Tarekat Naqsyabandiyah
Pendiri tarekat naqsyabandiyah ini
adalah Muhammad bin Baha’uddin Al-huawaisi Al-Bukhari (717-791 H).
Naqsyabandiyah ini mempunyai arti yaitu lukisan, karena ia ahli dalam
memberikan gambaran kehidupan yang ghaib-ghaib.
Tarekat naqsyabandiyah ini
mengajarkan cara berdo’a, baca al-qur’an dan berzikir yang sangat sederhana.
Namun tarekat ini lebih mengutamakan zikir dalam hati daripada zikir dengan
lisan. Ada enam dasar yang dipakai sebagai pegangan untuk mencapai tujuan. Dalam
tarekat ini, yaitu: Taubat, Uzla, Zuhud, Takwa, Qona’ah dan Taslim.
Hukum yang dijadikan dalam tarekat
ini ada enam, yaitu: Zikir, meninggalkan hawa nafsu, meninggalkan kesenangan
duniawi, melaksanakan ajaran agama dengan sungguh-sungguh, berbuat baik kepada
makhluk Allah dan mengerjakan amal kebaikan.
Tarekat Naqsabandiyah sudah hadir
sejak ratusan tahun lalu di Indonesia. Di Padang, Sumatra Barat (Sumbar),
Naqsabandiyah dibawa oleh Syekh Tahib yang menuntut ilmu di Makkah selama 25
tahun.
Imam surau Tarekat Naqsabandiyah,
Zahar (57 tahun) mengaku, dia mulai berdakwah di Padang sekitar tahun 1900-an.
Kemudian ia menurunkan ilmunya kepada kemenakannya, Syekh Munir. Ilmu ini terus
diturunkan sampai kepada Syafri Malin Mudo yang kini menjadi guru besar tarekat
di Padang dan sekitarnya.
Tarekat ini tidak hanya ada di Kota
Padang, tetapi juga ada di wilayah Solok, Payakumbuh, dan Pasaman. Penyebaran
tarekat ini dilakukan dengan menurunkan ilmu suluk dari guru besar kepada
murid-muridnya di surau.
Murid tersebut kemudian menyebarkan
ajaran ini dengan mendirikan surau di kampung halaman masing-masing.
"Biasanya mereka menuntut ilmu satu sampai dua tahun," ungkap Zahar yang
telah 30 tahun berdakwah. Kecuali penetapan Ramadhan, tidak ada perbedaan dalam
tata cara beribadah di Tarekat Naqsabandiyah. Seluruhnya dilaksanakan seperti
yang tercantum dalam Alquran dan hadits.
Karena perbedaannya dalam memutuskan
waktu Ramadhan, beberapa kali Tarekat Naqsabandiyah didatangi oleh Kementerian
Agama. Bahkan Menteri Agama datang sendiri ke surau tersebut untuk
bersilaturahmi. Ajaran ini bukanlah ajaran sesat, tegas Zahar. Islam sangat
menghargai keragaman. Pun Tarekat Naqsabandiyah. Jangan sampai perbedaan ini
memecah belah umat.
Ajaran Dasar Thoriqoh Naqsyabandiyah .
1)
“Huwasy
Dardam” , yaitu pemeliharaan keluar masuknya nafas, supaya hati tidak lupa
kepada Allah SWT atau tetap hadirnya Allah SWT pada waktu masuk dan keluarnya
nafas. Setiap murid atau salik menarikkan dan menghembuskan nafasnya, hendaklah
selalu ingat atau hadir bersama Allah di dalam hati sanubarinya. Ingat kepada
Allah setiap keluar masuknya nafas, berarti memudahkan jalan untuk dekat kepada
Allah SWT, dan sebaliknya lalai atau lupa mengingat Allah, berarti menghambat
jalan menuju kepada- Nya.
2)
“Nazhar
Barqadlam” yaitu setiap murid atau salik dalam iktikaf/suluk bila berjalan harus
menundukkan kepala, melihat ke arah kaki dan apabila dia duduk dia melihat pada
kedua tangannya. Dia tidak boleh memperluas pandangannya ke kiri atau ke kanan,
karena dikhawatirkan dapat membuat hatinya bimbang atau terhambat untuk
berzikir atau mengingat Allah SWT. Nazhar Barqadlam ini lebih ditekankan lagi
bagi pengamal tarikat yang baru suluk, karena yang bersangkutan belum mampu
memelihara hatinya.
3)
“Safar
Darwathan” yaitu perpindahan dari sifat kemanusiaan yang kotor dan rendah, kepada
sifat-sifat kemalaikatan yang bersih dan suci lagi utama. Karena itu wajiblah
bagi si murid atau salik mengontrol hatinya, agar dalam hatinya tidak ada rasa
cinta kepada makhluk.
4)
“Khalwat Daranjaman” yaitu
setiap murid atau salik harus selalu menghadirkan hati kepada Allah SWT dalam
segala keadaan, baik waktu sunyi maupun di tempat orang banyak. Dalam Tarikat
Naqsyabandiyah ada dua bentuk khalwat :
a. Berkhalwat
lahir, yaitu orang yang melaksanakan suluk dengan mengasingkan diri di tempat
yang sunyi dari masyarakat ramai.
b. Khalwat
batin, yaitu hati sanubari si murid atau salik senantiasa musyahadah,
menyaksikan rahasia- rahasia kebesaran Allah walaupun berada di tengah- tengah
orang ramai.
5)
“Ya
Dakrad” yaitu selalu berkekalan zikir kepada Allah SWT, baik zikir ismus zat
(menyebut Allah, Allah,.), zikir nafi isbat (menyebut la ilaha ilallah), sampai
yang disebut dalam zikir itu hadir.
6)
“Bar
Kasyat” yaitu orang yang berzikir nafi isbat setelah melepaskan nafasnya,
kembali munajat kepada Allah dengan mengucapkan kalimat yang mullia. “Wahai
Tuhan Allah, Engkaulah yang aku maksud (dalam perjalanan rohaniku ini) dan
keridlaan-Mulah yang aku tuntut” . Sehingga terasa dalam kalbunya rahasia
tauhid yang hakiki, dan semua makhluk ini lenyap dari pemandangannya.
7)
“Nakah
Dasyat” yaitu setiap murid atau salik harus memelihara hatinya dari kemasukan
sesuatu yang dapat menggoda dan mengganggunya, walaupun hanya sebentar. Karena
godaan yang mengganggu itu adalah masalah yang besar, yang tidak boleh terjadi
dalam ajaran dasar tarikat ini. Syekh
Abu Bakar Al Kattani berkata, “Saya menjaga pintu hatiku selama 40 (empat
puluh) tahun, aku tiada membukakannya selain kepada Allah SWT, sehingga
menjadilah hatiku itu tidak mengenal seseorang pun selain daripada Allah SWT.” Sebagian ulama tasawuf berkata “Aku menjaga
hatiku 10 (sepuluh) malam, maka dengan itu hatiku menjaga aku selama 20
(duapuluh) tahun.”
8)
“Bad
Dasyat” yaitu tawajuh atau pemusatan perhatian sepenuhnya pada musyahadah,
menyaksikan keindahan, kebesaran, dan kemuliaan Allah SWT terhadap Nur Zat
Ahadiyah (Cahaya Yang Maha Esa) tanpa disertai dengan kata- kata. Keadaan “Bad
Dasyat” ini baru dapat dicapai oleh seorang murid atau salik, setelah dia
mengalami fana dan baka yang sempurna. Adapun tiga ajaran dasar yang berasal
dari Bahauddin Naqsyabandi adalah,
9)
“Wuquf
Zamani” yaitu kontrol yang dilakukan oleh seorang murid atau salik tentang
ingat atau tidaknya ia kepada Allah SWT setiap dua atau tiga jam. Jika ternyata
dia berada dalam keadaan ingat kepada Allah SWT pada waktu tersebut, ia harus
bersyukur dan jika ternyata tidak, ia harus meminta ampun kepada Allah SWT dan
kembali mengingat- Nya.
10)
“Wuquf
‘Adadi” yaitu memelihara bilangan ganjil dalam menyelesaikan zikir nafi isbat,
sehingga setiap zikir nafi isbat tidak diakhiri dengan bilangan genap. Bilangan
ganjil itu, dapat saja 3 (tiga) atau 5 (lima) sampai dengan 21 (duapuluh satu),
dan seterusnya.
11)
“Wuquf Qalbi” yaitu
sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Ubaidullah Al- Ahrar, “Keadaan hati
seorang murid atau salik yang selalu hadir bersama Allah SWT”. Pikiran yang ada
terlebih dahulu dihilangkan dari segala perasaan, kemudian dikumpulkan segenap
tenaga dan panca indera untuk melakukan tawajuh dengan mata hati yang hakiki,
untuk menyelami makrifat Tuhannya, sehingga tidak ada peluang sedikitpun dalam
hati yang ditujukan kepada selain Allah SWT, dan terlepas dari pengertian
zikir.
DAFTAR
PUSTAKA
http:// Tarekat
Naqsabandiyah 'Kami Bukan Aliran Sesat'
_ Republika Online.htm, di akses pada tgl 9 oktober 2014
http://Ikhsan Efendi
88 Jenis-Jenis Tarekat Dan Ajarannya.htm,
diakses pada tgl 9 oktober 2014
http://AJARAN DASAR THORIQOH NAQSYABANDIYAH _.htm,
diakses pada tgl 9 oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar