FILSAFAT
PANCASILA DAN PENDIDIKAN NILAI DALAM MENINGKATKAN SUMBER DAYA MANUSIA
Nilai-nilai
Pancasila Sebagai Nilai Dalam Filsafat Pendidikan Nasional
OLEH
NAMA
: SELAMAT ANWAR SADAT
NIM :
15.1.11.1.024
KELAS :
III/A
A.
Latar
belakang
Ajaran
filsafat yang komprehensif telah menduduki status tinggi dalam kebudayaan manusia,
yakni sebagai ideologi bangsa dan negara. Seluruh aspek kehidupan suatu bangsa
di ilhami dan berpedoman ajaran-ajaran filsafat bangsa itu sendiri. Dengan
demikian, kehidupan sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan, bahkan
kesadaran atas nilai-nilai hukum dan moral bersumber dari ajaran filsafat.
Eksistensi
suatu bangsa adalah eksistensi dengan ideologi atau filsafat hidupnya. Demi
kelangsungan eksistensi itu, diwariskanlah nilai-nilai itu pada generasi
selanjutnya. Dan untuk itu, jalan dan proses yang efektif untuk ditempuh hanya
melalui pendidikan. Pada prinsipnya, setiap masyarakat dan bangsa melaksanakan
aktivitas pendidikan untuk pendidikan aspek-aspek pengetahuan dan kecakapan
lain. Kesadaran dan sikap mental yang menjadi kriteria manusia ideal dalam
sistem nilai suatu bangsa bersumber pada ajaran filsafat bangsa dan negara yang
dianutnya.
Tujuan
akhir dari sistem pendidikan nasional Indonesia adalah membentuk manusia pancasila,
berarti bahwa nilai-nilai moral dan agama sebagaimana terkandung pada kelima
sila pancasila perlu dijabarkan dan dibuat secara operasional mempengaruhi pola
pikir dan pola tingkah laku para peserta didik.
B.
Rumusan
masalah
1. Apa
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila?
2. Bagaimana
nilai-nilai pancasila bisa menjadi nilai dalam filsafat pendidikan nasional?
C.
Pembahasan
Kalau kita menyimak apa yang dinyatakan
dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas Indonesia, akan dijumpai bahwa
dimensi moral dan keagamaan mendapatkan perhatian yang cukup besar. Kedua
dimensi tersebut dipandang tidak kalah penting dari dimensi-dimensi lain dalam
pendidikan. Hal yang sama bisa dilihat dalam GBHN tahun 1988, Bab IV dimana
sektor pendidikan bahkan ditempatkan dalam bidang yang bersangkutan dengan
agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sosial budaya. Pada
bagian tentang pendidikan, dinyatakan bahwa pendidikan nasional yang
berdasarkan pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia.
Adapun ciri manusia Indonesia yang berkualitas, selain menjadi manusia yang
cerdas dan terampil, tetapi juga dan bahkan pertama-tama disebut menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti
luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab,
dan mandiri. Dalam kesemuanya itu nampak bahwa aspek penanaman nilai-nilai
moral dan agama sangat ditekankan. Sesuai dengan bunyi kelima silanya,
penanaman nilai-nilai moral dan agama perlu meliputi unsur-unsur : (1)
menumbuhkan sikap iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (2) menumbuhkan
sikap hormat dan cinta terhadap umat manusia karena setiap pribadi manusia itu
bernilai pada dirinya sendiri; (3) menumbuhkan sikap-sikap yang menggalang
kesatuan dan persatuan bangsa indonesia; (4) menumbuhkan sikap demokrasi; (5)
menumbuhkan sikap adil. Nilai-nilai moral dan agama itu secara konkret
ditanamkan dalam proses pendidikan baik dalam lingkungan sekolah, keluarga, dan
masyarakat, merupakan suatu tantangan yang perlu dijawab bangsa Indonesia.[1]
Darji darmodiharjo, dkk. (1991: 52)
merumuskan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai berikut :[2]
1. Dalam
sila I Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai-nilai religious antara lain:
a) Keyakinan
terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan sifat-sifatnya Yang Maha sempurna,
yakni Maha Kasih, Maha Kuasa, Maha Adil, Maha Bijaksana dan sifat suci lainnya.
b) Ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya
c) Nilai
sila I ini meliputi dan menjiwai sila-sila II, III, IV dan V.
2. Dalam
sila II Kemanusiaan yang adil dan beradab, terkandung nilai-nilai kemanusiaan,
antara lain:
a) Pengakauan
terhadap adanya martabat manusia
b) Perlakuan
yang adil terhadap sesama manusia
c) Pengertian
manusia beradab yang memiliki daya cipta, rasa, karsa, dan keyakinan sehingga
jelas adanya perbedaan antara manusia dan hewan.
d) Nilai
sila II meliputi dan menjiwai sila III, IV, dan V.
3. Dalam
sila III yang berbunyi persatuan Indonesia terkandung nilai persatuan bangsa,
antara lain :
a) Persatuan
Indonesia adalah persatuan bangsa yang mencakup seluruh wilayah Indonesia
b) Bangsa
Indonesia adalah persatuan suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia
c) Pengakuan
terhadap ke- “Bhineka Tunggal Ika”-an suku bangsa (berbeda-beda namun satu
jiwa) yang memberikan arah pembinaan kesatuan bangsa
d) Nilai
sila III ini meliputi dan menjiwai sila IV dan V
4. Dalam
sila IV kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyaaratan/perwakilan terkandung nilai kerakyatan, antara lain:
a) Kedaulatan
Negara adalah ditangan rakyat
b) Pemimpin
kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang dilandasi oleh akal sehat
c) Manusia
Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia mempunyai
kedudukan, hak, da kewajiban yang sama
d) Musyawarah
untuk mufakat di capai dalam permusyawaratan wakil-wakil rakyat.
e) Nilai
sila IV meliputi dan menjiwai sila V
5. Dalam
sila V Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia terkandung nilai keadilan
social, antara lain:
a) Perwujudan
keadilan social dalam kehidupan social atau kemasyarakatan meliputi seluruh
rakyat Indonesia
b) Cita-cita
masyarakat adil dan makmur secara material dan spiritual yang merata bagi seluruh
rakyat Indonesia
c) Keseimbangan
antara hak dan kewajiban, dan menghormati hak orang lain
d) Cinta
akan kemajuan dan pembangunan
e) Nilai
sila V ini diliputi dan dijiwai sila I, II, III, dan IV
Perjalanan
Negara kita yang merdeka pada 17 agustus 1945, telah banyak mengalami pasang
surut, begitu juga keadaan pendidikan. Sistem pendidikan yang dialami sekarang
merupakan hasil perkembangan pendidikanyang tumbuh dalam sejarah pengalaman
bangsa dimasa lalu. Pendidikan tidak berdiri sendiri, tapi selalu dipengaruhi
oleh kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.[3]
Dalam
kehidupan suatu bangsa, pendidikan, pendidikan memang peranan yang amat penting
untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa bersangkutan.
Karena itu, pendidikan diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai
satu system pengajaran nasional, sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 31 ayat 2 yang berbunyi “ Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.[4]
Menurut
Aristoteles, tujuan pendidikan sama dengan tujuan didirikannya suatu Negara
(Rapar, 1988: 40). Begitu juga dengan Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 ingin menciptakan manusia pancasila. Pada tahun 1959, pemerintah
mengeluarkan kebijaksanaan untuk menjaga agar arah pendidikan tidak menuju pembentukan
manusia liberal yang dianggap sangat bertentangan dengan jiwa dan semangat
bangsa Indonesia (Depdikbud, 1993: 79). Kemudian atas instruksi Menteri
Pengajaran dan Budaya (PM) Prof. Dr. Priyono mengeluarkan instruksi yang
dikenal dengan nama “Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana” yang isinya antara
lain bahwa pancasila merupakan asas pendidikan nasional. (Supardo, 1960: 431).[5]
Pendidikan,
selain sebagai sarana transfer ilmu ilmu pengetahuan, sosial budaya, juga
merupakan sarana untuk mewariskan ideology bangsa kepada generasi selanjutnya,
yang (hanya) dapat dilakukan melalui pendidikan. Karena menurut Tadjab, suatu
bangsa menjadi kuat, perkasa dan Berjaya serta menguasai bangsa-bangsa lain
dengan sistem pendidikan yang kuat tetapi dengan system pendidikan yang lemah,
suatu bangsa akan menjadi tidak berdaya (Tadjab, 1994: 26). Untuk itu, sudah
barang tentu perlu adanya tujuan yang digariskan, baik itu tujuan
institusional, kurikuler, maupun tujuan nasional.[6]
Bukan
rahasia lagi, jika pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti
ideologi bangsa yang dianut. Karenanya, system penididkan nasional Indonesia
dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila. Sementara cita dan
karsa bangsa kita, tujuan nasional dan hasrat luur rakyat Indonesia, tersimpul
dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Cita dan
karsa itu dilembagakan dalam sistem pendidikan nasional yang bertumpu dan
dijiwai oleh suatu keyakinan, dan pandangan hidup pancasila. Inilah alasan mengapa
filsafat pendidikan pancasila merupakan tuntutan nasional, sedangkan filsafat
pendidikan pancasila adalah subsistem dari sistem negara pancasila. Dengan kata
lain, sistem Negara pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam
berbagai subsistem kehidupan bangsa dan masyarakat.[7]
Dengan
memerhatikan fungsi pendidikan dalam membangun potensi negara dan bangsa,
khususnya dalam melestarikan kebudayaan dan kepribadian bangsa yang pada
akhirnya menentuan eksistensi dan martabat bangsa dan negara, maka sistem
pendidikan nasional dan filsafat pendidikan pancasila seyogianya terbina mantap
demi tegaknya martabat dan kepribadian bangsa
sekaligus pelestarian sistem negara Pancasila berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa filsafat pendidikan Pancasila
merupakan aspek rohaniah atau spiritual sistem pendidikan nasional. Tegasnya,
tiada sistem pendidikan nasional tanpa filsafat pendidikan.[8]
Dengan
demikian, jelaslah tidak mungkin Sistem Pendidikan Nasional dijiwai dan
didasari oleh sistem filsafat pendidikan yang lain selain Pancasila. Hal ini
tercermin dalam tujuan Pendidikan Nasional yang termuat dalam UU No. 2 Tahun
1989 dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni:
pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan,
kesehatan jasmani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab
kemasyarakatan.[9]
Filsafat
adalah berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran
sesuatu. Sementara filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang
kependidikan berdasarkan filsafat. Bila kita hubungkan fungsi pancasila dengan
sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, maka dapat kita jabarkan
bahwa pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam
kehidupan sehari hari. Dan untuk menerapkan sila-sila pancasila, diperlukan
pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bangaimana nilai-nilai pancasila itu
dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, tentunya pendidikanlah yang berperan utama.
Sebagai contoh, dalam pancasila terdapat sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam
pelaksanaan pendidikan, tentunya sila pertama ini akan diberikan kepada siswa
sebagai pelajaran pokok yang mesti diamalkan. Karena itu, disekolah-sekolah
diberikan pelajaran Pendidikan Moral Pancasila, atau Pendidikan
Kewarganegaraan, civic education pada perguruan tinggi, yang salah satu butir
sila pertamanya adalah percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama masing-masing. (Disini filsafat berfungsi untuk mempertanyakan
siapa Allah dan bagaimana ia menjadikan
alam semesta dan sebagainya). Sehingga bila kita lihat dalam lingkup kelas,
nilai yang tampak di antara siswa adalah saling menghormati walaupun mereka
berlainan agama. Oleh karena itulah, sejak sekolah dasar sampai perguruan
tinggi, pelajaran paancasila masih diberikan, tak lain agar nilai-nilai
Pancasila benar-benar diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.[10]
D.
Kesimpulan
Sesuai
dengan bunyi kelima silanya, penanaman nilai-nilai moral dan agama perlu
meliputi unsur-unsur : (1) menumbuhkan sikap iman dan takwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa; (2) menumbuhkan sikap hormat dan cinta terhadap umat manusia karena
setiap pribadi manusia itu bernilai pada dirinya sendiri; (3) menumbuhkan
sikap-sikap yang menggalang kesatuan dan persatuan bangsa indonesia; (4)
menumbuhkan sikap demokrasi; (5) menumbuhkan sikap adil. Nilai-nilai moral dan
agama itu secara konkret ditanamkan dalam proses pendidikan baik dalam
lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat, merupakan suatu tantangan yang
perlu dijawab bangsa Indonesia.
Filsafat adalah berfikir secara mendalam
dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran sesuatu. Sementara filsafat
pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang kependidikan berdasarkan
filsafat. Bila kita hubungkan fungsi pancasila dengan sistem pendidikan
ditinjau dari filsafat pendidikan, maka dapat kita jabarkan bahwa pancasila
adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan sehari
hari. Dan untuk menerapkan sila-sila pancasila, diperlukan pemikiran yang
sungguh-sungguh mengenai bangaimana nilai-nilai pancasila itu dapat
dilaksanakan. Dalam hal ini, tentunya pendidikanlah yang berperan utama.
[1] Ismail Thoib. Wacana Baru Pendidikan: Meretas Filsafat
Pendidikan Islam. (Mataram: Alam Tara Institue , 2009), h. 145.
[2] Elly M. Setiadi. Panduan Kuliah Pendidikan Pancasila Untuk
Perguruan Tinggi. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 163-164.
[3] Jalaludin & Abdullah Idi.
Filsafat Pendidikan: manusia, filsafat dan pendidikan.(Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2011), h. 168.
[4] Ibid., h. 169
[5] Jalaludin & Abdullah Idi,….
[6] Ibid., h. 170
[7] Jalaludin & Abdullah
Idi.,…..
[8] Loc.Cit.,
[9]
Loc.Cit.,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar