“Hiduplah Seperti Pohon Kayu Yang Lebat Buahnya, Hidup Di Tepi Jalan Dan Dilempari Orang Dengan Batu, Tetapi Dibalas Dengan Buah” (Abu Bakar Sibli)

Minggu, 06 Oktober 2013

Opini

Pengangguran intelektual : Istilah Baru Dalam Pengangguran

            Kita pasti sering mendengar istilah pengangguran dan pastinya istilah itu sangat familiar karena penggunanya banyak terutama oleh kaum pemuda. Ini yang ironis, kenapa yang banyak menggunakannya jutru kaum pemuda yang sering disebut-sebut sebagai generasi penerus, penerus perjuangan bangsa. Ketika mendengar kata pengangguran kita sering berfikir bahwa pengangguran itu disebabkan karena dia tidak pintar atau tidak berpendidikan, tidak punya ijazah, tidak kuliah, tidak lulus sekolah dan lain sebagainya. Tetapi ternyata sekarang ada juga istilah pengangguran yang terbaru yaitu pengangguran intelektual. Tentu kita bertanya maksudnya apa pengangguran intelektual itu ?

            Pengangguran intelektual berasal dari dua kata yaitu pengangguran dan intelektual. Pengangguran maknanya seperti yang kita mafhumi bersama yaitu suatu hal atau keadaan dimana seseorang tidak bekerja atau tidak mempunyai pekerjaan. Sedangkan intelektual maknanya adalah cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Kalau digabung maka akan menjadi pengangguran intelektual yang artinya keadaan seseorang yang tidak bekerja atau tidak mempunyai pekerjaan padahal berpendidikan atau dengan kata lain orang yang berpendidikan tetapi tidak mempunyai pekerjaan. Tentu kita bertanya kok sampai ada istilah orang yang berpendidikan tetapi tidak bekerja.
            Di zaman modern seperti sekarang ini, pengangguran tidak hanya terjadi pada orang yang tidak berpendidikan saja tetapi ternyata virusnya bisa menyebar sampai kepada orang yang berpendidikan sekalipun.  Oleh sebab itu, jangan heran kalau zaman sekarang banyak orang yang meskipun berpendidikan tetapi nganggur apalagi yang tidak berpendidikan akan jauh lebih parah lagi. Banyak orang-orang terutama masyarakat desa karena melihat fenomena ini berkesimpulan bahwa ternyata pendidikan itu tidak menjamin seseorang menjadi sukses atau untuk ukuran orang-orang desa ukuran orang sukses itu adalah mampu menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Oleh sebab itu, kalau orang desa biasanya menyekolahkan anaknya sampai tingkat SMA kemudian setelah itu lanjut kuliah ke Malaysia ngambil jurusan kelapa sawit alias pergi TKI/TKW. Anggapan ini menurut hemat saya sangat salah dan pemerintah seharusnya bisa meluruskan pemahaman masyarakat yang beranggapan seperti ini. Karena akan sangat berbahaya untuk kemajuan bangsa apalagi di zaman modern seperti sekarang ini yang sangat kompetitif dimana sangat membutuhkan orang-orang yang mempunyai keterampilan khususnya keterampilan bahasa dan komputer yang dimana tiada lain tempat kita mendapatkannya adalah melalui pendidikan. Kalau sampai pendidikan saja sudah tidak berminat apalagi yang lain dan tentu pengangguran sudah bisa dipastikan akan semakin bertambah dan terus bertambah. Pemerintah seharusnya mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa pendidikan itu penting demi masa depan yang tidak tahu akan menjadi seperti apa nantinya. Kalau kita sudah berpendidikan paling tidak sudah ada pegangan dalam menghadapi tantangan zaman.
            Terkait dengan pengangguran intelektual yang dihadapi dan menjadi permasalahan sosial sekarang ini pemerintah harus bisa menjelaskan penyebabnya kepada masyarakat dan segera menanggulangi supaya istilah pengangguran khususnya pengangguran intelektual minimal bisa dikurangi dan kalau bisa dihapuskan. Mekipun itu sebenarnya sulit karena membutuhkan keseriusan dari pemerintah dimana tentu yang menjadi penghambat adalah masalah dana untuk melaksankan penaggulangan tersebut. Munculnya istilah pengangguran intelektual membuktikan bahwa sistem pendidikan di Indonesia masih lemah.
            Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar risau karena melihat pengangguran intelektual makin bertambah. Banyak lulusan diploma dan sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan.
            Berdasarkan Data BPS Agustus 2012, dari jumlah penduduk Indonesia usia produktif 110,8 juta orang, sekitar 53.88 juta orang (48,63 persen) adalah lulusan SD, dan 20,22 juta orang (18.25 persen) lulusan SMP. Sedangkan lulusan unversitas yang sudah bekerja hanya sebanyak 6,98 juta orang (6,30 persen) dan lulusan pendidikan Diploma hanya 2,97 juta orang (2,68 persen).
            Muhaimin mengatakan selama ini paradigma dan kurikulum pendidikan tingkat tinggi hanya mengejar jumlah kelulusan yang banyak, namun mengabaikan kualitas para alumninya yang tidak siap bersaing dalam mencari pekerjaan.
            "Link and match antara dunia pendidikan dan dunia kerja belum berjalan optimal. Lembaga-lembaga pendidikan seolah menerapkan target cepat lulus dan mendapat gelar sarjana, tanpa membekali alumninya dengan keterampilan kerja," kata Muhaimin.
            Bila fenomena seperti ini terus berlangsung, Muhaimin mengatakan Indonesia bakal dipenuhi oleh para penggangguran intelektual yang penyerapan kerjanya rendah karena lapangan kerja yang tersedia tak mampu menampung lulusan perguruan tinggi yang minim keahlian dan keterampilan kerja.
            "Ke depannya, sejak awal perguruan tinggi harus mampu mendesain profesi bagi para alumninya. Sejak semester pertama mahasiswa di masing-masing perguruan tinggi harus mampu mengukur profesi sehingga setelah tamat mereka sudah langsung siap bekerja," kata Muhaimin.
            Ada empat hal yang disiapkan untuk mengatasi pengangguran intelektual, yakni peningkatan kualitas SDM dengan membangun kompetensi kerja melalui  Balai Latihan Kerja (BLK), pembangunan sistem pendidikan, memfasilitasi tumbuh dan berfungsinya mekanisme bursa kerja (job fair) dan memprakarsai program pengembangan kewirausahaan.
            Selain itu perlu juga dikembangkan kurikulum yang dimana kurikulum tersebut tidak hanya menargetkan ilmu pengetahuan dalam bentuk teori saja tetapi seharusnya kurikulum tersebut menekankan kepada keterampilan khususnya dalam dunia kerja. Kurikulum seharusnya disesuaikan dengan dunia kerja artinya bahwa ketika lulus maka secara otomatis sudah mempunyai keterampilan dan keterampilan yang dimiliki tersebut memang dibutuhkan dalam dunia kerja. Penciptaan lapangan pekerjaan baru melalui program transmigrasi melalui pengembangan lahan-lahan pertanian dan industri pengolahan di kawasan transmigrasi juga dipandang penting untuk segera dilaksanakan.
            Melihat fenomena pengangguran intelektual yang terjadi sekarang ini disebabkan karena tidak adanya keterampilan yang dimiliki lulusan pendidikan yang dibutuhkan oleh dunia kerja sehingga ketika lulus dari perguruan tinggi mahasiswa tidak tau apa yang harus dikerjakan karena disamping tidak punya keterampilan juga latar belakang pendidikannya tidak dibutuhkan oleh dunia kerja disamping minimnya lapangan kerja yang di berikan oleh pemerintah.
            Menurut organisasi buruh internasional bahwa kelompok yang paling terpukul dengan tren minimnya lapangan kerja adalah para pemuda. ILO mencatat saat ini terdapat 73,8 juta pemuda berusia antara 15-24 tahun yang tidak bekerja. Selasa (Kompas, 22/01/2013).
Tahun lalu, tingkat pengangguran pemuda global sebesar 12,6 persen, dan menurut ILO, angka ini nampaknya akan meningkat hingga 12,9 persen pada 2017.
            Hal ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran ini karena dunia pendidikan dalam pandangan masyarakat akan dianggap tidak ada gunanya seiring dengan semakin bertambahnya pengangguran intelektual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 (Anwar Sadat )_Abadikan Nama dengan Menulis.