Perlunya Penanaman
Pendidikan Karakter (Budi Pekerti) Sedini Mungkin dalam Pendidikan
“Pendidikan adalah
upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran
(intelek), dan jasmani anak didik.”
(Ki Hajar Dewantara,
tokoh pendidikan Indonesia)
kita pasti
tidak asing lagi dengan nama Ki Hajar Dewantara, beliau adalah menteri
pendidikan nasional pertama dan pendiri sekolah pertama yang beliau beri nama
dengan Taman Siswa. Karena jasanya itulah maka sudah sepantasnyalah bangsa
Indonesia yang merupakan bangsa yang merdeka yang menghargai para pahlawannya
merayakan hari kelahirannya yaitu pada tanggal 2 mei sebagai hari pendidikan
nasional. Tentu kita tidak ingin hanya merayakan hari kelahirannya saja tetapi
kita seharusnya melanjutkan cita-citanya yaitu memajukan pendidikan di
Indonesia karena kemajuan dan kemunduran suatu bangsa bisa dilihat dari
seberapa majunya dalam sistem pendidikan.
Tapi apakah
pendidikan di Indonesia sudah bisa sesuai dengan perkataan beliau mengenai
pengertian pendidikan ? tentu kita menjawab belum. Apa sebabnya ? karena
pendidikan kita saat ini hanya mementingkan aspek kognitif saja tanpa
mementingkan aspek yang lain. Padahal kalau kita sedikit melihat pengertian
pendidikan yang disampaikan Ki Hajar Dewantara diatas bahwa pendidikan itu
merupakan upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter)…”
dari pernyataan ini kita bisa melihat bahwa yang didahulukan dalam pendidikan
itu adalah pembentukan budi pekerti atau pembentukan karakter. Karena
pendidikan budi pekerti atau pendidikan karakter merupakan suatu pondasi bangsa
yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini kepada anak didik. Disamping
aspek-aspek yang lain juga penting namun pendidikan karakter ini merupakan
pondasi utama atau yang lebih mendasar yang seharusnya lebih diutamakan. Dari
berbagai kasus saat ini seperti yang sering kita lihat maupun baca di media
baik media masa maupun elektronik adalah masalah korupsi. Kita tentu sadar
bahwa orang-orang yang melakukan korupsi itu adalah putra-putra bangsa
Indonesia yang cerdas yang dimiliki bangsa Indonesia tetapi kenapa sampai hati
melakukan hal yang tidak terpuji seperti itu yang jelas-jelas dilarang di dalam
agama. Itu disebabkan karena mentalnya yang tidak baik sehingga perlu diterapi.
Dampak
globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat Indonesia melupakan
pendidikan karakter bangsa. Peristiwa seperti korupsi, kolusi dan nepotisme
yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa masyarakat ternyata mampu melakukan
tindakan yang sebelumnya mungkin belum pernah terbayangkan. Hal itu karena
globalisasi telah membawa kita pada “penuhanan” materi sehingga terjadi ketidak
seimbangan antara pembangunan ekonomi dan tradisi kebudayaan masyarakat.
Sebenarnya
kalau kita kembali melihat jenis mata pelajaran yang diajarkan mulai dari SD
sampai dengan Perguruan Tinggi, upaya dalam melakukan pendidikan budi pekerti
di Indonesia telah dilakukan, yaitu dalam bentuk pengintegrasian pendidikan
tersebut dengan mata pelajaran yang sesuai seperti agama dan PPKn. Namun dengan
kondisi yang kita alami sekarang ini yaitu krisis moral, pendidikan yang
bernuansakan budi pekerti seperti agama dan PPKn tersebut dianggap telah gagal
menjalankan misinya. Penyebabnya antara lain seperti yang disebutkan dalam
bukunya Masnur muslich yang berjudul
Pendidikan Karakter : Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional karena
tiga hal: Pertama, pelajarn-pelajaran yang mengembangkan karakter bangsa
seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Pendidikan Agama, Ilmu
Pengetahuan Sosial dalam pelaksanaan pembelajarannya lebih banyak menekankan
pada aspek kognitif dari pada aspek afektif dan psikomotor. Penilaian dalam mata-mata
pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan nilai belum secara total mengukur
sosok utuh pribadi siswa. Kedua, meskipun materinya potensial untuk
pendidikan demokrasi dan kewarganegaraan, tetapi tidak bisa berkembang karena
pendekatan dalam pembelajarannya bersifat indoktrinatif, regimentatif (bersifat
kekuasaan), monologis, dan tidak partisipatif. Ketiga, substansi
pelajaran itu lebih teotitis. Tidak heran kalau terdapat kesenjangan yang jelas
antara teoritis dan wacana yang dibahas dengan realitas sosial politik yang
ada.
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya pendidikan di Indonesia
telah berusaha untuk menanamkan pendidikan budi pekerti dalam proses pendidikan,
terbukti dengan pengintegrasian pendidikan dengan mata pelajaran Agama Islam
dan PPKn namun ternyata secara operasional hanya menekankan pada aspek kognitif
saja padahal budi pekerti itu menyangkut aspek afektif yang berupa sikap dan
perilaku peserta didik untuk di praktekkan dalam kehidupannya sehari-hari.
Budi pekerti
berisi nilai-nilai perilaku manusia yang diukur menurut kebaikan dan
keburukannya yang disesuaikan dengan norma agama, norma hukum, tata krama dan
sopan santun, norma budaya/adat istiadat masyarakat. Budi pekerti akan
melahirkan perilaku positif yang dimana diharapkan dapat terwujud dalam
perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian peserta didik.
Penerapan
pendidikan budi pekerti bisa dilakukan dengan berbagai strategi pengintegrasian
seperti dalam kegiatan sehari-hari di sekolah, sebagai berikut :
Pertama,
melalui peneladanan/pemberian contoh langsung kepada peserta didik. Pemberian
contoh/peneladanan ini bisa dilakukan oleh kepala sekolah, staf tata usaha
sekolah, para guru, satpam, tukang kebun, penjaga sekolah yang dapat di jadikan
model bagi peserta didik. Intinya pihak sekolah harus memberikan contoh yang
baik terlebih dahulu sebelum diterapkan kepada peserta didik.
Kedua,
penilaian langsung terhadap peserta didik seperti para guru misalnya langsung
mengetahui sikap/tingkah laku peserta didik yang kurang baik, misalnya yang
sering kita liat yaitu mencoret dinding, tidak sopan terhadap guru, suka
terlambat, suka membuat ribut dikelas, mencontek saat ujian dan sebagainya.
Ketiga,
melalui teguran. Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk
dan mengingatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru dapat
membantu mengubah tingkah laku mereka. Cara ini akan bisa berhasil tentunya
apabila guru sudah menjadi teladan terlebih dahulu bagi peserta didik. Kalau
para guru sendiri sering dilihat berperilaku buruk oleh muridnya tentu akan
sangat sulit cara ini bisa berjalan. Jadi tidak hanya peserta didik yang
diharuskan berperilaku baik tetapi para guru juga harus mengintrospeksi diri
sebelum menegur atau mengajarkan perilaku baik kepada peserta didik.
Keempat,
kondisi lingkungan sekolah yang baik artinya suasana sekolah perlu di
kondisikan sedemikian rupa dengan penyediaan sarana fisik untuk menunjang
keberhasilan penanaman pendidikan budi pekerti disekolah seperti contohnya
pihak sekolah menyediakan tempat sampah disetiap kelas, memasang slogan-slogan
mengenai pentingnya budi pekerti yang mudah dibaca oleh peserta didik,
aturan/tata tertib juga harus ditempelkan ditempat-tempat yang memungkinkan
siswa untuk sering melihat dan membacanya. Jangan hanya ditempel di ruang guru
yang dimana tidak mungkin peserta didik sering berada disana.
Kelima,
kegiatan rutin. Pihak sekolah membuat jadwal kegiatan yang harus dilakukan oleh
peserta didik setiap hari. Misalnya sebelum mulai pelajaran harus berdoa
terlebih dahulu begitu juga ketika selesai pelajaran harus ditutup dengan do’a
bersama, membersihakn kelas/belajar, membiasakan shalat berjamaah, membiasakan
shalat duha terlebih dahulu sebelum mulai kegiatan belajar mengajar dan
sebagainya.
Kalau
kegiatan diatas bisa dilakukan secara konsisten, maka pendidikan budi pekerti
yang diharapkan Insya Allah bisa terwujud. Karena niat dan tujuan yang baik
tentu harus dicapai dengan cara-cara yang baik pula dan sedini mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar