hikmah tertinggi yakni sakinah,
mawaddah dan rahmah.
Kekasih yang baik
mempunyai pengaruh yang besar dalam rumah tangga, baik terhadap pasangan suami istri
dan anak-anak keturunannya. Banyak rumah tangga yang sukses dan berbahagia,
berkat pasangan kekasihnya orang baik-baik. Sebaliknya banyak rumah tangga yang
hancur disebabkan karena kekasihnya berkepribadian buruk atau tidak baik.
Ketika ada salah seorang sahabat
bertanya kapan dating hari kiamat?” Nabi Saw. Kembali bertanya;”Apa persiapanmu
untuk menghadapi kiamat?” jawab orang itu: “Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya”.
Lantas beliau menjawab:
الْمَرْءُ مَعَ مَنَ أَحَبَّ
“Orang itu akan
bersama-sama orang yang dicintainya.”
Bersama artinya dinilai sama atau
dihukumi sama antara yang mencintai dan yang dicintai. Jika orang yang dicintai
itu baik, maka orang itu dinilai baik pula dan jika orang yang dicintai itu
tidak baik, maka ia dinilai tidak baik. Dalam konteks hadis di atas sahabat
tersebut digiring bersama Nabi dalam surga sekalipun tidak sama kelasnya,
tentunya kelas surga Nabi yang paling tinggi, karena amaliah beliau yang tidak
sama dengan manusia biasa. Dalam satu riwayat seorang sahabat bertanya:
Bagaimana jika seorang mencintai kaum, tetapi amalnya tidak sama dengan mereka?
Nabi tetap menjawab: “Seorang bersama dengan orang yang dicintainya”.
Hadis ini memerintahkan untuk
mencintai Rasul dan orang-orang saleh. Mencintai orang saleh berarti mengikuti
jejak mereka dalam melaksanakan perintah-perintah agama, menjauhkan segala
larangannya dan berakhlak mulia. Orang yang mencintai orang saleh dihukumi
saleh pula. Ia dikelompokkan bersama orang saleh baik didunia maupun diakhirat.
Dalam QS. Al-Furqan (25) : 27-29 Allah menceritakan penyesalan orang yang tidak
mencintai orang-orang yang saleh besok dihari kiamat.
tPöqtur Ùyèt ãNÏ9$©à9$# 4n?tã Ïm÷yt ãAqà)t ÓÍ_tFøn=»t ßNõsªB$# yìtB ÉAqߧ9$# WxÎ6y ÇËÐÈ
4ÓtLn=÷uq»t ÓÍ_tFøs9 óOs9 õϪBr& $ºRxèù WxÎ=yz ÇËÑÈ
ôs)©9 ÓÍ_¯=|Êr& Ç`tã Ìò2Ïe%!$# y÷èt/ øÎ) ÎTuä!$y_ 3 c%2ur ß`»sÜø¤±9$# Ç`»|¡SM~Ï9 Zwräs{ ÇËÒÈ
27. Dan
(ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya[1064],
seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama
Rasul".
28. Kecelakaan besarlah bagiku;
kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan[1065] itu teman akrab(ku).
29. Sesungguhnya Dia telah
menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. dan adalah
syaitan itu tidak mau menolong manusia.
[1064] Menggigit tangan (jari)
Maksudnya menyesali perbuatannya.
[1065] Yang dimaksud dengan si Fulan,
ialah syaitan atau orang yang telah menyesatkannya di dunia.
Mendidik anak cinta orang saleh
sangat penting dengan mengenalkan figure orang-orang saleh baik masih hidup
maupun sejarah mereka yang sudah wafat, agar anak-anak dapat meneladani
kehidupan mereka.
4.
Pelajaran yang dapat
dipetik dari hadis
1)
Memiliki kekasih, teman dan
sahabat yang dicintai agamanya dan menjauhi teman yang dibenci agamanaya dan
menjauhi teman yang dibenci agamanya.
2)
Derajat minimal dalam
persaudaraan dan persahabatan adalah menilai teman sama dengan kepentingan
dirinya sendiri.
3)
Orang yang mencintai
kekasih, teman, dan sahabat orang saleh dan taqwa dinilai sama dengan oaring
saleh baik di dunia maupun di akhirat.
4)
Menjauhi kekasih atau teman
yang nakal dan fasik agar tidak digiring bersama mereka
5)
Milikilah teman yang cinta
akan dunia sekaligus cinta juga akan akhirat
C.
Pengaruh Orang Tua
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ
: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَا مِنْ مَوْ لُوْ دٍ إِلَّا يُوْلَدُ
عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَ بَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَا
نِهِ كَمَ تُنْتَجُ الْبَهِيْمَةُ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّوْ نَ فِيْهَا
مِنْ جَدْ عَاءَ ثُمَّ يَقُوْلُ أَبُوْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِطْرَةَ
اللهِ الَّتِيْ فَطَرَالنَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ
الدِّيْنُ الْقَيِّمُ (متفق عليه)
1.
Kosakata (Mufradat)
a.
مَوْلُوْدٍ
|
Anak
yang dilahirkan
|
b.
عَلَى الْفِطْرَةِ
|
Atas
fitrah, ciptaan asal yang dibawa sejak lahir
|
c.
يُهَوِّدَانِهِ
|
Mereka
membuatnya menjadi beragama yahudi
|
d.
وَيُنَصِّرَانِهِ
|
Dan
mereka yang membuatnya menjadi beragama Nasrani
|
e.
أَوْيُمَجِّسَانِهِ
|
Atau
mereka yang membuatnya beragama Majusi
|
f.
تُنْتَجُ
|
Ia
melahirkan
|
g.
الْبَهِيْمَةُ
|
Binatang
ternak
|
h.
جَمْعَاءَ
|
Sempurna
|
i.
مِنْ جَدْعَاءَ
|
Daripada
kekurangan
|
2.
Terjemahan
Dari Abu Hurairah r.a. berkata,
Rasulullah Saw. Bersabda: ”Tidak ada dari seorang anak (Adam) melinkan
dilahirkan atas fitrah (islam), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya
beragama Yahudi atau beragama Nasrani atau beragama Majusi. Bagaikan seekor
binatang yang melahirkan seekor anak. Bagaimana pendapatmu, apakah didapati
kekurangan? Kemudian Abu Hurairah membaca firman Allah (Q.S. ar-Rum: 30).
(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (agama Allah). (HR. Muttafaq ‘Alaih).
3.
Penjelasan Hadis
Hadis
diatas menjelaskan tentang status fitrah setiap anak, bahwa statusnya bersih,
suci dan islam baik anak seorang muslim ataupun orang non muslim. Kemudian
orang tuanyalah yang memelihara dan memperkuat keislamannya atau bahkan
mengubah menjadi tidak muslim, seperti Yahudi, Nasrani, dan Majusi. Hadis ini
memperkuat bahwa pengaruh orang tua sangat dominan dalam membentuk kepribadian
seorang dibandingkan dengan factor-faktor pengaruh pendidikan lain. Kedua orang
tua mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dalam mendidik anaknya.
Rasulullah Saw. Bersabda :
مَا
مِنْ مَوْ لُوْ دٍ إِلَّا يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
“Tidak ada dari seorang anak (Adam) melainkan dilahirkan
atas fitarah (islam)”.
Ada
beberapa redaksi teks hadis ini yang berbeda dalam beberapa buku induk hadis
sekalipun maknanya sama, antara lain sebagaimana di atas riwayat Bukhari
Muslim, riwayat lain sebagai berikut :
a.
Riwayat Abu Dawud, Ahmad,
dan Ibnu Hibban:
كُلُّ
مَوْ لُوْ دٍ يُوْ لَدُ عَلَى الْفِطْرَ ةِ . . . .
b.
Riwayat al-Baihaqy, Ahmad
dalam riwayat lain dan Malik:
مَا
مِنْ مَوْ لُوْ دٍ فِيْ بَنِيْ آدَمِ إِلَّا يُوْ لَدُ عَلَى الْفِطْرَ ةِ . . . .
كُلُّ
إِنْسَا نٍ تَلِدُ هُ أُمُّهُ عَلَى الْفِطْرَ ةِ . . . .
Secara etimologi kata
Fitrah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata
فَطَرَ
– يَفْطِرُ – فَطْرًا – وَفِطْرَةً yang artinya :
1)
Terbelah dan tumbuh,
misalnya : “ فَطَرَ
نَابَ الْبَعِيْرِ”- “ Onta
itu terbelah (daging gusi) dan tumbuh gigi taringnya.” Tumbuhnya gigi taring dengan membelah daging
gusi mengawali asal kejadiannya, disebut fitrah.
2)
Ciptaan awal, misalnya
firman Allah dalam Q.S. al-An’am : (6): 79 :
ÎoTÎ) àMôg§_ur }Îgô_ur Ï%©#Ï9 tsÜsù ÅVºuq»yJ¡¡9$# ßöF{$#ur $ZÿÏZym (
!$tBur O$tRr& ÆÏB úüÏ.Îô³ßJø9$# ÇÐÒÈ
79. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku
kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama
yang benar, dan aku bukanlah Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan.
Dalam
ayat diatas, ciptaan langit dan bumi adalah ciptaan Allah yang tidak ada contoh
sebelunya dan tidak ada yang menyerupainya. Demikian juga ciptaan Allah yang
lain, seperti bentuk manusia baik dari segi jasmani dan rohani adalah fitrah.
3)
Dalam berbagai Kamus
Besar Bahsa Indonesia, pada umumnya diartikan; sifat asal, bakat,
pembawaan, perasaan agama, ciptaan yang ada pada setiap sesuatu pada awal
kejadian, sifat segala sesuatu yang ada pada masa awal ciptaannya, sifat
perangai yang siap menerima agama.
Dari beberapa keterangan diatas
dapat disimpulkan bahwa arti fitrah adalah ciptaan awal, asal kejadian,
insting, dan bawaan sejak lahir, baik berbentuk fisik, psikis, rohani atau
sifat, dan norma, baik pada mahluk manusia atau yang lain. Mungkin ia lebih
dekat dengan insting, sekalipun tidak sama persis, karena fitrah makna
cakupannya meliputi naluri dan jati diri baik secara lahir dan batin sedang
insting bersifat potensi batin saja untuk membimbing melakukan suatu aktifitas
pekerjaan.
Makna fitrah pada hadis diatas
terdiri dari beberapa pengertian, diantaranya:
1)
Al-khilqah (ciptaan) awal
sejak dilahirkan yangmasih netral tidak diketahui iman dan kufurnya sehingga
mencapai umur baligh.
2)
Al ((ال pada kata “al-fitrah” (الفطرة) bermakna; fitrah yang sudah dimaklumi (للعهد) maknanyaفطرة أبو يه (fitrah anak mengikuti fitrah kedua orang
tuanya). Fitrah anak islam jika orang tuanya muslim dan sebaliknya.
3)
Fitrah diartikan agama
islam. Jadi, setiap anak yang lahir membawa fitrah yakni agama islam, sekalipun
dari orang tua yang non-muslim. Pendapat terakhir ini didukung oleh beberapa
alasan:
a)
Ditunjuki oleh perkataan
Abu Hurairah setelah menyampaikan periwayatan hadis tersebut, melalui sanad
yang berbeda, kemudian ia membaca Q.S. ar-Ruum (30): 30 :
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4
|NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pkön=tæ 4
w @Ïö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4
Ï9ºs ÚúïÏe$!$# ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w tbqßJn=ôèt ÇÌÉÈ
30.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui[1168],
[1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia
diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada
manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak
beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
Makna
fitrah pada ayat diatas jelas agama islam, karena kalimat sebelumnya pada ayat
tersebut, Allah berfirman pada permulaan ayat : “Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus pada agama Allah”.
b)
Firman Allah dalam Q.S.
al-A’raaf (7) : 172, ketika Tuhan mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan diambil kesaksian atas jiwa mereka, Tuhan berfirman :
øÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPy#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJÍhè öNèdypkôr&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ (
(#qä9$s% 4n?t/ ¡
!$tRôÎgx© ¡
cr& (#qä9qà)s? tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ
172.
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
Ayat diatas secara
dialogis mengisyaratkan adanya pengakuan dan persaksian terhadap Tuhan sejak
manusia belum lahir secara fisik di dunia ini sudah mengakui Allah sebagai
Tuhan.
Lanjut sabda Nabi
Saw :
فَأَ
بَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَا نِهِ
“Orang tuanyalah
yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani, dan/atau Majusi”.
Hadis diatas memperkuat makna fitrah
islam sebagai dasar awal, sedang Yahudi, Nasrani dan Majusi adalah dampak
pengaruh belakangan yang ditimbulkan oleh orang tua atau lingkunagn sekitarnya.
Orang tua menjadi pendidik pertama dan utama. Sedang faktor pendidik lain
seperti guru dan lingkungan masyarakat harus diciptakan oleh orang tua sebagai
pendukung yang tidak boleh kontradiktif, sebagai realisasi rasa tanggung jawab
orang tua tersebut.
Kesempurnaan fitrah dalam hadis
sudah jelas baik fisik maupun non fisik. Dari segi fisik sudah ada ketentuan
ciptaan dari Allah Swt. Apakah dari segi jenis kelamin, bentuk fisik, tinggi
pendek, dan warna kulit dan dari segi nonfisik seperti agama islam yang
dibawanya sejak lahir. Kesempurnaan fitrah itu digambarkan Rasul bagaikan
seekor binatang yang lahir. Beliau bersabda:
كَمَ تُنْتَجُ الْبَهِيْمَةُ
بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّوْ نَ فِيْهَا مِنْ جَدْ عَاءَ
“Bagaikan seekor
binatang yang melahirkan seekor anak dalam keadaan sempurna tidak ada cacat
sedikitpun”.
Ungkapan ini memperkuat makna fitrah
anak sejak lahir secara paripurna, ibarat seekor binatang yang lahir secara
utuh tidak ada kekurangan sedikit pun. Hanya manusia yang tidak bersyukur
kepada Allah yang kemudian mengubah-ubah fitrah itu menjadi cacat dan
berkurang, seperti dipotong kupingnya dan lain-lain.
Fitrah sangat memerlukan bantuan dan
bimbingan pendidikan orang tua, orang dewasa, guru, pendidik dan pengajar
dengan sadar bahkan lingkungan yang mendukung, karena tidak mungkin anak yang
baru dilahirkan mengenal agama dengan sendirinya. Kondisi anak yang baru lahir
dijelaskan Q.S. an-Nahl (16): 78:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& w cqßJn=÷ès? $\«øx© @yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur
öNä3ª=yès9 crãä3ô±s? ÇÐÑÈ
78. Dan Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Menurut Ibnu al-Qayyim, bukan
berarti anak itu mengenal agama dengan fitrahnya, akan tetapi fitrah itu
menerima untuk mengenal agama dan mencintainya, jiwa fitrah ini mengakui dan
mencintai agama. Seandainya ia dilepas dan tidak ada yang kontra, ia tidak akan
pindah ke fitrah lain. Penegasan Ibnu al-Qayyim di atas perlunya usaha pendidikan
fitrah yang sesuai dengan fitrahnya untuk memelihara, membimbing, dan
mengembangkannya kearah tujuan pendidikan yang dituju, yaitu membentuk pribadi
muslim yang takwa kepada Allah Swt.
Jadi tugas pendidikan adalah
memelihara dan membimbing fitrah dengan menciptakan lingkungan pendidikan yang
sesuai dengan fitrah itu sendiri, kearah tujuan yang ingin dicapai dalam
pendidikan islam, yaitu menjadi manusia yang berkepribadian yang baik sesuai
dengan tuntunan agama.
4.
Pelajaran yang dapat
dipetik dari hadis
Dari uraian diatas pelajaran yang
dapat diambil sebagai berikut :
1)
Makna fitrah boleh beragam
dan berbeda di kalangan para pakar pendidikan, akan tetapi dalam konteks
keimanan dan perspektif sunah mayoritas ulama memberikan makna agama islam yang
suci lahir dan batin.
2)
Pendidikan fitrah anak
merupakan amanat dari Tuhan yang secara khusus dipikulkan di atas pundak kedua
orang tuanya.
3)
Kewajiban pendidikan adalah
menjaga kesucian fitrah dari pengaruh pendidikan yang kotor yang ingin mengubah
kesucian fitrah tersebut.
4)
Aspek pendidikan fitrah
sangat menentukan bagi keberhasilan pendidikan, karena ia merupakan landasan
utama dalam penyelenggaraan pendidikan islam.
5)
Orang tua yang sebagai
pendidik pertama dan utama harus bisa menjaga potensi yang telah diberikan oleh
Allah kepada anak untuk mengembangkan fitrahnya.
D.
Pengaruh Pendidik
وَعَنْصُهَيْبٍ
– رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - : أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – , قَالَ :
(( كَانَ مَلِكٌ فِيْمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ وَكَانَ لَهُ سَا حِرٌ فَلَمَّا كَبِرَ
قَالَ للمَلِكِ : إِنِّي قَدْ كَبِرْتُ فَابْعَثْ إِلَيَّ غُلَامًا أُعَلَّمْهُ
السَّحْرَ : فَبَعَثَ إِلَيْهِ غُلَامًا يُعَلَّمَهُ, وَكَانَ فِيْ طَرِيْقِهِ إِذَا
سَلَكَ رَاهِبٌ, فَقَعَدَ إِلَيْهِ وَسَمِعَ كَلَامَهُ فَأَعْجَبَهُ, وَكَانَ إِذَا
أَتَى السَّاحِرَ, مَرَّ بالرَّاهبِ وَقَعَدَ إِلَيْهِ, فَإِذَا أَتَى السَّا حِرَضَرَبَهُ,
فَشَكَا ذَلِكَ إِلَى الرَّاهِب, فَقَالَ : إِذَا خَشيتَ السَّا حِرَ, فَقُلْ : حَبَسَنِيْ
أَهْلِي, وَإِذَا خَثِيتَ أَهْلَكَ, فَقُلْ : حَبَسَنِي السَّا حِرِ. فَبَيْنَمَا
هُوَ عَلَى ذَلِكَ إِذْ أَتَى عَلَى دَابَّةٍ عَظِيْمَةٍ قَدْ حَبَسَتِ النَّا سَ,
فَقَالَ : الْيَوْمَ أَعْلَمُ السَّاحِرُ أَفْضَلُ أم الرَّاهبُ أَفْضَلَ؟ فَأَخَذَ
حَجَرًا, فَقَالَ : اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ أَمْرُالرَّاهِبِ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ
أَمْرِ السَّا حِرِ فَاقْتُلْ هَذِهِ الدَّابَّةَ حَتَّى يَمضِي النَّاسُ, فَرَمَاهَا
فَقَتَلَهَا وَمَضَى النَّاسِ, فَأَتَى الرَّاهبَ فَأَخْبَرَهُ. فَقَالَ لَهُ الرَّاهبُ:
أَيْ بُنَيَّ أَنْتَ اليَوْمَ أَفْضَلَ مِنِّي قَدْ بَلَغَ مِنْ أَمْرِكَ مَا أَرَى,
وَإِنَّكَ سَتُبْتَلَى, فَإِنَّ ابْتُلِيْتَ فَلَا تَدُلَّ عَلَيَّ : وَكَانَ الْغُلَامُ
يُبْرِىءُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ, وَيُدَاوِي النَّاسَ مِنْ سَائِرِالأَدْوَاء
. . . (أخرجه مسلم)
1.
Kosakata (Mufradat)
a.
سَاحِرٌ
|
Tukang
sihir atau dukun dalam riwayat al-Turmudzi
|
b.
غُلَامًا
|
Seorang
anak dalam usia sejak bersapih dari susuan ibunya sampai baligh
|
c.
رَاهِبٌ
|
Seorang
tokoh agama pada masa umat dahulu, pendeta
|
d.
فَأَعَجَبَهُ
|
Maka
ia tertarik
|
e.
فَشَكَا
|
Maka
ia mengadu
|
f.
إِذَاخَشيتَ
|
Jika
engkau takut
|
g.
حَبَسَنِي
|
Ia
melarang aku
|
h.
دَابَّةٍعَظِيْمَةٍ
|
Seekor
binatang besar, macan
|
i.
سَتُبْتَلَى
|
Engkau
akan diuji
|
j.
يُبْرِىءُ
|
Ia
menyembuhkan
|
k.
الأكْمَهَ
وَالْأَبْرَصَ
|
Buta
sejak lahit dan kusta
|
l.
وَيُدَاوِي
|
Dan
ia mengobati
|
m.
الأَدْوَاء
|
Berbagai
penyakit, jamak
dari kata : دَوَاءَ
|
2.
Terjemahan Hadis
Dari
Syuhaib r.a. Rasulullah Saw bersabda : “Dahulu ada seorang raja, dia mempunyai
seorang ahli sihir. Setelah ahli sihir itu tua, dia berkata kepada sanga raja:
Aku telah tua, kirimkan kepadaku seorang anak remaja untuk aku ajarkan
kepadanya ilmu sihir. Kemudian didatangkan kepadanya seorang anak remaja untuk
diajarinya. Di jalan yang dilalui anak itu ketika pergi kepada ahli sihir itu
ada seorang pendeta. Maka ia mampir krpada pendeta itu dan mendengarkan
ajarannya. Ternyata ajaran pendeta itu sangat mengagumkan baginya. Setiap
remaja yang datang terlambat kepada ahli sihir itu, dia dipukulnya, lalu dia
mengadu kepada si pendeta. Pendeta itu berkata: Jika kamu takut kepada ahli
sihir karena terlambat datang, katakanlah kepadanya Aku terlambat karena
dihalangi keluarga. Dan jika kamu takut kepada keluargamu, katakanlah
kepadanya, Aku terlambat pulang karena dihalangi ahli sihir. Maka berjalanlah
suasana demikian dalam beberapa waktu. Pada suatu ketika, dia melewati seekor
binatang besar yang menghambat manusia berlalu lintas, lalu anak remaja itu
berkata: sekarang aku akan tahu, si ahli sihirkah yang lebih utama atau si
pendeta? Kemudian diambillah sebuah batu, lalu dia mengucapkan, Ya Allah, jika
ilmu pendeta itu lebih engkau senangi dari pada ilmu tukang sihir, bunuhlah
binatang itu sehingga orang-orang pun dapat lewat. Setelah peristiwa itu,
remaja pergi mendatangi pendeta memberitahukan kejadian tersebut. kata pendeta
kepadanya: Wahai anakku, sekarang kamu lebih utama daripadaku. Ilmu yang kamu
miliki telah sampai pada tujuan yang telah aku harapkan. Akan tetapi, kamu
harus ingat bahwa kamu akan mendapat cobaan. Jika kamu telah dicoba, janganlah
sampai menunjukkan bahwa akulah yang mengajarimu. Remaja itu dapat menyembuhkan
orang buta sejak lahir dan oarng yang terkena penyakit kusta. Bahkan ia dapat
mengobati berbagai macam penyakit yang diderita manusia… (HR. Muslim).
3.
Penjelasan Hadis
Hadis
diatas merupakan potongan dari teks hadis yang panjang yang menjelaskan tentang
suatu kasus yang terjadi pada masa umat terdahulu. Berita hadis yang
disampaikan Nabi Saw termasuk berita gaib yang tidak diketahui sebelumnya
kecuali melalui periwayatan yang shahih seperti hadis di atas. Hadis ini
menjelaskan bagaimana keberhasilan pendidikan seorang bergantung guru yang
memengaruhinya. Pengaruh seorang guru dari kalangan ahli agama lebih berhasil
daripada guru tukang sihir, karena kebenaran ajarannya dapat dibuktikan oleh
muridnya sehingga menumbuhkan kepercayaan yang kuat terhadap gurunya.
Pada
mulanya seorang murid yakni seorang seorang remaja masih polos belum tahu mana
diantara dua guru yang harus di ikuti. Remaja ini dikirim karena permintaan
tukang sihirnya, karena dia sudah tua demi keberlangsungan kerajaan. Kata
tukang sihir:
إِنِّي قَدْ كَبِرْتُ
فَابْعَثْ إِلَيَّ غُلَامًا أُعَلِّمْهُ السِّحْرَ
“Aku telah tua,
kirimkan kepadaku seorang anak remaja untuk aku ajarkan kepadanya ilmu sihir.”
Kemudian dikirimlah remaja itu untuk
mempelajari ilmu sihir, tetapi kemudian ditengah perjalanan ia sangat tertarik
dengan pengajaran seorang pendeta yang mengajarkan ilmu kebenaran. Dua guru itu
membawa pengaruh yang berbeda, guru seorang tukang sihir raja membawa ilmu
kebatilan dan guru seorang pendeta membawa ilmu kebenaran yang sejati. Ditengah
perjalanan seorang remaja itu harus memutuskan dan memilih mana salah satu
diantara kedua guru yang benar. Ketika dihadapkan suatu ujian besar yankni
terhadang seekor binatang macan ditengah jalan, disitulah ia minta petunjuk
kepada Allah. Jika binatang itu dilempar dengan batu kerikil bisa mati, maka
yang benar adalah guru seorang pendeta dan jika tidak mati, maka yang benar
adalah guru seorang tukang sihir raja. Benarlah, remaja itu mendapat bimbingan
petunjuk dari Allah, binatang itu mati seketika, maka ia memutuskan memilih
berguru pada ilmu yang benar sehingga menjadi seorang pelajar yang sukses yakni
menjadi dokter yang bisa mengobati berbagai penyakit termasuk penyakit yang
tidak bisa oleh dokter pada umumnya.
Keberhasilan remaja karena keyakinan
dan iktikad yang benar terhadap gurunya. Dua perkara ini menjadi persyaratan
seorang murid yang ingin berguru dengan seorang guruyakni yakin yakin terhadap
guru dan mempunyai iktikad yang benar, sebagaimana kata syair dalam kitab Nadzam
al-Ajurumiyah:
إِذِ الْفَتَى حَسْبَ اعْتِقَا
دِهِ رُفِعْ # وَكُلُّ مَنْ لَمْ يَعْتَقِدْ
لَمْ يَنْتَفِعْ
Karena seorang
pemuda itu bergantung pada iktikadnya terangkat
Setiap orang
yang tidak mempunyai iktikad pada dirinya, tidak bermanfaat
Murid yang siap menerima ilmu dan
pembelajaran dari seorang guru adalah urid yang mempunyai keyakinan dan
kepercayaan kepada guru secara total dan mempunyai iktikad yang benar, sehingga
ada kesatuan jiwa antara murid dan guru. Murid dengan keyakinannya dan guru
dengan ketulusannya dapat mengantarkan kesuksesan dalam belajar.
Ada dua corak macam pendidik;
pendidik berakhlak buruk yang mengajarkan kejahatan yang sekadar bertujuan
mendapatkan materi dan jabatan dan ada pendidik yang berakhlak baik yang
mengajarkan kebenaran dan kebaikan. Dua macam guru tersebut selalu bersaing
mencari pengaruh dalam rangka regenerasi ilmu. Murid hendaknya kritis memilih
guru yang berakhlak mulia dan mengajarkan kebenaran.
Al-Zurnijiy menganjurkan agar
memilih guru yang lebih alim, punya wawasan keilmuan (al-a’lam), lebih
berhati-hati dalam memelihara hukum (al-wara), lebih senior dan lebih dewasa
(al-assan). Guru yang baik akan sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian
murid dan guru yang berkepribadian buruk sangat berbahaya pengaruhnya dalam
mendidik anak murid.
Guru dan murid yang selalu berada
dalam kebenaran dan berpegang teguh pada akidah yang benar tidak lepas dari
ujian yang akan menimpanya. Berbagai ujian yang menimpa pada seseorang yang
beriman akan membuat semakin jadi kuat imannya. Suatu pertolongan dan petunjuk
pasti datng baginya terutama pada saat kritis menghadapi berbagai ujian
tersebut.
4.
Pelajaran yang dapat
dipetik
1)
Pengaruh seorang pendidik
sangat besar dalam mengantarkan kesuksesan murid dan dalam membentuk
kepribadiannya.
2)
Macam-macam guru, ada yang
mengajarkan kebaikan dan ada pula yang mengajarkan kejahatan. Oleh karena itu,
sebagai seorang murid harus berhati-hati dalm memilih seorang guru atau untuk
menjadikan seseorang menjadi guru.
3)
Kedua guru tersebut
menggunakan pengaruh dan kelebihannya untuk mendidik anak didik dalam rangka
mewariskan ilmunya demi pengabdian agama dan masyarakat.
4)
Anak yang cerdas dapat
memilih mana guru yang baik, guru yang memiliki visi dan misi yang baik dan
berakhlak mulia.
5)
Guru dan murid yang
menempuh kebenaran akan menghadapi berbagai ujian. Ujian yang amat besar adalah
ujian iman kepada Allah dan membela kebenaran, taruhannya nyawa dan balasannya
surga bagi yang sabar menghadapinya.
6)
Keberhasilan pendidikan
seorang anak murid berkat pengaruh seorang pendidik yakni seorang guru harus
didukung dengan sifat kelebihannya, seperti Nabi didukung dengan mukjizatnya,
wali dengan karomahnya, orang mukmin dengan ma’unahnya dan guru dengan sifat
keteladanannya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari penjelsan di atas, kami dapat
menyimpulkan bahwa empat pengaruh pendidikan anak yaitu pengaruh teman,
pengaruh kekasih, pengaruh orang tua dan pengaruh pendidik. Pengaruh teman yang
baik digambarkan seperti berteman dengan seorang pembawa minyak kasturi sedang
teman yang buruk bagaikan berteman dengan peniup api. Persamaan berteman dengan
pembawa minyak kasturi ada tiga antara lain ada kalanya pembawa minyak itu
memberi kamu atau engkau membeli darinya dan/atau ikut mencium bau harumnya.
Maknanya teman yang baik itu adakalanya memberi nasihat dan pandangan-pandangan
yang baik, atau engkau belajar belajar ilmu yang bermanfaat atau terangkat nama
baikmu. Adapun perumpamaan berteman dengan yang buruk adalh sepeti peniup api.
Maknanya adalah ada kalanya api itu membakar pakaianmu atau engkau mencium bau
yang tidak enak. Maknanya teman yang buruk itu dapat merusak akhlakmu atau
menjatuhkan citra baikmu.
Kekasih juga berpengaruh terhadap
pendidikan seorang anak, kadar nilai agama atau akhlak seseorang anak
ditentukan oleh siapa kekasihnya. Seseorang digiring bersama orang yang
dicintainya baik dunianya maupun akhiratnya. Jika seseorang yang dicintai masuk
surga ia pun masuk surge sekalipun tingkat surganya berbeda karena amalnya
berbeda.
Orang tua mempunyai pengaruh yang
besar dalam pendidikan anak. Anak sejak lahir sudah membawa fitrah islam
sempurna bagaikan anak binatang yang lahir dari induknya secara sempurna tidak
ada kekurangan sedikitpun. Perkembangan fitrah islam ini bergantung bagaimana
pengaruh pendidikan yang diberikan orang tua, adakalanya memupuk, melestarikan
dan mengembangkan fitrah islamnya dan adakalanya mematikannya dan berubah menjadi
Yahudi, Nasrani atau Majusi. Kewajiban orang tua adalah mendidik anak searah
dengan fitrah tersebut tidak boleh menyimpang dan menggantikannya dengan yang
lain.
Ada pertarungan dua guru yang
membawa pengaruh yang kontra antara guru sihir dan ahli ilmu. Seorang guru
membawa pengaruh negatif ingin membentuk seorang pemuda menjadi tukang sihir
ulung seperti dirinya dan yang satu lagi seorang guru membawa pengaruh positif
berkeinginan mendidik menjadi seorang mukmin yang alim. Pertarungan terjadi
antara keduanya yang ingin menunjukkan karismatiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Khon, Abdul Majid. Hadis
Tarbawi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012.
Muhammad, Abubakar.
Hadis Tarbiyah. Surabaya: Al-Ikhlas, 1995.
ajiiib....
BalasHapus