“Hiduplah Seperti Pohon Kayu Yang Lebat Buahnya, Hidup Di Tepi Jalan Dan Dilempari Orang Dengan Batu, Tetapi Dibalas Dengan Buah” (Abu Bakar Sibli)

Selasa, 08 Oktober 2013

Ilmu Pendidikan Islam : Metode Dalam Pendidikan Islam



BAB I
PENDAHULUAN
            Pendidikan islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan pendidikannya kearah tujuan pendidikan islam yang dicita-citakan yaitu terbentuknya pribadi yang beriman yang senantiasa siap sedia mengabdi kepada Allah SWT. Bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum pendidikan islam, ia tidk akan berarti apa-apa, manakala tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentransformasikannya kepada peserta didik. Ketidak tepatan dalam penerapan metode secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar yang akan berakibat membuang waktu dan tenaga secara percuma. Karenanya, metode adalah syarat untuk efisiensinya aktivitas kependidikan islam. Hal ini berarti bahwa metode termasuk persoalan yang esensial, karena tujuan pendidikan islam itu akan tercapai secara tepat guna manakala jalan yang ditempuh menuju cita-cita tersebut benar-benar tepat. Materi yang benar dan baik, tanpa menggunakan metode yang baik maka akan menjadikan keburukan materi tersebut. Kebaikan materi harus ditopang oleh kebaikan metode juga.
            Dari sudut pandang filosofis, metode adalah merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidika. Secara essensial metode sebagai alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan itu mempunyai fungsi ganda[1] :
1.      Polipragmatis, yaitu manakala metode itu mengandung kegunaan yang serba ganda (multi purpose). Misalnya metode tertentu pada suatu situasi dan kondisi yang lain dapat digunakan untuk membangun atau memperbaiki. Kegunaannya dapat bergantung kepada si pemakai atau pada corak dan bentuk serta kemampuan dari metode sebagai alat. Contoh konkrit dalam hal ini seperti Audio Visual Methods yang mempergunakan Video Casette Recorder yang dapat merekam dan menayangkan semua jenis film, baik moralis maupun pornografis.
2.      Monopragmatis, yaitu alat yang hanya dapat dipergunakan untuk mencapai satu macam tujuan saja. Misalnya metode eksperimen ilmu alam yang menggunakan laboratorium ilmu alam, hanya dapat dipergunakan untuk eksperimen-eksperimen bidang ilmu alam, dan tidak dipergunakan untuk eksperimen imu-ilmu lain seperti ilmu sosial dan lain-lain.
            Perlu difahami bahwa penggunaan metode dalam pendidikan islam pada prinsipnya adalah pelaksanaan  sikap hati-hati dalam pekerjaan mendidik dan mengajar. Hal ini mengingat bahwa sasaran pendidikan islam itu adalah manusia yang telah memiliki kemampuan dasar untuk dikembangkan. Sikap kurang hati-hati akan dapat berakibat fatal sehingga mungkin saja kemampuan dasar yang telah dimiliki peserta didik itu tidak akan berkembang secara wajar, atau pada tingkat yang paling fatal dapat menyalahi hukum-hukum dan arah perkembangannya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah SWT. Tuhan Pencipta sekalian alam. Untuk itu sangat dibutuhkan pengetahuan yang utuh mengenai jati diri manusia dalam rangka membawa dan mengarahkannya untuk memahami realitas diri, Tuhan dan alam semesta, sehingga ia dapat menemukan esensi dirinya dalam lingkaran realitas itu.[2]


BAB II
PEMBAHASAN
METODE DALAM PENDIDIKAN ISLAM
1.      Pengertian Metode Pendidikan Islam
            Secara literal, metode berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kosa kata, yaitu “meta” yang berarti melalui dan “hodos” yang berarti jalan. Jadi metode berarti jalan yang dilalui. Runes, sebagaimana dikutip oleh Muhammad Noor Syam, secara teknis menerangkan bahwa metode adalah[3] :
1.      Sesuatu prosedur yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan
2.      Sesuatu teknik mengetahui yang dipakai dalam proses mencari ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu
3.      Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu prosedur
            Berdasarkan pendapat Runes tersebut, bila dikaitkan dengan proses kependidikan islam, maka metode berarti suatu prosedur yang dipergunakan pendidik dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (dari segi pendidik). Selain itu metode juga dapat berarti teknik yang dipergunakan peserta didik untuk menguasai materi tertentu dalam proses mencari ilmu pengetahuan (dari segi peserta didik). Kemudian dapat pula berarti cara yang dipergunakan dalam merumuskan aturan-aturan tertentu dari suatu prosedur (dari segi pembuat kebijakan). Ahmad Tafsir, secara umum membatasi bahwa metode pendidikan ialah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik. Kemudian Abdul Munir Mulkan, mengemukakan bahwa metode pendidikan adalah suatu cara yang dipergunakan untuk menyampaikan atau mentransformasikan isi atau bahan pendidikan kepada anak didik.[4]
            Sementara itu, al-Syaibany, menjelaskan bahwa metode pendidikan adalah segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya, ciri-ciri perkembangan peserta didiknya, dan suasana alam sekitarnya dan tujuan membimbing peserta didik untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.[5] Sedangkan Muhammad Athiyah al-Abrasyi mengartikan metode sebagai jalan yang dilalui untuk memperoleh pemahaman pada peserta didik,[6] sementara itu Abd. Aziz mengartikan metode dengan cara-cara memperoleh informasi, pengetahuan, pandangan, kebiasaan berfikir, serta cinta kepada ilmu, guru, dan sekolah.[7] Menurut DR. Ahmad Husain al-liqaniy, metode adalah “Langkah–langkah yang diambil guru guna membantu para murid merealisaikan tujuan tertentu”. Dalam bahasa arab metode dikenal dengan istilah Thariqoh yang berarti langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Bila dihubungkan dengan Pendidikan maka langkah tersebut harus diwujudkan dalam proses pendidikan dalam rangka pembentukan kepribadian. Dengan demikian dapat dipahami bahwa metode merupakan cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[8]
            Al-Syaebany (1979: 551) mengemukakan beberapa pendapat para ahli pendidikan islam mengenai pengertian metode yang umumnya lebih mengarah pada pengertian metode mengajar di antaranya[9] :
1)      Al-Abrasy mendefinisikan sebagai tehnik (pola) yang di ikuti untuk memberikan pemahaman kepada murid-murid dalam segala mata pelajaran.
2)      Ghunaimah menyebut metode sebagai cara yang diikuti oleh guru untuk menyampaikan sesuatu kepada anak didik. Selain itu, metode dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terarah bagi guru yang menyebabkan terjadi proses belajar mengajar, sehingga pengajaran menjadi berkesan.
            Selain definisi yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan di atas, masih terdapat pula definisi-definisi yang lain, akan tetapi yang terpenting untuk kita ketahui adalah pokok-pokok yang terkandung dalam tiap definisi metode tersebut. Makna pokok yang dapat di simak antara lain[10] :
1)      Metode adalah cara yang digunakan untuk menjelaskan materi pendidikan atau pengajaran kepada anak didik
2)      Cara yang digunakan merupakan cara yang tepat guna untuk tercapainya materi pendidikan atau pengajaran tertentu dalam kondisi tertentu.
3)      Melalui cara itu diharapkan materi yang disampaikan mampu memberi kesan yang mendalam pada diri anak didik.
            Bertolak dari rumusan tersebut di atas, maka dalam memilih suatu metode harus mempertimbangkan berbagai faktor diantaranya; metode harus disesuaikan dengan kemampuan guru yang akan menggunakan metode, tujuan dari materi yang akan diberikan, jenis mata pelajaran, kesiapan siswa yang akan menerima pelajaran yang diberikan guru, mempertimbangkan juga situasi dan kondisi tempat dilaksanakannya metode tersebut; sarana atau alat-alat yang bisa mendukung penggunaan metode tersebut. Karena, mungkin saja suatu metode dinilai baik untuk materi dan kondisi tetentu, tetapi (sebaliknya) kurang relevan digunakan pada materi yang berbeda dan suasana yang berlainan. Demikian pula, bisa jadi suatu metode sangat efektif penggunaan oleh guru yang satu, akan tetapi tidak efektif untuk guru yang lain. Dalam pelaksanaan proses pendidikan, terutama dalam memberikan pengajaran, terdapat berbagai ragam metode yang dikemukakan oleh para ahli. Hal ini menurut Zuhaerini dkk. (1977: 80-81) disebabkan oleh beberapa faktor antara lain[11] :
1)      Tujuan yang berbeda dari masing-masing mata pelajaran sesuai dengan jenis, sifat maupun isi mata pelajaran masing-masing. Misalnya dari segi tujuan dan sifat pelajaran tauhid yang membicarakan masalah keimanan tentunya lebih bersifat filosofis, daripada pelajaran fiqih yang bersifat praktis dan menekankan pada aspek keterampilan. Oleh karena itu cara atau metode yang dipakai juga harus berbeda.
2)      Perbedaan latar belakang individual anak, baik latar belakang kehidupan, tingkat usianya maupun tingkat kemampuan berfikirnya. Oleh karena itu cara atau metode mengajar agama pada tingkat perguruan tinggi tidak dapat disamakan dengan mengajar disekolah dasar.
3)      Perbedaan situasi dan kondisi dimana pendidikan berlangsung dengan pengertian di samping perbedaan jenis lembaga pendidikan (sekolah) masing-masing, juga letak geografis dan perbedaan sosial kultural ikut menentukan metode yang dipakai oleh guru.
4)      Perbedaan pribadi dan kemampuan dari para pendidik masing-masing. Seorang guru yang pandai menyampaikan sesuatu dengan lisan, disertai mimik, gerak lagu tekanan suara akan lebih berhasil dengan menggunakan metode ceramah dari pada guru lain yang karena pembawaannya, dia tidak pandai berbicara dan berakting di muka kelas.
5)      Karena adanya sarana dan fasilitas yang berbeda baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitasnya. Suatu sekolah yang sudah lebih lengkap peralatan sekolahnya, baik sarana pergedungan, kelas dan alat pelajaran untuk praktikum relatif lebih mudah melaksanakan metode demonstrasi dan eksperimen dari pada sekolah-sekolah yang serba kekurangan sarana pendidikannya.
            Oleh karena itu dalam pendidikan islam, tidak ada jalan untuk memaksakan metode tertentu harus dipergunakan oleh seorang guru. Bahkan guru dalam pendidikan islam adalah pencipta metode mengajar. Oleh karena itu, guru berhak memilih atau menolak penggunaan suatu metode tetentu yang disesuaikan dengan kemampuan dan tujuan serta jenis materi yang diajarkan.[12]
2.      Dasar Metode Pendidikan Islam
            Dalam penerapannya, metode pendidikan Islam menyangkut permasalahan individual atau sosial peserta didik dan pendidik itu sendiri. Untuk itu dalam menggunakan metode,  seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan Islam. Sebab  metode pendidikan merupakan sarana atau jalan menuju tujuan pendidikan, sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah mengacu pada dasar-dasar metode pendidikan tersebut. Dasar metode pendidikan Islam itu diantaranya adalah dasar agamis, biologis, psikologis, dan sosiologis.[13]
  1. Dasar Agamis, maksudnya bahwa metode yang digunakan dalam pendidikan Islam haruslah berdasarkan pada Agama. Sementara Agama Islam merujuk pada Al Qur’an dan Hadits. Untuk itu, dalam pelaksanaannya berbagai metode yang digunakan oleh pendidik hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan yang muncul secara efektif dan efesien yang dilandasi nilai-nilai Al Qur’an dan Hadits.
  2. Dasar Biologis, Perkembangan biologis manusia mempunyai pengaruh dalam perkembangan intelektualnya. Semakin dinamis perkembangan biologis seseorang, maka dengan sendirinya makin meningkat pula daya intelektualnya. Untuk itu dalam menggunakan metode pendidikan Islam seorang guru harus memperhatikan perkembangan biologis peserta didik.
  3. Dasar Psikologis. Perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap penerimaan nilai pendidikan dan pengetahuan yang dilaksanakan, dalam kondisi yang labil pemberian ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Oleh Karenanya, metode pendidikan Islam baru dapat diterapkan secara efektif bila didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis peserta didiknya. Untuk itu seorang pendidik dituntut untuk mengembangkan potensi psikologis yang tumbuh pada peserta didik. Sebab dalam konsep Islam akal termasuk dalam tataran rohani.
  4. Dasar sosiologis. Saat pembelajaran berlangsung ada interaksi antara peserta didik dengan peserta didik dan ada interaksi antara pendidik dengan peserta didik, atas dasar hal ini maka penggunaan metode dalam pendidikan Islam harus memperhatikan landasan atau dasar ini. Jangan sampai terjadi ada metode yang digunakan tapi tidak sesuai dengan kondisi sosiologis peserta didik, jika hal ini terjadi bukan mustahil tujuan pendidikan akan sulit untuk dicapai.
            Keempat dasar di atas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan harus diperhatikan oleh para pengguna metode pendidikan Islam agar dalam mencapai tujuan tidak mengunakan metode yang tidak tepat dan tidak cocok dengan kondisi agamis, kondisi biologis, kondisi psikologis, dan kondisi sosiologis peserta didik.
3.      Pendekatan Metode Pendidikan Islam
            Perwujudan strategi pendidikan islam dapat di konfigurasikan dalam bentuk metode pendidikan yang lebih luasnya mencakup pendekatan (approach)-nya. Untuk pendekatan pendidikan islam, dapat berpijak pada firman Allah SWT. Sebagai berikut :


Artinya : “ sebagaimana (kami telah  menyempurnakan nikmat kami kepadamu) kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu, yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu, serta mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta menganjurkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.” (Q.S. Al-Baqarah : 151).


                                                         




Artinya : “ Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran).
            Dari kedua firman Allah diatas, Jalaludin Rahmat dan Zainal Abidin Ahmad merumuskan pendekatan pendidikan islam dalam enam kategori, yaitu[14] :
1.      Pendekatan Tilawah
            Pendekatan Ini meliputi membacakan ayat-ayat Allah yang bertujuan memandang fenomena alam sebagai tanda kekuasannya dan mempunyai keyakinan bahwa semua ciptaan Allag memiliki keteraturan yang bersumber dari Rabb al-‘alamin serta memandang bahwa segala yang ada tidak dicptakan-Nya secara sia-sia belaka. Bentuk tilawah mempunyai indikasi tafakkur (berfikir) dan tadzakkur (berdzikir) sedangkan aplikasinya adalah pembentukan kelompok ilmiah, dan kegiatan ilmiah lainnya, dengan landasan Al-Qur`an dan Al-Hadist misalnya pengkajian, penelitian dan lain sebagainya
.
2.      Pendekatan Tazkiyah (Penyucian)
            Pendekatan ini diartikan dengan menyucikan dirinya dengan cara amar ma’ruf nahi mungkar (tindakan proaktif dan reaktif), pendekatan ini bertujuan untuk menjaga kebersihan dirinya dari lingkungannya, memelihara dan mengembangkan akhlak yang baik, menolak dan menjauhi akhlak tercela. Jelas indikator pendekatan ini fisik, psikis dan sosial. Aplikasinya adalah dengan gerakan kebersihan, ceramah, tabligh, serta pengembangan kontrol sosial.

3.       Pendekatan Ta’lim Al-Kitab
            Mengajarkan Al-kitab (Al-Qur’an) dengan menjelaskan hukum halal dan haram. Pendekatan ini bertujuan untuk membaca, memahami, dan merenungkan Al-Qur’an dan As-sunnah sebagai keterangannya. Pendekatan ini bukan hanya memahami fakta, tetapi juga makna dibalik fakta, sehingga dapat menafsirkan informasi secara kreatif dan produktif. Indikatornya pembelajaran membaca Al-Qur’an, diskusi tentang Al-Qur’an di bawah bimbingan para ahli, memonitor pengkajian islam, kelompok diskusi, kegiatan membaca literatur islam, dan lomba krestivitas islami.
4.      Pendekatan Ta’lim Al-Hikma
            Pendekatan Ini hampir sama dengan pendekatan ta’lim Al-kitab, hanya saja bobot dan proporsi serta frekuensinya diperluas dan diperbesar. Indikator utama pendekatan ini adalah mengadakan perenungan (reflective thinking), renovasi, dan interpretasi terhadap pendekatan ta’lim Al-kitab. Aplikasi pendekatan ini dapat berupa studi banding antar lembaga pendidikan, antar lembaga pengkajian, antar lembaga penelitian, dan sebagainya. 

5.      Yuallimukum maa lam takuunuu ta’lamun
            Pendekatan ini mungkin hanya dinikmati oleh Nabi dan Rasul saja, seperti adanya mukjizat, sedangkan manusia seperti kita hanya bisa menikmati sebagian kecil saja, indikator pendekatan ini adalah penemuan teknologi canggih yang dapat membawa manusia pada penjelajahan ruang angkasa, sedang aplikasinya adalah mengembangkan produk teknologi yang dapat membawa manusia pada penjelajahan ke angkasa, sedangkan aplikasinya mengembangkan produk teknologi yang dapat mempermudah dan membantu kehidupan manusia sehari-hari.

6.      Pendekatan Ishlah (Perbaikan)
            Pelepasan beban dan belenggu yang bertujuan memiliki kepekaan terhadap penderitaan orang lain, memiliki komitmen memihak bagi kaum yang tertindas, dan berupaya menyeimbangkan perbedaan paham. Pendekatan ini bertujuan untuk memelihara ukhuwah islamiyah dengan aplikasinya kunjungan ke kelompok kaum dhu’afa, kampanye amal sholeh, kebiasaan bersedekah, dan proyek-proyek sosial, serta mengembangkan badan amil zakat infak dan sedekah (BAZIS

4.      Prosedur Pembuatan Metode Pendidikan
            Langkah-langkah yang ditempuh oleh para pendidik sebelum pembuatan metode pendidikan islam adalah memerhatikan persiapan mengajar (lesson plan) yang meliputi pemahaman terhadap tujuan pendidikan islam, penguasaan materi pelajaran, dan pemahaman teori-teori pendidikan selain teori-teori pengajaran. Disamping itu, pendidik harus memahami prinsip-prinsip mengajar serta model-modelnya dan prinsip evaluasi, sehingga pada akhirnya pendidikan islam berlangsung dengan cepat dan tepat.
            Prosedur pembuatan metode pendidikan islam adalah dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang meliputi[15] :
1)      Tujuan pendidikan islam. Faktor ini di gunakan untuk menjawab pertanyaan untuk apa pendidikan itu dilaksanakan. Tujuan pendidikan mencakup tiga aspek, yaitu aspek kognitif (pembinaan akal pikiran, seperti kecerdasan, kepandaian, daya nalar), aspek afektif (pembinaan hati, seperti pengembangan rasa, kesadaran, kepekaan emosi dan kematangan spiritual) dan aspek psikomotorik (pembinaan jasmani, seperti badan sehat, mempunyai keterampilan).
2)      Peserta didik. Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan untuk apa dan bagaimana metode itu mampu mengmbangkan peserta didik dengan mempertimbangkan berbagai tingkat kematangan, kesanggupan, kemampuan yang dimilikinya.
3)      Situasi. Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan bagaimana serta kondisi lingkungannya yang mempengaruhinya.
4)      Fasilitas. Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan di mana dan bilamana termasuk juga berbagai fasilitas dan kuantitasnya.
5)      Pribadi pendidik. Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan oleh siapa serta kompetensi dan kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.
            Oleh karena itu, sulit ditentukan suatu kualifikasi yang jelas mengenai setiap metode yang pernah dikenal didalam pengajaran dan pendidikan. Setiap usaha kualifikasi bersifat arbitrer (mana yang disuka). Lebih sulit lagi umtuk menggolongkan metode-metode itu dalam nilai dan efektifitasnya, sebab metode yang kurang baik di tangan pendidik satu boleh jadi menjadi sangat baik di tangan pendidik yang lain; dan metode yang baik akan gagal ditangan pendidik yang tidak menguasai teknik pelaksanaannya. Tidak selamanya satu metode selalu baik untuk saat yang berbeda-beda. Baik tidaknya bergantung pada beberapa faktor yang mungkin berupa  situasi dan kondisi, atau persesuaian dengan selera, atau juga karena metodenya sendiri yang secara intrinsik belum memenuhi persyaratan sebagai metode yang tepat guna, semuanya sangat ditentukan oleh pihak yang menciptakan dan melaksanakan metode juga objek yang menjadi sasarannya.[16]
5.      Macam-macam Metode Dalam Pendidikan Islam
            Dalam kaitan ini terdapat beberapa macam metode yang dapat dipergunakan oleh guru dalam melaksanakan tugas mendidik atau mengajarnya yaitu[17] :
1.      Metode Ceramah. Yang dimaksud dengan metode ceramah adalah penerangan atau penuturan secara lisan oleh guru kepada sejumlah siswa yang biasanya berlangsung di dalam sebuah kelas. Tetapi tidak menutup kemungkinan untuk dilaksanakan di luar kelas. Dalam metode ini, guru merupakan pihak yang aktif sementara murid cenderung pasif. Metode ini tepat dipergunakan apabila menghadapi kondisi sebagai berikut :
§  Jumlah murid atau peserta didik cukup besar sehingga kurang atau tidak efektif menggunakan metode yang lain.
§  Guru atau penceramahnya adalah orang yang pandai berbicara yang baik dan berwibawa.
§  Materi yang kan disampaikan terlalu banyak sementara waktu yang tersedia sedikit.
§  Materi yang akan disampaikan merupakan keterangan atau penjelasan (tidak terdapat alternatif lain yang dapat didiskusikan).      
2.      Metode tanya jawab. Yang dimaksud dengan metode tanya jawab ialah menyampaikan pelajaran dengan jalan guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawab. Hal ini dimaksudkan untuk mengenal pengetahuan, fakta tertentu yang sudah diajarkan dan untuk merangsang perhatian murid atau siswa dengan berbagai cara. Komunikasi dalam metode ini bersifat terbatas, hanya terjadi pada dua individu guru dan siswa, dan jika terdapat kesalahan dalam menjawab dapat diajukan kepada yang lain secara bergiliran. Metode ini tepat dipergunakan apabila :
§  Guru bermaksud mengetahui penguasaan materi yang telah diberikan.
§  Untuk mengarahkan proses berpikir anak.
§  Untuk merangsang anak agar perhatiannya terarah kepada masalah yang sedang dibicarakan.
§  Sebagai selingan dalam ceramah.
3.      Metode Diskusi. Metode ini dapat juga disebut musyawarah, meskipun sebenarnya lebih mengarah pada kepentingan rapat dan kurang tepat dipergunakan dalam proses belajar mengajar. Disamping pertanyaannya mengandung masalah, metode ini dapat dikembangkan menjadi metode pemecahan masalah (problem solving method). Metode diskusi ini sering diartikan sebagai metode di dalam mempelajari bahan atau menyampaikan materi dengan jalan mendiskusikannya, sehingga berakibat menimbulkan pengertian dan perubahan tingkah laku murid serta menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap hasil diskusi. Pelaksanaan metode ini merupakan latihan bagi siswa untuk berani mengemukakan pendapatnya, dan mampu menghormati dan menghargai pendapat orang lain, yang penting artinya dalam kehidupan bermasyarakat. Dipergunakannya metode ini dalam pengajaran islam menandakan bahwa tidak semua ajaran islam itu bersifat dogmatis. Adapun penggunaan metode ini tepat:
§  Apabila soal-soal (masalah) yang sebaiknya pemecahannya diserahkan kepada siswa.
§  Untuk mencari keputusan atau pendapat bersama mengenai suatu masalah.
§  Untuk menumbuhkan kesanggupan pada anak didik untuk merumuskan pikirannya secara teratur dan dalam bentuk yang dapat diterima oleh orang lain.
§  Untuk membiasakan siswa suka dan menerima pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya sendiri, membiasakan bersikap terbuka dan toleran.
            Dan harus diperhatikan dalam pelaksanaan diskusi ini, tidak semua pertanyaan dapat didiskusikan dilingkungan siswa. Diantaranya; Pertanyaan yang dapat menuntun pikiran pada kekufuran terhadap kemaha Esaan dan Kemaha Besaran Allah SWT. Pertanyaan yang kemungkinan banyak jawabannya yang saling bertentangan dan pertanyaan yang bersifat menanyakan jawaban manakah yang benar dan yang salah tetapi lebih menitik beratkan pada kemampuan mendorong murid atau siswa untuk berfikir.
4.      Metode Latihan Siap. Metode ini disebut juga metode drill yaitu suatu metode dengan jalan melatih anak didik atau siswa terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan, dengan cara berulang-ulang. Banyak pelajaran dalam bidang studi agama yang perlu dikuasai secara praktis, sehingga memerlukan latihan secara teratur, misalnya pelajaran bahasa Arab, membaca Al-Qur’an dan latihan shalat. Metode ini tepat dipergunakan :
1)      Apabila pelajaran dimaksudkan untuk melatih mengenai pelajaran yang sudah diberikan atau yang sedang berlangsung.
2)      Apabila pelajaran dimaksudkan untuk melatih keterampilan anak dalam mengerjakan sesuatu dan melatih keterampilan anaka dalam mengerjakan sesuatu dan melatih anak untuk berpikir cepat.
3)      Dipergunakan untuk memperkuat daya tanggapan anak terhadap pelajaran. Latihan akan lebih tinggi nilainya apabila :
§  Latihan tidak sekedar dilakukan secara mekanis, tetapi diiringi juga dengan latihan pengertian mengenai apa yang dilatih itu. Seperti dalam mengulang membaca al-Fatihah akan lebih bermakna bila disertai dengan penjelasan terhadap apa yang diulang.
§  Latihan diketahui manfaatnya bagi yang bersangkutan baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat.
5.      Metode Demonstrasi dan Eksperimen. Metode demonstrasi adalah suatu metode dimana seorang guru diminta atau murid sendiri memperlihatkan atau memperagakan pada seluruh kelas tentang suatu proses atau suatu kaifiyah melakukan sesuatu. Misalnya cara berwudhu, shalat jenazah dan sebagainya. Sedangkan metode eksperimen adalah metode dimana guru dan murid sama-sama mengerjakan sesuatu sebagai latihan praktis dari apa yang diketahui seperti eksperimen mengajar al-Qur’an dengan metode tertentu, eksperimen tentang tanah atau debu yang bisa dipakai bertayamum dan sebagainya. Metode ini dapat dirangkaikan penggunaannya atau juga secara terpisah. Dan metode ini tepat dipergunakan apabila :
§  Akan memberikan keterampilan tertentu.
§  Untuk memudahkan berbagai jenis pekerjaan sebab penggunaan bahasa lebih terbatas.
§  Untuk menghindari verbalisme.
§  Untuk membantu anak dalam memahami dengan jelas jalannya suatu proses dengan penuh perhatian, sebab lebih menarik.
6.      Metode Pemberian Tugas dan Resitasi. Metode pemberian tugas (resitasi) ini sering juga disebut metode pekerjaan rumah, yaitu metode dimana siswa diberi tugas khusus diluar jam pelajaran. Dalam pelaksanaannya metode ini siswa dapat mengerjakan tugasnya di rumah atau di luar rumah seperti diperpustakaan, laboratorium, masjid dan sebagainya, untuk dapat dipertanggungjawabkan kepada guru. Misalnya tugas untuk mencatat hasil ceramah ramadhan, khutbah jum’at dan sebaginya. Metode ini tepat dipergunakan :
§  Bila guru mengharapkan agar semua pengetahuan setelah diterima anak menjadi lebih lengkap.
§  Untuk mengaktifkan anak atau siswa mempelajari sendiri suatu masalah dengan membaca sendiri, mengerjakan soal-soal sendiri dan mencoba sendiri mempraktekkan pengetahuannya.
§  Untuk merangsang siswa lebih aktif dan rajin.
7.      Metode Karya Wisata. Adalah metode mengajar dengan membawa siswa meninggalkan sekolah menuju suatu objek untuk mempelajari sesuatu yang berhubungan dengan pelajaran sesuai kurikulum yang berlaku. Metode ini sering juga disebut studi wisata (study tour) dalam perjalanan karya wisata ada hal-hal tertentu yang sudah dipersiapkan oleh guru untuk didemonstrasikan atau ditunjukkan kepada siswa, disamping ada hal yang kebetulan ditemukan dalam perjalanan wisata tersebut. Misalnya pengenalan terhadap penciptaan Allah tentang alam semesta. Metode ini tepat digunakan :
§  Apabila pelajaran dipergunakan untuk memberi pengertian lebih jelas dengan alat peraga langsung.
§  Apabila akan membangkitkan penghargaan dan cerita terhadap lingkungan dan tanah air, serta menghargai ciptaan Allah.
§  Apabila akan mendorong anak mengenal masalah lingkungan dengan baik.
8.      Metode Kerja Kelompok. Adalah metode mengajar dengan membagi siswa dalam kelompok untuk mempelajari bahan pelajaran yang sama dengan cara bekerja sama antara yang satu dengan yang lain dan saling percaya menpercayai. Penggunaan metode kelompok dalam belajar disamping dapat meningkatkan persaudaraan, terutama sesama saudara seagama, juga akan menigkatkan efesiensi dan efektifitas proses belajar. Metode ini dapat dipergunakan :
§  Apabila dalam keadaan kekurangan alat atau sarana pendidikan di dalam kelas, misalnya kekurangan buku paket pelajaran.
§  Apabila terdapat perbedaan kemampuan individual anak. Dalam hal ini siswa dapat bekerja sama antara yang kurang pandai dengan yang pandai, sehingga dapat saling membantu, dan dapat juga bekerja sama antara siswa yang setaraf kepandaiannya.
§  Apabila minat individual siswa berbeda-beda. Apabila terdapat beberapa unit  pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu yang bersamaan; atau bila pekerjaan lebih tepat untuk diperinci, maka jelas dapat dibagi menjadi beberapa kelompok bertanggungjawab terhadap tugas khusus tersebut.
9.      Tim Guru (Team Teaching). Tim guru dimaksudkan adalah dua orang guru atau lebih, bekerjasama dalam memberikan pelajaran kepada siswa dalam satu kelas. Metode ini banyak dipergunakan di perguruan tinggi. Ada tiga bentuk yang dapat dipergunakan dalam menggunakan metode mengajar dengan tim guru, yaitu :
1)      Mengikutsertakan orang luar sebagai anggota tim.
2)      Mengikutsertakan seorang yang ahli di bidang masing-masing.
3)      Mengikutsertakan siswa yang ditunjuk sebagai asisten hal ini ditempuh bila kesulitan terhadap bantuan guru dari masyarakat sementara guru sangat terbatas.
Metode ini tepat digunakan :
§  Apabila jumlah murid terlalu besar, sehingga pembagian tugas belajar kepada murid kurang merata dan penangkapan murid kurang sempurna.
§  Apabila pelajaran dimaksudkan untuk memberikan penjelasan lebih mendalam.
§  Apabila fasilitas (ruangan, alat-alat dan sebagainya) memungkinkan pengelompoan murid sub. Kelompok.
10.   Metode Sosiodrama dan Bermain Peranan. Kedua metode ini sulit untukipisahkan satu dengan yang lain. Dalam penggunaannya, selain dapat dipergunakan secara silih berganti juga dapat dirangkaikan menjadi satu kesatuan. Sosiodrama berarti mendramakan atau memerankan cara tingkah laku di dalam hubungan sosial. Sedangkan bermain peranan lebih menekankan pada kenyataan dimana para siswa diikutsertakan dalam memainkan peranan didalam mendramakan masalah-masalah hubungan sosial. Kedua metode ini kadang-kadang disenut dramatisasi. Netode ini dapat dipergunakan terutama pada bidang studi akhlak dan sejarah islam. Metode ini dapat dipergunakan :
§  Apabila pelajaran dimaksudkan untuk melatih siswa agar mereka mampu menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat sosial psychologis.
§  Pelajaran dimaksudkan untuk melatih siswa agar mereka dapat bergaul dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya.
            Beberapa metode diatas, merupakan metode yang umum digunakan baik dalam pengajaran agama islam maupun dalam mengajarkan pengajaran umum. Dan tentunya setiap metode yang telah dikemukakan diatas, disamping memiliki kelebuhan-kelebihan tentu juga memiliki kekurangan atau kelemahan-kelemahan. Pada setiap metode tentunya seorang guru dituntut untuk dapat mengatasi kelemahan-kelemahan itu dan sekaligus untuk mewujudkan efisiensi dan efektifitas dalam menggunakan metode.[18]
            Di samping metode yang telah di uraikan diatas, terdapat pula metode pembinaan rasa beragama. Menurut an-Nawawi sebagian yang dikutip oleh Ahmad Tafsir (1994:135) mengemukakan beberapa metode untuk menananmkan rasa iman yakni sebagai berikut[19] :
1.      Metode Hiwar (percakapan) Qur’ani dan Nabawi
2.      Metode Qisah Qur’ani dan Nabawi
3.      Metode Amtsal (perumpamaan) Qur’ani dan Nabawi
4.      Metode keteladanan
5.      Metode pembiasaan
6.      Metode ‘ibrah dan mau’izah
7.      Metode targhib dan tarhib

1.      Metode Hiwar Qur’ani dan Nabawi
            Hiwar adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan kepada suatu tujuan yang dikehendaki (dalam hal ini oleh guru). Dalam percakapan atau dialog itu bahan pembicaran tidak dibatasi; dapat dipergunakan berbagai konsep sains, filsafat, wahyu dan lain-lain. Kadang pembicaraan itu sampai kepada suatu kesimpulan, kadang juga tidak, karena salah satu pihak tidak puas terhadap pihak yang lain. Maisng-masing mengambil pelajaran untuk menentukan sikap bagi dirinya. Hiwar mempunyai dampak bagi pembicaraan maupun bagi pendengar. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :
a)      Dialog itu berlangsung dinamis, karena kedua pihak terlibat langsung dalam pembicaraan disamping kedua pihak juga saling memperhatikan untuk dapat mengikuti jalan fikiran pihak lain. Metode ini sama dengan diskusi bebas hanya saja dalam hiwar ini ada guru yang sengaja menggiring pembicaraan ke arah tujuan tertentu.
b)      Pendengar tertarik untuk mengikuti jalannya dialog karena tertarik pada kesimpulan.
c)      Metode ini dapat membangkitkan perasaan dan kesan dalam jiwa, yang membantu seseorang menemukan sendiri kesimpulannya.
d)     Bila hiwar dilakukan dengan baik memenuhi akhlak dan tuntunan islam, maka akan mempengaruhi peserta sehingga meninggalkan pengaruh berupa pendidikan akhlak, sikap dalam berbicara, menghargai pendapat oran glain dan sebaginya. Dalam hiwar setiap dialog harus disusun sesuai dengan tujuan yan gingin dicapai.
            Hiwar qur’ani merupakan dialog yang diambil dari dialog antara Allah dengan hamba-Nya. Dimana Allah memanggil hamba-Nya dengan mengatakan “Wahai orang-orang yang beriman” dan hamba-Nya menjawab dalam kalbunya dengan mengatakan, “kusambutpanggilan-Mu ya Rabbi”. Dialog antara Allah dengan hamba-Nya ini menjadi petunjuk bahwa pengajaran seperti itu dapat kita pergunakan dalam pengajaran islam. Sedangkan hiwar Nabawi adalah hiwar yang dipergunakan oleh Nabi dalam mendidik sahabat-sahabatnya. Yang mana beliau menghendaki agar sahabatnya mengajukan pertanyaan. Dari sini kita dpat mengetahui bhwa guru harus mendorong muridnya untuk bertanya.
2.      Metode Qisah Qur’ani dan Nabawi
            Dalam pendidikan islam (terutama pendidikana agama islam sebagai suatu bidang studi) metode kisah sangat penting. Qisah Qur’ani bukan hanya merupakan kisah atau karya seni yang indah, akan tetapi merupakan suatu cara Tuhan mendidik umat-Nya untuk beriman kepada-Nya. Secara ringkas tujuan Qisah Qur’ani adalah sebagai berikut:
a)      Mengungkapkan kemantapan wahyu dari risalah, mewujudkan rasa mantap dalam menerima Qur’ani dan keutusan rasulnya. Kisah itu menjadi bukti atasa kebenaran wahyu dan kebenaran Rasul Saw.
b)      Menjelaskan secara keseluruhan bahwa ad-din itu berasal dari Allah Swt.
c)      Menjelaskan bahwa Allah mencintai Rasul-Nya, menjelaskan bahwa kaum muslimin adalah umat yang satu, dan Allah adalah Rabb mereka.
d)     Kisah itu bertujuan menguatkan keimanan kaum muslimin, menghibur mereka dari kesedihan atas musibah yang menimpa.
e)      Mengingatkan bahwa musuh orang mukmin adalah setan; menunjukkan permusuhan abadi itu lewat kisah akan tampak lebih hidup dan jelas. Adapun Qisah Nabawi tidak berbeda jauh dengan Qisah Qur’ani tersebut, hanya saja Qisah Nabawi berisi rincian yang lebih khusus seperti menjelaskan keikhlasan dalam beramal, menganjurkan bersedekah, mensyukuri nikmat Allah.

3.      Metode Amtsal (perumpamaan)
            Dalam Al-Qur’an terdapat perumpamaan yang dibuat untuk mengajarkan hamba-Nya, seperti perumpamaan orang kafir itu adalah seperti orang yang menyalakan api atau perumpamaan sesembahan orang kafir itu seperti sarang laba-laba dan lain-lain. Jadi, cara seperti itu dapat juga dipergunakan oleh guru dalam mengajar, yaitu dengan berceramah atau membaca teks. Kebaikan metode ini antara lain :
a)      Mempermudah siswa memahami konsep yang abstrak
b)      Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut
c)      Amtsal Qur’ani dan Nabawi memberikan motivasi kepada pendengarnya untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan
            Dan harus diperhatikan daam perumpamaan ini, atau dalam menggunakan metode ini adalah perumpamaan itu harus yang logis dan mudah dipahami.
4.      Metode keteladanan
            Keteladanan merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan karena secara psikologis manusia memang membutuhkan tokoh teladan dalam hidupnya. Dalam pendidikan, siswa sering kali menjadikan guru sebagai teladan. Oleh karena itu guru harus menjadi suri tauladan yang baik bagi siswanya. Keteladanan itu ada dua macam yaitu :
a)      Keteladanan yang disengaja, yaitu keteladanan yang memang disertai perintah atau penjelasan agar meneladaninya.
b)      Keteladanan yang tidak disengaja yaitu keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan dan sejenisnya.
            Dalam pendidikan islam, kedua bentuk keteladanan itu sama pentingnya. Keteladanan yang disengaja dilakukan secara formal, sedangkan keteladanan yang tidak disengaja dilakukan secara tidak formal. Akan tetapi kadang keteladanan yang tidak formal itu kegunaannya lebih besar dari keteladanan yang dilakukan secara formal.
5.      Metode pembiasaan
            Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman. Apa yang dibiasakan itu ialah sesuatu yang diamalkan. Sedangkan inti pembiasaan itu adalah pengulangan. Karena pembiasaan berintikan pengulangan, maka metode pembiasaan juga berguna untuk menguatkan hafalan. Metode ini bisa dipergunakan pada tingkat yang terendah samapai pada tingkat perguruan tinggi.
6.      Metode Ibrah dan Mau’izah
            Menurut an-Nahlawi kedua kata ini (‘ibrah dan mau’izah) mempunyai perbedaan dari segi makna. Pendidikan islam memberikan perhatian khusus kepada metode ‘ibrah agar pelajar dapat mengambil pelajaran dari kisah yang diberikan oleh Al-Qur’an.
7.      Metode Tarhib dan Targib
            Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan, sedangkan tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Targhib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah. Tarhib demikian juga, akan tetapi, tekanan targhib yaitu agar seseorang melakukan kebaikan, sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan. Targhib dan tarhib dalam pendidikan islam berbeda dengan ganjaran dan hukuman dalam pendidikan barat. Perbedaan utamanya ialah targhib dan tarhib bersandarkan hukuman dan ganjaran duniawi. Perbedaan itu mempunyai implikasi yang penting, yaitu:
a)      Targhib dan tarhib lebih teguh karena akarnya berada di langit (transenden), sedangkan teori hukuman dan ganjaran hanya bersandarkan sesuatu yang duniawi. Targhib dan tarhib itu mengandung aspek iman, sedangkan metode ganjaran dan hukuman tidak mengandung aspek iman. Oleh karena itu targhib dan tarhib lebih kuat pengaruhnya.
b)      Secara operasional, targhib dan tarhib lebih mudah dilaksanakan dari pada metode hukuman dan ganjaran karena materi targhib dan tarhib sudah ada dalam Al-Qur’an dan hadist Nabi, sedangkan hukuman dan ganjaran dalam metode barat harus ditemukan senditi oleh guru.
c)      Targhib dan tarhib lebih universal dan dapat digunakan kepada siapa saja, sedangkan jenis hukuman dan ganjaran harus disesuaikan dengan orang tertentu dan tempat tertentu. Di pihak lain, targhib dan tarhib lebih lemah dari pada hukuman dan ganjaran lebih nyata dan langsung waktu itu juga, sedangkanpembuktian targhib dan tarhib kebanyakan gaib dan diterima nanti (diakhirat).
            Metode yang dikemukakan oleh an-Nahlawi ini sangat diperlukan dalam pendidikan iman atau keimanan yang merupakan inti dari pendidikan islam. Sedangkan untuk pendidikan keagamaan segi psikomotor dan kognitif dapat mempergunakan metode-metode yang umum dipergunakan dalam pengajaran, baik pengajaran agama atau pengajaran umum (ilmu umum). Sehubungan dengan metode pendidikan keimanan atau pendidikan keagamaan segi efektif ini, Ahmad Tafsir (1994: 148-149) menambahkan dengan dua metode[20] :
1.      Metode pepujian. Pepujian ini dapat berupa pepujian terhadap Allah dan juga shalawat kepada Nabi Muhammad. Termasuk dalam metode pepujian ini ialah membaca ayat Al-Quran. Metode ini sering dipergunakan di pesantren-pesantren, untuk menggugah ahli para santri untuk melaksanakan ibadah.
2.      Metode wirid. Wirid adalah pengucapan doa-doa secara berulang-ulang. Lafal doa itu bermacam-macam dan biasanya dibaca selesai shalat. Pada dasarnya, wirid juga merupakan pepujian, hanya saja wirid tidak dilagukan seperti waktu membaca pujian-pujian.
            Disamping metode-metode ini, as-Syaibany (1979: 560-577) juga menambahkan beberapa macam metode mengajar umum yang telah dipergunakan oleh pendidik-pendidik islam, yaitu[21] :
1.      Metode pengambilan kesimpulan atau induktif. Metode ini bertujuan membimbing siswa untuk mengetahui fakta-fakta dan hukum-hukum umum melalui jalan pengambilan kesimpulan atau induksi. Dalam menjalankan metode ini, guru memberikan contoh yang sederhana kemudian mengambil kesimpulan dan atau membuat dasar umum yang berlaku kepada contoh yang diberikan atau yang belum diberikan (bagian-bagian).
2.      Metode perbandingan. Metode ini merupakan kebalikan dari metode induktif, yaitu kalau metode induktif dari bagian baru kepada yang umum, sedangkan metode perbandingan ini berangkat dari yang umum dulu, baru kepada yang khusus, dari keseluruhan dulu dan kemudian kepada bagian-bagian.
3.      Metode kuliah. Dalam melaksanakan metode ini, guru terlebih dahulu mencatat perkara penting yang ingin dibahas dan kemudian menjelaskan secara rinci, sementara siswa mendengar sambil mencatat hal-hal yang dianggap penting.
4.      Metode dialog dan perbincangan. Metode ini berdasar pada dialog, perbincangan melalui tanya jawab, dan pendialog, dalam metode ini biasanya melaluibeberapa tahapan yakni; pertama, tahap keyakinan yang tidak berdasar; kedua, tahap keraguan dan tahap ketiga, tahap keyakinan, keyakinan yang berdasar akal.
5.      Metode halaqah. Dalam melaksanakan metode ini, para siswa duduk mengelilingi gurunya untuk mendengarkan penjelasan gurunya. Dalam metode ini, terhimpun juga metode riwayat, mendengar, membaca, dikte dan hafalan serta pemahaman.
            Sehubungan dengan metode ini, Abdul Fatah Jalal (1988: 177-194) mengemukakan delapan metode yaitu[22] :
1)      Partisipasi guru dalam situasi kegiatan belajar mengajar. Guru turut berempati (merasakan) kelemahan, perasaan orang lain, bukan sekedar simpati apalagi apatis.
2)      Pengulangan yang bervariasi. Menggunakan berbgai contoh dari berbagai sudut. Contohnya kisah Adam dan Maryam diulang-ulang dalam Al-Qur’an.
3)      Membuat perumpamaan cerita untuk pelajaran yang dimaksudkan agar kesannya mendalam kelubuk jiwa.
4)      Pengalaman pribadi dan media wisata untuk membaca alam
5)      Mengambil pengajaran dari pengalaman dan peristiwa yang terjadi
6)      Menciptakan suasana sebagai upaya pendidikan dimana guru harus tanggap dengan berbagai kondisi yang dihadapi siswa. Misalnya, selama kegiatan belajar-mengajar, sikap tanggap itu didukung dengan pemanfaatan materi yang sedang diajarkan dan menciptakan suasana gembira sangat diutamakan.
7)      Teladan yang baik: teladan dalam mencari ridha Allah dan keselamatan akhirat.
8)      Memperlihatkan karakteristik anak didik dan situasi kegiatan belajar mengajar. Maksudnya kondisi dan kareakter didik dan lingkungan harus diperhatikan di samping juga memilih situasi dan waktu yang tepat untuk memberikan pengajaran.
            Demikian lima rumusan metode pendidikan sekaligus pengajaran dari para ahli. Walaupun terlihat adanya perbedaan dalam merumuskan, akan tetapi secara substansial tidak bertentangan satu sama lain. Dan dari semua metode yang dikemukakan itu, dapat dilihat bahwa metode yang merangsang interaksi yang edukatif antara guru/pendidik dan peserta didik, ada yang berpusat pada guru dan ada yang berpusat pada siswa[23].
            Demikian pula akhir-akhir ini dalam interaksi edukatif di dalam pendidikan dan pengajaran formal diupayakan  dengan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang lebih melibatkan anak secara utuh (emosional, intelektual, fisik dan sebagainya) dalam kegiatan belajar. Karakteristik metode CBSA adalah pendekatan yang multi arah, multi media dan multi strategi. Ini inheren dengan pendidikan islam (ajaran islam) yang menuntut pengalaman ajaran islam, dimana islam mengajarkan keaktifan sendiri untuk mengubah keadaan/nasib yang dihadapi, sebagaimana firmannya[24] :
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Q.S. 13:11).
            Dari beberapa metode pemdidikan dan pengajaran islam yang telah dikemukakan diatas, terdapat beberapa ciri umum, mengenai ciri-ciri metode mengajar dalam pendidikan islam yaitu[25] :
1)      Berpadunya antara metode dan cara dari segi tujuan dan alat
2)      Metode tersebut bersifat luwes dan dapat menerima perubahan dan sesuai dengan keadaan dan suasana serta mengikuti kebutuhan atau sifat siswa.
3)      Metode tersebut berusaha dengan sungguh-sungguh mengaitkan antara teori dengan praktik.
4)      Menghindarkan cara meringkas dalam pengajaran karena ini akan merusak tradisi ilmiah
5)      Menekankan kebebasan siswa berdiskusi, berdebat dan berdialog dalam batas-batas kesopanan dan hormat-menghormati. Murid atau siswa boleh berbeda pendapat dengan gurunya jika ia mempunyai bukti-bukti argumen yang kuat.
6)      Di samping dalam pendidikan islam diberikan kebebasan kepada siswa dalam berpendapat atau berbeda pendapat dengan gurunya dengan adanya bukti yang menguatkan pendapatnya. Pendidikan islam juga mengangkat derajat guru dan meletakkannya dalam tingkat pimpinan dan tauladan dalam bidang pikiran dan spiritual dan memberikan hak penghormatan, penghargaan serta mengajak siswa untuk patuh kepadanya. Dan diberi pula hak penuh untuk memilih metode dan pelaksanaan proses pendidikan dan pengajaran.
            Demikian ciri-ciri umum dari metode pendidikan islam, yang membedakannya dengan metode-metode pendidikan pada umumnya.


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
            Dari pembahasan yang telah dijelaskan diatas, maka kami dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1)      Metode pendidikan islam adalah suatu cara atau prosedur yang dipergunakan (dalam hal ini pendidik) dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar terhadap peserta didik supaya kegiatan belajar mengajar tersebut menjadi berkesan dan menarik bagi peserta didik yang tentunya berpedoman kepada Al-Qur’an dan Al-hadis artinya yang sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan dalam ajaran islam.
2)      Dasar-dasar metode pendidikan islam antara lain :
2.1. Dasar agamis
2.2. Dasar biologis
2.3. Dasar psikologis; dan
2.4. Dasar sosiologis
            Keempat dasar di atas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan harus diperhatikan oleh para pengguna metode pendidikan Islam agar dalam mencapai tujuan tidak mengunakan metode yang tidak tepat dan tidak cocok dengan kondisi agamis, kondisi biologis, kondisi psikologis, dan kondisi sosiologis peserta didik.
3)      Pendekatan yang dipakai dalam metode pendidikan islam seperti yang dikemukakan oleh Jalaludin Rahmat dan Zainal Abidin Ahmad antara lain :
3.1. Pendekatan Tilawah
3.2. Penedekatan Tazkiyah
3.3. Pendekatan Ta’lim Al-Kitab
3.4. Pendekatan Ta’lim Al-Hikmah
3.5. Pendekatan Yuallimukum maa lam takuunuu ta’lamun; dan
3.6. Pendekatan Ishlah
4.      Prosedur pembuatan metode pendidikan islam adalah dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang meliputi:
4.1. Tujuan pendidikan islam.
4.2. Situasi.
4.3. Peserta Didik
4.4. Fasilitas.
4.5. Pribadi pendidik.
5.      Meskipun beberapa ahli pendidikan islam berbeda-beda dalam merumuskan metode-metode dalam pendidikan islam, tetapi tujuannya sama yaitu supaya peserta didik mampu memelihara dan mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang ingin dicapai dalam proses pendidikan.


















DAFTAR PUSTAKA
Lubna. Mengurai Ilmu Pendidikan Islam. Mataram: LKIM Mataram, 2009
Mujib, Abdul & Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan islam. Jakarta: Kencana, 2008
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis. Jakarta: Ciputat Pers, 2002
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2009
Ramayulis. Ilmu pendidikan islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.









[1] Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis. (Jakarta: Ciputat Pers, 2002). hlm. 67
[2] Samsul Nizar. Loc. Cit.
[3] Samsul Nizar. Ibid. hlm. 65
[4] Samsul Nizar. Ibid. hlm. 66
[5] Samsul Nizar. Loc. Cit.
[6] Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan islam. (Jakarta: Kencana, 2008). hlm. 166
[7] Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir. Loc. Cit.
[8] Rama Yulis. Ilmu pendidikan islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 2002). hlm. 149
[9] Lubna. Mengurai Ilmu Pendidikan Islam. (Mataram: LKIM Mataram, 2009). hlm. 75
[10] Lubna. Loc. Cit.
[11] Lubna. Ibid. hlm. 76
[12] Lubna. Ibid. hlm. 77
[13] Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia,2009). hlm. 216
[14] Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir. Op. Cit. hlm. 177
[15] Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir. Op. Cit. hlm. 168
[16] Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir. Ibid. hlm. 169
[17] Lubna. Op.Cit. hlm. 78
[18] Lubna. Loc.Cit.
[19] Lubna. Ibid. hlm. 85
[20] Lubna. Ibid. hlm. 91
[21] Lubna. Ibid. hlm. 92
[22] Lubna. ibid. hlm. 93
[23] Lubna. Loc. Cit.
[24] Lubna. Loc. Cit.
[25] Lubna. Loc. Cit.

3 komentar:

Copyright @ 2013 (Anwar Sadat )_Abadikan Nama dengan Menulis.