Langit
biru memayungi kawasan desa Kawo yang indah akan pemandangan sawahnya. Matahari
senyum berseri mengiringi kokok ayam pagi. Hujan yang turun semalaman kini
telah berhenti. Tanah masih basah dan rumput masih tampak berselimutkan embun
pagi, segar dan bercahaya.
Sekumpulan
anak remaja kelihatan seperti menunggu seseorang didepan sebuah rumah sederhana
tapi bernilai artistik yang lumayan tinggi. Diatas berugaq di samping rumah,
tampak seorang remaja berbaring bermalas-malasan.
Berkali-kali
ibunya memanggil, tetapi ia seperti tak mengacuhkannya. Rupanya ia terlena
kembang tidur yang didendangkan oleh hujan semalaman. Sehabis shalat subuh tadi
ia terpaksa pindah tidur di berugaq. Maksudnya, supaya ia cepat bangun apabila
teman-temannya datang menjemputnya. Ia telah sepakat untuk pergi santai ke
pantai senggigi bersama Siska, Myla, Alda, dan lima orang teman yang lain.
Seorang
wanita keluar dari pintu samping rumahnya kemudian menghampiri berugaq. Ia agak
kesal karena panggilannya tak dihiraukan oleh anak itu.
“War
! Anwar !” panggilnya kepada anak itu sambil menarik-narik kain sarungnya.
“Ha …!”. Ia agak terkejut dan duduk menatap tajam
setajam silet kepada ibunya.
“Sudah
jam delapan nih, katanya kamu mau pergi ke senggigi,” lanjut ibunya tanpa
menunggu reaksi anak itu.
“O,
ya …., apa teman-teman sudah datang , Bu ?” tanyanya dengan nada terkejut
sambil mengusap matanya.
“Mereka sudah menunggu tuch, di
halaman depan,” jawab ibunya.
Bersamaan
dengan itu Siska, Myla, Alda dan teman-temannya yang lain sudah berada tidak
jauh dari berugaq.
“Ah,
bagaimana ini, Pak Presiden (sebutannya kepada Anwar) belum bangun nech,
sementara anak buah sudah pada kumpul?” olok Alda yang oleh temannya dijuluki
si gadis centil.
“Tuh,
bagaimana kata temanmu, sana cepat mandi !” ujar ibunya.
“Alda,
ajak teman-temanmu duduk di berugaq dulu sambil menunggu Anwar” kata Ibu Anwar
kepada Alda.
Tanpa
canggung-canggung Alda segera memepersilahkan teman-temannya duduk di berugaq
itu. Alda masih bersaudara sepupu dengan Anwar. Jadi, ia tidak merasa asing
lagi di rumah itu alias seperti rumah sendiri gitu lho.
“Alda
!” panggil wanita itu dari balik pintu dapur.
“Ya,
Bi,” sahut Alda sambil berlari masuk ke dapur. Selang beberapa menit Ia sudah
keluar sambil membawa nampan dan beberapa cangkir berisi kopi. Sementara itu
wanita tadi berjalan di belakangnya sambil membawa nampan berisi ubi rebus yang
baru diangkat dari dandang. Asapnya masih mengepul dan baunya sedap sehingga
membangkitkan selera makan.
“Ayo,
silahkan, Nak !” kata wanita itu kepada mereka ramah, dan ia pun kembali
kedapur.
“Ini,
pasti yang tidak bisa makan “ambon” hanya Myla?” ejek Alda kepada Myla, gadis
putih yang baru sebulan lalu pindah dari Surabaya ke sekolah mereka. Tapi ia
cepat akrab dengan teman-temannya.
“Apa
itu ambon ? Ibu kota Maluku yea. Saya memang tidak bisa makan ambon,” katanya
serius.
Ketika
itu teman-temannya yang lain malah tertawa cekikikan mendengar jawaban polos
dari myla.
“Lho,
kenapa kalian tertawa, aku serius nech !” kata Myla
“Sebentar
dulu, jangan marah dulu yea neng” sela Siska,” Ambon itu kalau di Lombok, yea
ini !”, lanjut Siska sambil memandang ubi rebus itu dan memasukkannya ke dalam
mulutnya.
“Oh….
Jadi,” ia tak meneruskan ucapannya dan tersipu malu.
“Iya…
ambon itu yea ubi, jadi bisa nggak kamu makan ambon?” ujar Alda.
“O,
tentu saja bisa bangget dong,” sahut Myla sambil memegang ubi dan memakannya
bersama teman yang lain.” Ada-ada saja,” katanya dalam hati.
Ketika
sedang asyik bersenda gurau serta bercanda di berugaq, Anwar pun muncul dari
pintu depan. Pakai kaos bertuliskan I Love You Lombok. Kaos semacam itu banyak
dijual dimana-mana. Anwar terus melangkah mendekati teman-temannya. “E, Pak
Presiden sudah datang nech, kaosnya keren banget tuch,” puji Alda.
“Woessss…
siapa dulu dong, Anwar gitu Loch,” kata Anwar sok keren.
“By
the way, bagaimana dengan rencana kita selanjutnya”, ujar Anwar, “ Siap
berangkat ?”
“Ah,
ngusir nih !” sela Siska
“Bukannya
ngusir bro, tapi jam sudah menunjukkan pukul 08.30. Kalau kesiangan nanti kita
kepanasan di jalan,” kata Anwar.
“Baiklah,
kawan-kawan, siap berangkat sekarang?” Tanya Alda.
“Siap!”
jawab mereka serentak plus semangat. Setelah permisi kepada Ibu Anwar, mereka
meninggalkan rumah itu ke arah barat menuju Pantai Senggigi.
****
Pantai
Sesnggigi merupakan tempat wisata yang termasuk paling terkenal di Pulau
Lombok, banyak para wisatawan asing santai-santai dan berjemur di pantai
tersebut. Berjejer seperti ikan yang di Jual di Pasar. He… he… he…
Setelah
hampir 2 (dua) jam perjalanan akhirnya sampailah mereka di Pantai Senggigi,
mereka langsung ganti baju dan mandi di pantai tersebut, maklumlah orang desa
baru pertama kali ke Pantai jadinya tanpa pikir panjang lagi langsung
menceburkan diri di Pantai.
Anwar
langsung geleng-geleng kepala melihat temannya yang baru sampai tapi langsung
mandi tanpa istirahat terlebih dahulu.
“Waduh…
waduh… apa ndak sebaiknya kita istirahat dulu ?” tanya Anwar kepada temannya.
“
Tidak usah lah, biarkan sudah mereka senang-senang, toch juga tujuan kita ke
sini kan buat santai,” ujar Alda membela.
“yea
sudah kalau begitu,” jawab anwar sambil duduk di bawah sebuah pohon kelapa
didekat pantai.
“Pak
Presiden ndak mandi?” Tanya Siska dari tepi pantai.
“Lanjutkan
bro, saya mau istirahat dulu”, jawab Anwar sambil menikmati pemandangan sekitar
pantai.
“Oke,
Pak Presiden”, jawab Siska kemudian melanjutkan bermain air bersama teman-teman
yang lain.
Setelah
beberapa lama, karena sudah merasa cukup dengan istirahatnya, Anwar langsung
ikut bergabung bersama teman-temannya yang lain.
“Teman-teman,
I’m Coming,” kata Anwar sambil berteriak berlari menuju temannya di air
****
Hampir 1 (satu) jam mereka bermain di air, mereka kemudian
istirahat dan langsung memesan nasi untuk mengisi perut mereka yang super lapar
setelah lama bermain.
“Teman-Teman pesan apa?”
Tanya Anwar kepada teman-temannya.
“Pop Mie Pak Presiden”, jawab
Alda dan di ikuti oleh teman-teman yang lain.
Tidak menunggu terlalu lama Pop mie telah tersedia dengan
bau yang insya Allah menggugah selera makan. Mereka makan dengan lahapnya
sambil bercanda ria. Di sanalah terlihat kebersamaan diantara mereka, memang
kalau bersama sahabat, silaturrahmi akan tetap terjaga dan semakin erat.
Sahabat memang luar biasa.
“Terima kasih sahabat-sahabatku”. Kata Anwar dalam hati
sambil melihat keceriaan diantara teman-temannya.
****
Jam sudah menunjukkan pukul 13.40 wita. Anwar, Alda, Myla,
Siska dan temannya yang lain sudah berkumpul di sebuah mushala. Mereka akan
melaksankan shalat Zuhur.
“Alda,
kamu bawa mukena?” tanya Anwar kepada Alda.” Kita shalat zuhur dulu” lamjutnya.
“Ya, jam berapa?” tanya Alda.
“Sudah jam 13.40 nih,” jawab Anwar.
Setelah mereka mengambil air wudu, mereka kemudian shalat
berjamaah dengan Anwar sebagai imamnya.
Lima belas menit kemudian, mereka sudah selesai shalat dan
bersiap-siap untuk meninggalkan Pantai senggigi.
“Alhamdulillah, setelah kita santai seperti ini, semoga
kita semakin kompak yea,” ujar Anwar.
“Amien, “ jawab Alda dan didikuti oleh teman-temannya yang
lain.
“Besok kalau ada kesempatan, kita kesini lagi yea, “ kata
Myla dengan semangatnya.
“Pastinya dong, “ jawab Anwar meyakinkan.
Mereka
terus berjalan menuju tempat parkir untuk mengambil sepeda motor, akhirnya setelah
semua sudah naik. Mereka meluncur menuju rumah tercinta dengan perasaan gembira
dan merasa puas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar