Pengangguran intelektual : Istilah Baru Dalam
Pengangguran
Kita pasti sering mendengar istilah
pengangguran dan pastinya istilah itu sangat familiar karena penggunanya banyak
terutama oleh kaum pemuda. Ini yang ironis, kenapa yang banyak menggunakannya
jutru kaum pemuda yang sering disebut-sebut sebagai generasi penerus, penerus
perjuangan bangsa. Ketika mendengar kata pengangguran kita sering berfikir
bahwa pengangguran itu disebabkan karena dia tidak pintar atau tidak berpendidikan,
tidak punya ijazah, tidak kuliah, tidak lulus sekolah dan lain sebagainya.
Tetapi ternyata sekarang ada juga istilah pengangguran yang terbaru yaitu
pengangguran intelektual. Tentu kita bertanya maksudnya apa pengangguran
intelektual itu ?
Pengangguran intelektual berasal
dari dua kata yaitu pengangguran dan intelektual. Pengangguran maknanya seperti
yang kita mafhumi bersama yaitu suatu hal atau keadaan dimana seseorang tidak
bekerja atau tidak mempunyai pekerjaan. Sedangkan intelektual maknanya adalah
cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Kalau
digabung maka akan menjadi pengangguran intelektual yang artinya keadaan
seseorang yang tidak bekerja atau tidak mempunyai pekerjaan padahal
berpendidikan atau dengan kata lain orang yang berpendidikan tetapi tidak
mempunyai pekerjaan. Tentu kita bertanya kok sampai ada istilah orang yang
berpendidikan tetapi tidak bekerja.
Di zaman
modern seperti sekarang ini, pengangguran tidak hanya terjadi pada orang yang
tidak berpendidikan saja tetapi ternyata virusnya bisa menyebar sampai kepada
orang yang berpendidikan sekalipun. Oleh
sebab itu, jangan heran kalau zaman sekarang banyak orang yang meskipun
berpendidikan tetapi nganggur apalagi yang tidak berpendidikan akan jauh lebih
parah lagi. Banyak orang-orang terutama masyarakat desa karena melihat fenomena
ini berkesimpulan bahwa ternyata pendidikan itu tidak menjamin seseorang
menjadi sukses atau untuk ukuran orang-orang desa ukuran orang sukses itu
adalah mampu menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Oleh sebab itu, kalau orang
desa biasanya menyekolahkan anaknya sampai tingkat SMA kemudian setelah itu
lanjut kuliah ke Malaysia ngambil jurusan kelapa sawit alias pergi TKI/TKW.
Anggapan ini menurut hemat saya sangat salah dan pemerintah seharusnya bisa
meluruskan pemahaman masyarakat yang beranggapan seperti ini. Karena akan
sangat berbahaya untuk kemajuan bangsa apalagi di zaman modern seperti sekarang
ini yang sangat kompetitif dimana sangat membutuhkan orang-orang yang mempunyai
keterampilan khususnya keterampilan bahasa dan komputer yang dimana tiada lain
tempat kita mendapatkannya adalah melalui pendidikan. Kalau sampai pendidikan
saja sudah tidak berminat apalagi yang lain dan tentu pengangguran sudah bisa dipastikan
akan semakin bertambah dan terus bertambah. Pemerintah seharusnya
mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa pendidikan itu penting demi masa
depan yang tidak tahu akan menjadi seperti apa nantinya. Kalau kita sudah
berpendidikan paling tidak sudah ada pegangan dalam menghadapi tantangan zaman.
Terkait
dengan pengangguran intelektual yang dihadapi dan menjadi permasalahan sosial
sekarang ini pemerintah harus bisa menjelaskan penyebabnya kepada masyarakat
dan segera menanggulangi supaya istilah pengangguran khususnya pengangguran
intelektual minimal bisa dikurangi dan kalau bisa dihapuskan. Mekipun itu
sebenarnya sulit karena membutuhkan keseriusan dari pemerintah dimana tentu
yang menjadi penghambat adalah masalah dana untuk melaksankan penaggulangan
tersebut. Munculnya istilah pengangguran intelektual membuktikan bahwa sistem
pendidikan di Indonesia masih lemah.
Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar risau karena
melihat pengangguran intelektual makin bertambah. Banyak lulusan diploma dan
sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan.
Berdasarkan
Data BPS Agustus 2012, dari jumlah penduduk Indonesia usia produktif 110,8 juta
orang, sekitar 53.88 juta orang (48,63 persen) adalah lulusan SD, dan 20,22
juta orang (18.25 persen) lulusan SMP. Sedangkan lulusan
unversitas yang sudah bekerja hanya sebanyak 6,98 juta orang (6,30 persen) dan
lulusan pendidikan Diploma hanya 2,97 juta orang (2,68 persen).
Muhaimin
mengatakan selama ini paradigma dan kurikulum pendidikan tingkat tinggi hanya
mengejar jumlah kelulusan yang banyak, namun mengabaikan kualitas para
alumninya yang tidak siap bersaing dalam mencari pekerjaan.
"Link
and match antara dunia pendidikan dan dunia kerja belum berjalan optimal.
Lembaga-lembaga pendidikan seolah menerapkan target cepat lulus dan mendapat
gelar sarjana, tanpa membekali alumninya dengan keterampilan kerja," kata
Muhaimin.
Bila
fenomena seperti ini terus berlangsung, Muhaimin mengatakan Indonesia bakal
dipenuhi oleh para penggangguran intelektual yang penyerapan kerjanya rendah
karena lapangan kerja yang tersedia tak mampu menampung lulusan perguruan
tinggi yang minim keahlian dan keterampilan kerja.
"Ke
depannya, sejak awal perguruan tinggi harus mampu mendesain profesi bagi para
alumninya. Sejak semester pertama mahasiswa di masing-masing perguruan tinggi
harus mampu mengukur profesi sehingga setelah tamat mereka sudah langsung siap
bekerja," kata Muhaimin.
Ada
empat hal yang disiapkan untuk mengatasi pengangguran intelektual, yakni
peningkatan kualitas SDM dengan membangun kompetensi kerja melalui Balai
Latihan Kerja (BLK), pembangunan sistem pendidikan, memfasilitasi tumbuh dan
berfungsinya mekanisme bursa kerja (job fair) dan memprakarsai program
pengembangan kewirausahaan.
Selain
itu perlu juga dikembangkan kurikulum yang dimana kurikulum tersebut tidak
hanya menargetkan ilmu pengetahuan dalam bentuk teori saja tetapi seharusnya
kurikulum tersebut menekankan kepada keterampilan khususnya dalam dunia kerja.
Kurikulum seharusnya disesuaikan dengan dunia kerja artinya bahwa ketika lulus
maka secara otomatis sudah mempunyai keterampilan dan keterampilan yang
dimiliki tersebut memang dibutuhkan dalam dunia kerja. Penciptaan lapangan
pekerjaan baru melalui program transmigrasi melalui pengembangan lahan-lahan
pertanian dan industri pengolahan di kawasan transmigrasi juga dipandang
penting untuk segera dilaksanakan.
Melihat
fenomena pengangguran intelektual yang terjadi sekarang ini disebabkan karena
tidak adanya keterampilan yang dimiliki lulusan pendidikan yang dibutuhkan oleh
dunia kerja sehingga ketika lulus dari perguruan tinggi mahasiswa tidak tau apa
yang harus dikerjakan karena disamping tidak punya keterampilan juga latar
belakang pendidikannya tidak dibutuhkan oleh dunia kerja disamping minimnya
lapangan kerja yang di berikan oleh pemerintah.
Menurut
organisasi buruh internasional bahwa kelompok yang paling terpukul dengan tren
minimnya lapangan kerja adalah para pemuda. ILO mencatat saat ini terdapat 73,8
juta pemuda berusia antara 15-24 tahun yang tidak bekerja. Selasa (Kompas, 22/01/2013).
Tahun lalu, tingkat pengangguran pemuda
global sebesar 12,6 persen, dan menurut ILO, angka ini nampaknya akan meningkat
hingga 12,9 persen pada 2017.
Hal ini
perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah untuk mengatasi masalah
pengangguran ini karena dunia pendidikan dalam pandangan masyarakat akan
dianggap tidak ada gunanya seiring dengan semakin bertambahnya pengangguran
intelektual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar