BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan islam
dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan
pendidikannya kearah tujuan pendidikan islam yang dicita-citakan yaitu terbentuknya
pribadi yang beriman yang senantiasa siap sedia mengabdi kepada Allah SWT.
Bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum pendidikan islam, ia tidk
akan berarti apa-apa, manakala tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam
mentransformasikannya kepada peserta didik. Ketidak tepatan dalam penerapan
metode secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar yang akan
berakibat membuang waktu dan tenaga secara percuma. Karenanya, metode adalah
syarat untuk efisiensinya aktivitas kependidikan islam. Hal ini berarti bahwa
metode termasuk persoalan yang esensial, karena tujuan pendidikan islam itu
akan tercapai secara tepat guna manakala jalan yang ditempuh menuju cita-cita
tersebut benar-benar tepat. Materi yang benar dan baik, tanpa menggunakan
metode yang baik maka akan menjadikan keburukan materi tersebut. Kebaikan
materi harus ditopang oleh kebaikan metode juga.
Dari sudut pandang
filosofis, metode adalah merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan
pendidika. Secara essensial metode sebagai alat yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan itu mempunyai fungsi ganda[1] :
1.
Polipragmatis, yaitu manakala metode itu mengandung kegunaan yang
serba ganda (multi purpose). Misalnya metode tertentu pada suatu situasi
dan kondisi yang lain dapat digunakan untuk membangun atau memperbaiki.
Kegunaannya dapat bergantung kepada si pemakai atau pada corak dan bentuk serta
kemampuan dari metode sebagai alat. Contoh konkrit dalam hal ini seperti Audio
Visual Methods yang mempergunakan Video Casette Recorder yang dapat merekam dan
menayangkan semua jenis film, baik moralis maupun pornografis.
2.
Monopragmatis, yaitu alat yang hanya dapat dipergunakan untuk
mencapai satu macam tujuan saja. Misalnya metode eksperimen ilmu alam yang
menggunakan laboratorium ilmu alam, hanya dapat dipergunakan untuk
eksperimen-eksperimen bidang ilmu alam, dan tidak dipergunakan untuk eksperimen
imu-ilmu lain seperti ilmu sosial dan lain-lain.
Perlu difahami
bahwa penggunaan metode dalam pendidikan islam pada prinsipnya adalah
pelaksanaan sikap hati-hati dalam
pekerjaan mendidik dan mengajar. Hal ini mengingat bahwa sasaran pendidikan
islam itu adalah manusia yang telah memiliki kemampuan dasar untuk
dikembangkan. Sikap kurang hati-hati akan dapat berakibat fatal sehingga
mungkin saja kemampuan dasar yang telah dimiliki peserta didik itu tidak akan
berkembang secara wajar, atau pada tingkat yang paling fatal dapat menyalahi
hukum-hukum dan arah perkembangannya sebagaimana yang telah digariskan oleh
Allah SWT. Tuhan Pencipta sekalian alam. Untuk itu sangat dibutuhkan
pengetahuan yang utuh mengenai jati diri manusia dalam rangka membawa dan
mengarahkannya untuk memahami realitas diri, Tuhan dan alam semesta, sehingga
ia dapat menemukan esensi dirinya dalam lingkaran realitas itu.[2]
BAB II
PEMBAHASAN
METODE DALAM PENDIDIKAN ISLAM
1.
Pengertian Metode Pendidikan Islam
Secara literal, metode
berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kosa kata, yaitu “meta” yang
berarti melalui dan “hodos” yang berarti jalan. Jadi metode berarti jalan
yang dilalui. Runes, sebagaimana dikutip oleh Muhammad Noor Syam, secara teknis
menerangkan bahwa metode adalah[3] :
1.
Sesuatu prosedur yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan
2.
Sesuatu teknik mengetahui yang dipakai dalam proses mencari ilmu
pengetahuan dari suatu materi tertentu
3.
Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu prosedur
Berdasarkan pendapat Runes tersebut,
bila dikaitkan dengan proses kependidikan islam, maka metode berarti suatu
prosedur yang dipergunakan pendidik dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (dari segi pendidik). Selain itu
metode juga dapat berarti teknik yang dipergunakan peserta didik untuk menguasai
materi tertentu dalam proses mencari ilmu pengetahuan (dari segi peserta
didik). Kemudian dapat pula berarti cara yang dipergunakan dalam merumuskan
aturan-aturan tertentu dari suatu prosedur (dari segi pembuat kebijakan). Ahmad
Tafsir, secara umum membatasi bahwa metode pendidikan ialah semua cara yang
digunakan dalam upaya mendidik. Kemudian Abdul Munir Mulkan, mengemukakan bahwa
metode pendidikan adalah suatu cara yang dipergunakan untuk menyampaikan atau
mentransformasikan isi atau bahan pendidikan kepada anak didik.[4]
Sementara itu,
al-Syaibany, menjelaskan bahwa metode pendidikan adalah segala segi kegiatan
yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata
pelajaran yang diajarkannya, ciri-ciri perkembangan peserta didiknya, dan
suasana alam sekitarnya dan tujuan membimbing peserta didik untuk mencapai
proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku
mereka.[5] Sedangkan
Muhammad Athiyah al-Abrasyi mengartikan metode sebagai jalan yang dilalui untuk
memperoleh pemahaman pada peserta didik,[6]
sementara itu Abd. Aziz mengartikan metode dengan cara-cara memperoleh
informasi, pengetahuan, pandangan, kebiasaan berfikir, serta cinta kepada ilmu,
guru, dan sekolah.[7]
Menurut DR. Ahmad Husain
al-liqaniy, metode adalah “Langkah–langkah yang diambil guru guna membantu para
murid merealisaikan tujuan tertentu”. Dalam bahasa arab metode dikenal dengan istilah Thariqoh yang berarti langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan.
Bila dihubungkan dengan Pendidikan maka langkah tersebut harus diwujudkan dalam
proses pendidikan dalam rangka pembentukan kepribadian. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa metode merupakan cara atau jalan yang harus dilalui untuk
mencapai suatu tujuan.[8]
Al-Syaebany (1979:
551) mengemukakan beberapa pendapat para ahli pendidikan islam mengenai
pengertian metode yang umumnya lebih mengarah pada pengertian metode mengajar di
antaranya[9] :
1)
Al-Abrasy mendefinisikan sebagai tehnik (pola) yang di ikuti
untuk memberikan pemahaman kepada murid-murid dalam segala mata pelajaran.
2)
Ghunaimah menyebut metode sebagai cara yang diikuti oleh guru untuk
menyampaikan sesuatu kepada anak didik. Selain itu, metode dapat diartikan
sebagai suatu kegiatan yang terarah bagi guru yang menyebabkan terjadi proses
belajar mengajar, sehingga pengajaran menjadi berkesan.
Selain definisi
yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan di atas, masih terdapat pula
definisi-definisi yang lain, akan tetapi yang terpenting untuk kita ketahui
adalah pokok-pokok yang terkandung dalam tiap definisi metode tersebut. Makna
pokok yang dapat di simak antara lain[10] :
1)
Metode adalah cara yang digunakan untuk menjelaskan materi
pendidikan atau pengajaran kepada anak didik
2)
Cara yang digunakan merupakan cara yang tepat guna untuk
tercapainya materi pendidikan atau pengajaran tertentu dalam kondisi tertentu.
3)
Melalui cara itu diharapkan materi yang disampaikan mampu memberi kesan
yang mendalam pada diri anak didik.
Bertolak dari
rumusan tersebut di atas, maka dalam memilih suatu metode harus
mempertimbangkan berbagai faktor diantaranya; metode harus disesuaikan dengan
kemampuan guru yang akan menggunakan metode, tujuan dari materi yang akan
diberikan, jenis mata pelajaran, kesiapan siswa yang akan menerima pelajaran
yang diberikan guru, mempertimbangkan juga situasi dan kondisi tempat
dilaksanakannya metode tersebut; sarana atau alat-alat yang bisa mendukung
penggunaan metode tersebut. Karena, mungkin saja suatu metode dinilai baik
untuk materi dan kondisi tetentu, tetapi (sebaliknya) kurang relevan digunakan
pada materi yang berbeda dan suasana yang berlainan. Demikian pula, bisa jadi
suatu metode sangat efektif penggunaan oleh guru yang satu, akan tetapi tidak
efektif untuk guru yang lain. Dalam
pelaksanaan proses pendidikan, terutama dalam memberikan pengajaran, terdapat
berbagai ragam metode yang dikemukakan oleh para ahli. Hal ini menurut
Zuhaerini dkk. (1977: 80-81) disebabkan oleh beberapa faktor antara lain[11] :
1)
Tujuan yang berbeda dari masing-masing mata pelajaran sesuai dengan
jenis, sifat maupun isi mata pelajaran masing-masing. Misalnya dari segi tujuan
dan sifat pelajaran tauhid yang membicarakan masalah keimanan tentunya lebih
bersifat filosofis, daripada pelajaran fiqih yang bersifat praktis dan
menekankan pada aspek keterampilan. Oleh karena itu cara atau metode yang
dipakai juga harus berbeda.
2)
Perbedaan latar belakang individual anak, baik latar belakang
kehidupan, tingkat usianya maupun tingkat kemampuan berfikirnya. Oleh karena
itu cara atau metode mengajar agama pada tingkat perguruan tinggi tidak dapat
disamakan dengan mengajar disekolah dasar.
3)
Perbedaan situasi dan kondisi dimana pendidikan berlangsung dengan pengertian
di samping perbedaan jenis lembaga pendidikan (sekolah) masing-masing, juga
letak geografis dan perbedaan sosial kultural ikut menentukan metode yang
dipakai oleh guru.
4)
Perbedaan pribadi dan kemampuan dari para pendidik masing-masing. Seorang
guru yang pandai menyampaikan sesuatu dengan lisan, disertai mimik, gerak lagu
tekanan suara akan lebih berhasil dengan menggunakan metode ceramah dari pada
guru lain yang karena pembawaannya, dia tidak pandai berbicara dan berakting di
muka kelas.
5)
Karena adanya sarana dan fasilitas yang berbeda baik dari segi
kualitas maupun dari segi kuantitasnya. Suatu sekolah yang sudah lebih lengkap
peralatan sekolahnya, baik sarana pergedungan, kelas dan alat pelajaran untuk
praktikum relatif lebih mudah melaksanakan metode demonstrasi dan eksperimen
dari pada sekolah-sekolah yang serba kekurangan sarana pendidikannya.
Oleh karena itu
dalam pendidikan islam, tidak ada jalan untuk memaksakan metode tertentu harus
dipergunakan oleh seorang guru. Bahkan guru dalam pendidikan islam adalah
pencipta metode mengajar. Oleh karena itu, guru berhak memilih atau menolak
penggunaan suatu metode tetentu yang disesuaikan dengan kemampuan dan tujuan
serta jenis materi yang diajarkan.[12]
2. Dasar Metode Pendidikan
Islam
Dalam penerapannya, metode pendidikan Islam menyangkut permasalahan
individual atau sosial peserta didik dan pendidik itu sendiri. Untuk itu dalam
menggunakan metode, seorang pendidik
harus memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan Islam. Sebab
metode pendidikan merupakan sarana atau jalan menuju tujuan pendidikan,
sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah mengacu pada
dasar-dasar metode pendidikan tersebut. Dasar metode pendidikan Islam itu
diantaranya adalah dasar agamis, biologis, psikologis, dan sosiologis.[13]
- Dasar Agamis, maksudnya bahwa metode yang digunakan dalam pendidikan Islam haruslah berdasarkan pada Agama. Sementara Agama Islam merujuk pada Al Qur’an dan Hadits. Untuk itu, dalam pelaksanaannya berbagai metode yang digunakan oleh pendidik hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan yang muncul secara efektif dan efesien yang dilandasi nilai-nilai Al Qur’an dan Hadits.
- Dasar Biologis, Perkembangan biologis manusia mempunyai pengaruh dalam perkembangan intelektualnya. Semakin dinamis perkembangan biologis seseorang, maka dengan sendirinya makin meningkat pula daya intelektualnya. Untuk itu dalam menggunakan metode pendidikan Islam seorang guru harus memperhatikan perkembangan biologis peserta didik.
- Dasar Psikologis. Perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap penerimaan nilai pendidikan dan pengetahuan yang dilaksanakan, dalam kondisi yang labil pemberian ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Oleh Karenanya, metode pendidikan Islam baru dapat diterapkan secara efektif bila didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis peserta didiknya. Untuk itu seorang pendidik dituntut untuk mengembangkan potensi psikologis yang tumbuh pada peserta didik. Sebab dalam konsep Islam akal termasuk dalam tataran rohani.
- Dasar sosiologis. Saat pembelajaran berlangsung ada interaksi antara peserta didik dengan peserta didik dan ada interaksi antara pendidik dengan peserta didik, atas dasar hal ini maka penggunaan metode dalam pendidikan Islam harus memperhatikan landasan atau dasar ini. Jangan sampai terjadi ada metode yang digunakan tapi tidak sesuai dengan kondisi sosiologis peserta didik, jika hal ini terjadi bukan mustahil tujuan pendidikan akan sulit untuk dicapai.
Keempat dasar di atas merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan dan harus diperhatikan oleh para pengguna metode pendidikan
Islam agar dalam mencapai tujuan tidak mengunakan metode yang tidak tepat dan
tidak cocok dengan kondisi agamis, kondisi biologis, kondisi psikologis, dan
kondisi sosiologis peserta didik.
3.
Pendekatan Metode Pendidikan Islam
Perwujudan strategi pendidikan islam
dapat di konfigurasikan
dalam bentuk metode pendidikan yang lebih luasnya mencakup pendekatan
(approach)-nya. Untuk pendekatan pendidikan islam, dapat berpijak pada firman
Allah SWT. Sebagai berikut :
Artinya
: “ sebagaimana (kami telah menyempurnakan
nikmat kami kepadamu) kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu, yang
membacakan ayat-ayat kami kepada kamu, serta mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan
Al-Hikmah, serta menganjurkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.” (Q.S.
Al-Baqarah : 151).
Artinya : “ Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebaikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran).
Dari kedua firman Allah diatas,
Jalaludin Rahmat dan Zainal Abidin Ahmad merumuskan pendekatan pendidikan islam
dalam enam kategori, yaitu[14] :
1.
Pendekatan Tilawah
Pendekatan Ini meliputi membacakan
ayat-ayat Allah yang bertujuan memandang fenomena alam sebagai tanda
kekuasannya dan mempunyai keyakinan bahwa semua ciptaan Allag memiliki
keteraturan yang bersumber dari Rabb al-‘alamin serta memandang bahwa segala
yang ada tidak dicptakan-Nya secara sia-sia belaka. Bentuk tilawah mempunyai
indikasi tafakkur (berfikir) dan tadzakkur (berdzikir) sedangkan aplikasinya
adalah pembentukan kelompok ilmiah, dan kegiatan ilmiah lainnya, dengan
landasan Al-Qur`an dan Al-Hadist misalnya pengkajian, penelitian dan lain
sebagainya
.
2.
Pendekatan Tazkiyah (Penyucian)
Pendekatan ini diartikan dengan
menyucikan dirinya dengan cara amar ma’ruf nahi mungkar (tindakan proaktif dan
reaktif), pendekatan ini bertujuan untuk menjaga kebersihan dirinya dari lingkungannya,
memelihara dan mengembangkan akhlak yang baik, menolak dan menjauhi akhlak
tercela. Jelas indikator pendekatan ini fisik, psikis dan sosial. Aplikasinya
adalah dengan gerakan kebersihan, ceramah, tabligh, serta pengembangan kontrol
sosial.
3.
Pendekatan Ta’lim Al-Kitab
Mengajarkan Al-kitab (Al-Qur’an)
dengan menjelaskan hukum halal dan haram. Pendekatan ini bertujuan untuk
membaca, memahami, dan merenungkan Al-Qur’an dan As-sunnah sebagai
keterangannya. Pendekatan ini bukan hanya memahami fakta, tetapi juga makna
dibalik fakta, sehingga dapat menafsirkan informasi secara kreatif dan produktif.
Indikatornya pembelajaran membaca Al-Qur’an, diskusi tentang Al-Qur’an di bawah
bimbingan para ahli, memonitor pengkajian islam, kelompok diskusi, kegiatan
membaca literatur islam, dan lomba krestivitas islami.
4.
Pendekatan Ta’lim Al-Hikma
Pendekatan Ini hampir
sama dengan pendekatan ta’lim Al-kitab, hanya saja bobot dan proporsi serta
frekuensinya diperluas dan diperbesar. Indikator utama pendekatan ini adalah
mengadakan perenungan (reflective thinking), renovasi, dan interpretasi
terhadap pendekatan ta’lim Al-kitab. Aplikasi pendekatan ini dapat berupa studi
banding antar lembaga pendidikan, antar lembaga pengkajian, antar lembaga
penelitian, dan sebagainya.
5.
Yuallimukum maa lam takuunuu ta’lamun
Pendekatan ini mungkin hanya
dinikmati oleh Nabi dan Rasul saja, seperti adanya mukjizat, sedangkan manusia
seperti kita hanya bisa menikmati sebagian kecil saja, indikator pendekatan ini
adalah penemuan teknologi canggih yang dapat membawa manusia pada penjelajahan
ruang angkasa, sedang aplikasinya adalah mengembangkan produk teknologi yang
dapat membawa manusia pada penjelajahan ke angkasa, sedangkan aplikasinya
mengembangkan produk teknologi yang dapat mempermudah dan membantu kehidupan
manusia sehari-hari.
6.
Pendekatan Ishlah (Perbaikan)
Pelepasan beban dan belenggu yang
bertujuan memiliki kepekaan terhadap penderitaan orang lain, memiliki komitmen
memihak bagi kaum yang tertindas, dan berupaya menyeimbangkan perbedaan paham.
Pendekatan ini bertujuan untuk memelihara ukhuwah islamiyah dengan aplikasinya
kunjungan ke kelompok kaum dhu’afa, kampanye amal sholeh, kebiasaan bersedekah,
dan proyek-proyek sosial, serta mengembangkan badan amil zakat infak dan
sedekah (BAZIS
4. Prosedur Pembuatan
Metode Pendidikan
Langkah-langkah yang ditempuh oleh para pendidik sebelum
pembuatan metode pendidikan islam adalah memerhatikan persiapan mengajar (lesson
plan) yang meliputi pemahaman terhadap tujuan pendidikan islam, penguasaan
materi pelajaran, dan pemahaman teori-teori pendidikan selain teori-teori
pengajaran. Disamping itu, pendidik harus memahami prinsip-prinsip mengajar
serta model-modelnya dan prinsip evaluasi, sehingga pada akhirnya pendidikan
islam berlangsung dengan cepat dan tepat.
Prosedur pembuatan metode pendidikan islam adalah dengan
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang meliputi[15] :
1) Tujuan pendidikan
islam. Faktor ini di gunakan untuk menjawab pertanyaan untuk apa pendidikan
itu dilaksanakan. Tujuan pendidikan mencakup tiga aspek, yaitu aspek kognitif
(pembinaan akal pikiran, seperti kecerdasan, kepandaian, daya nalar), aspek
afektif (pembinaan hati, seperti pengembangan rasa, kesadaran, kepekaan emosi
dan kematangan spiritual) dan aspek psikomotorik (pembinaan jasmani, seperti
badan sehat, mempunyai keterampilan).
2) Peserta didik. Faktor
ini digunakan untuk menjawab pertanyaan untuk apa dan bagaimana metode
itu mampu mengmbangkan peserta didik dengan mempertimbangkan berbagai tingkat
kematangan, kesanggupan, kemampuan yang dimilikinya.
3) Situasi. Faktor ini
digunakan untuk menjawab pertanyaan bagaimana serta kondisi
lingkungannya yang mempengaruhinya.
4) Fasilitas. Faktor ini
digunakan untuk menjawab pertanyaan di mana dan bilamana termasuk
juga berbagai fasilitas dan kuantitasnya.
5) Pribadi pendidik.
Faktor ini digunakan untuk menjawab pertanyaan oleh siapa serta
kompetensi dan kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, sulit ditentukan suatu kualifikasi yang
jelas mengenai setiap metode yang pernah dikenal didalam pengajaran dan
pendidikan. Setiap usaha kualifikasi bersifat arbitrer (mana yang disuka).
Lebih sulit lagi umtuk menggolongkan metode-metode itu dalam nilai dan
efektifitasnya, sebab metode yang kurang baik di tangan pendidik satu boleh
jadi menjadi sangat baik di tangan pendidik yang lain; dan metode yang baik
akan gagal ditangan pendidik yang tidak menguasai teknik pelaksanaannya. Tidak
selamanya satu metode selalu baik untuk saat yang berbeda-beda. Baik tidaknya
bergantung pada beberapa faktor yang mungkin berupa situasi dan kondisi, atau persesuaian dengan
selera, atau juga karena metodenya sendiri yang secara intrinsik belum memenuhi
persyaratan sebagai metode yang tepat guna, semuanya sangat ditentukan oleh
pihak yang menciptakan dan melaksanakan metode juga objek yang menjadi
sasarannya.[16]
5.
Macam-macam Metode Dalam Pendidikan Islam
Dalam kaitan ini terdapat beberapa
macam metode yang dapat dipergunakan oleh guru dalam melaksanakan tugas
mendidik atau mengajarnya yaitu[17] :
1.
Metode Ceramah. Yang dimaksud dengan metode ceramah adalah
penerangan atau penuturan secara lisan oleh guru kepada sejumlah siswa yang
biasanya berlangsung di dalam sebuah kelas. Tetapi tidak menutup kemungkinan
untuk dilaksanakan di luar kelas. Dalam metode ini, guru merupakan pihak yang
aktif sementara murid cenderung pasif. Metode ini tepat dipergunakan apabila
menghadapi kondisi sebagai berikut :
§ Jumlah murid
atau peserta didik cukup besar sehingga kurang atau tidak efektif menggunakan
metode yang lain.
§ Guru atau
penceramahnya adalah orang yang pandai berbicara yang baik dan berwibawa.
§ Materi yang kan
disampaikan terlalu banyak sementara waktu yang tersedia sedikit.
§ Materi yang
akan disampaikan merupakan keterangan atau penjelasan (tidak terdapat
alternatif lain yang dapat didiskusikan).
2.
Metode tanya jawab. Yang dimaksud dengan metode tanya jawab ialah
menyampaikan pelajaran dengan jalan guru mengajukan pertanyaan dan murid
menjawab. Hal ini dimaksudkan untuk mengenal pengetahuan, fakta tertentu yang
sudah diajarkan dan untuk merangsang perhatian murid atau siswa dengan berbagai
cara. Komunikasi dalam metode ini bersifat terbatas, hanya terjadi pada dua
individu guru dan siswa, dan jika terdapat kesalahan dalam menjawab dapat
diajukan kepada yang lain secara bergiliran. Metode ini tepat dipergunakan
apabila :
§ Guru bermaksud
mengetahui penguasaan materi yang telah diberikan.
§ Untuk
mengarahkan proses berpikir anak.
§ Untuk
merangsang anak agar perhatiannya terarah kepada masalah yang sedang
dibicarakan.
§ Sebagai
selingan dalam ceramah.
3.
Metode Diskusi. Metode ini dapat juga disebut musyawarah, meskipun
sebenarnya lebih mengarah pada kepentingan rapat dan kurang tepat dipergunakan
dalam proses belajar mengajar. Disamping pertanyaannya mengandung masalah,
metode ini dapat dikembangkan menjadi metode pemecahan masalah (problem
solving method). Metode diskusi ini sering diartikan sebagai metode di
dalam mempelajari bahan atau menyampaikan materi dengan jalan mendiskusikannya,
sehingga berakibat menimbulkan pengertian dan perubahan tingkah laku murid
serta menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap hasil diskusi. Pelaksanaan
metode ini merupakan latihan bagi siswa untuk berani mengemukakan pendapatnya,
dan mampu menghormati dan menghargai pendapat orang lain, yang penting artinya
dalam kehidupan bermasyarakat. Dipergunakannya metode ini dalam pengajaran
islam menandakan bahwa tidak semua ajaran islam itu bersifat dogmatis. Adapun
penggunaan metode ini tepat:
§ Apabila
soal-soal (masalah) yang sebaiknya pemecahannya diserahkan kepada siswa.
§ Untuk mencari
keputusan atau pendapat bersama mengenai suatu masalah.
§ Untuk
menumbuhkan kesanggupan pada anak didik untuk merumuskan pikirannya secara
teratur dan dalam bentuk yang dapat diterima oleh orang lain.
§ Untuk
membiasakan siswa suka dan menerima pendapat orang lain sekalipun berbeda
dengan pendapatnya sendiri, membiasakan bersikap terbuka dan toleran.
Dan harus
diperhatikan dalam pelaksanaan diskusi ini, tidak semua pertanyaan dapat
didiskusikan dilingkungan siswa. Diantaranya; Pertanyaan yang dapat menuntun
pikiran pada kekufuran terhadap kemaha Esaan dan Kemaha Besaran Allah SWT.
Pertanyaan yang kemungkinan banyak jawabannya yang saling bertentangan dan
pertanyaan yang bersifat menanyakan jawaban manakah yang benar dan yang salah
tetapi lebih menitik beratkan pada kemampuan mendorong murid atau siswa untuk
berfikir.
4.
Metode Latihan Siap. Metode ini disebut juga metode drill yaitu
suatu metode dengan jalan melatih anak didik atau siswa terhadap bahan
pelajaran yang sudah diberikan, dengan cara berulang-ulang. Banyak pelajaran
dalam bidang studi agama yang perlu dikuasai secara praktis, sehingga
memerlukan latihan secara teratur, misalnya pelajaran bahasa Arab, membaca
Al-Qur’an dan latihan shalat. Metode ini tepat dipergunakan :
1)
Apabila pelajaran dimaksudkan untuk melatih mengenai pelajaran yang
sudah diberikan atau yang sedang berlangsung.
2)
Apabila pelajaran dimaksudkan untuk melatih keterampilan anak dalam
mengerjakan sesuatu dan melatih keterampilan anaka dalam mengerjakan sesuatu
dan melatih anak untuk berpikir cepat.
3)
Dipergunakan untuk memperkuat daya tanggapan anak terhadap
pelajaran. Latihan akan lebih tinggi nilainya apabila :
§ Latihan tidak
sekedar dilakukan secara mekanis, tetapi diiringi juga dengan latihan
pengertian mengenai apa yang dilatih itu. Seperti dalam mengulang membaca
al-Fatihah akan lebih bermakna bila disertai dengan penjelasan terhadap apa
yang diulang.
§ Latihan
diketahui manfaatnya bagi yang bersangkutan baik dalam kehidupan dunia maupun
akhirat.
5.
Metode Demonstrasi dan Eksperimen. Metode demonstrasi adalah suatu
metode dimana seorang guru diminta atau murid sendiri memperlihatkan atau
memperagakan pada seluruh kelas tentang suatu proses atau suatu kaifiyah
melakukan sesuatu. Misalnya cara berwudhu, shalat jenazah dan sebagainya.
Sedangkan metode eksperimen adalah metode dimana guru dan murid sama-sama
mengerjakan sesuatu sebagai latihan praktis dari apa yang diketahui seperti
eksperimen mengajar al-Qur’an dengan metode tertentu, eksperimen tentang tanah
atau debu yang bisa dipakai bertayamum dan sebagainya. Metode ini dapat
dirangkaikan penggunaannya atau juga secara terpisah. Dan metode ini tepat
dipergunakan apabila :
§ Akan memberikan
keterampilan tertentu.
§ Untuk
memudahkan berbagai jenis pekerjaan sebab penggunaan bahasa lebih terbatas.
§ Untuk menghindari
verbalisme.
§ Untuk membantu
anak dalam memahami dengan jelas jalannya suatu proses dengan penuh perhatian,
sebab lebih menarik.
6.
Metode Pemberian Tugas dan Resitasi. Metode pemberian tugas
(resitasi) ini sering juga disebut metode pekerjaan rumah, yaitu metode dimana
siswa diberi tugas khusus diluar jam pelajaran. Dalam pelaksanaannya metode ini
siswa dapat mengerjakan tugasnya di rumah atau di luar rumah seperti
diperpustakaan, laboratorium, masjid dan sebagainya, untuk dapat
dipertanggungjawabkan kepada guru. Misalnya tugas untuk mencatat hasil ceramah
ramadhan, khutbah jum’at dan sebaginya. Metode ini tepat dipergunakan :
§ Bila guru
mengharapkan agar semua pengetahuan setelah diterima anak menjadi lebih
lengkap.
§ Untuk
mengaktifkan anak atau siswa mempelajari sendiri suatu masalah dengan membaca
sendiri, mengerjakan soal-soal sendiri dan mencoba sendiri mempraktekkan
pengetahuannya.
§ Untuk
merangsang siswa lebih aktif dan rajin.
7.
Metode Karya Wisata. Adalah metode mengajar dengan membawa siswa
meninggalkan sekolah menuju suatu objek untuk mempelajari sesuatu yang
berhubungan dengan pelajaran sesuai kurikulum yang berlaku. Metode ini sering
juga disebut studi wisata (study tour) dalam perjalanan karya wisata ada
hal-hal tertentu yang sudah dipersiapkan oleh guru untuk didemonstrasikan atau
ditunjukkan kepada siswa, disamping ada hal yang kebetulan ditemukan dalam
perjalanan wisata tersebut. Misalnya pengenalan terhadap penciptaan Allah
tentang alam semesta. Metode ini tepat digunakan :
§ Apabila
pelajaran dipergunakan untuk memberi pengertian lebih jelas dengan alat peraga
langsung.
§ Apabila akan
membangkitkan penghargaan dan cerita terhadap lingkungan dan tanah air, serta
menghargai ciptaan Allah.
§ Apabila akan
mendorong anak mengenal masalah lingkungan dengan baik.
8.
Metode Kerja Kelompok. Adalah metode mengajar dengan membagi siswa
dalam kelompok untuk mempelajari bahan pelajaran yang sama dengan cara bekerja
sama antara yang satu dengan yang lain dan saling percaya menpercayai.
Penggunaan metode kelompok dalam belajar disamping dapat meningkatkan
persaudaraan, terutama sesama saudara seagama, juga akan menigkatkan efesiensi
dan efektifitas proses belajar. Metode ini dapat dipergunakan :
§ Apabila dalam
keadaan kekurangan alat atau sarana pendidikan di dalam kelas, misalnya
kekurangan buku paket pelajaran.
§ Apabila
terdapat perbedaan kemampuan individual anak. Dalam hal ini siswa dapat bekerja
sama antara yang kurang pandai dengan yang pandai, sehingga dapat saling
membantu, dan dapat juga bekerja sama antara siswa yang setaraf kepandaiannya.
§ Apabila minat
individual siswa berbeda-beda. Apabila terdapat beberapa unit pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu
yang bersamaan; atau bila pekerjaan lebih tepat untuk diperinci, maka jelas
dapat dibagi menjadi beberapa kelompok bertanggungjawab terhadap tugas khusus
tersebut.
9.
Tim Guru (Team Teaching). Tim guru dimaksudkan adalah dua
orang guru atau lebih, bekerjasama dalam memberikan pelajaran kepada siswa
dalam satu kelas. Metode ini banyak dipergunakan di perguruan tinggi. Ada tiga
bentuk yang dapat dipergunakan dalam menggunakan metode mengajar dengan tim
guru, yaitu :
1)
Mengikutsertakan orang luar sebagai anggota tim.
2)
Mengikutsertakan seorang yang ahli di bidang masing-masing.
3)
Mengikutsertakan siswa yang ditunjuk sebagai asisten hal ini
ditempuh bila kesulitan terhadap bantuan guru dari masyarakat sementara guru
sangat terbatas.
Metode ini
tepat digunakan :
§ Apabila jumlah
murid terlalu besar, sehingga pembagian tugas belajar kepada murid kurang
merata dan penangkapan murid kurang sempurna.
§ Apabila
pelajaran dimaksudkan untuk memberikan penjelasan lebih mendalam.
§ Apabila
fasilitas (ruangan, alat-alat dan sebagainya) memungkinkan pengelompoan murid
sub. Kelompok.
10.
Metode Sosiodrama dan
Bermain Peranan. Kedua metode ini sulit untukipisahkan satu dengan yang lain.
Dalam penggunaannya, selain dapat dipergunakan secara silih berganti juga dapat
dirangkaikan menjadi satu kesatuan. Sosiodrama berarti mendramakan atau
memerankan cara tingkah laku di dalam hubungan sosial. Sedangkan bermain
peranan lebih menekankan pada kenyataan dimana para siswa diikutsertakan dalam
memainkan peranan didalam mendramakan masalah-masalah hubungan sosial. Kedua
metode ini kadang-kadang disenut dramatisasi. Netode ini dapat dipergunakan
terutama pada bidang studi akhlak dan sejarah islam. Metode ini dapat
dipergunakan :
§ Apabila
pelajaran dimaksudkan untuk melatih siswa agar mereka mampu menyelesaikan
masalah-masalah yang bersifat sosial psychologis.
§ Pelajaran
dimaksudkan untuk melatih siswa agar mereka dapat bergaul dan memberi
kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya.
Beberapa metode
diatas, merupakan metode yang umum digunakan baik dalam pengajaran agama islam
maupun dalam mengajarkan pengajaran umum. Dan tentunya setiap metode yang telah
dikemukakan diatas, disamping memiliki kelebuhan-kelebihan tentu juga memiliki
kekurangan atau kelemahan-kelemahan. Pada setiap metode tentunya seorang guru
dituntut untuk dapat mengatasi kelemahan-kelemahan itu dan sekaligus untuk
mewujudkan efisiensi dan efektifitas dalam menggunakan metode.[18]
Di samping metode
yang telah di uraikan diatas, terdapat pula metode pembinaan rasa beragama.
Menurut an-Nawawi sebagian yang dikutip oleh Ahmad Tafsir (1994:135)
mengemukakan beberapa metode untuk menananmkan rasa iman yakni sebagai berikut[19] :
1.
Metode Hiwar (percakapan) Qur’ani dan Nabawi
2.
Metode Qisah Qur’ani dan Nabawi
3.
Metode Amtsal (perumpamaan) Qur’ani dan Nabawi
4.
Metode keteladanan
5.
Metode pembiasaan
6.
Metode ‘ibrah dan mau’izah
7.
Metode targhib dan tarhib
1.
Metode Hiwar Qur’ani dan Nabawi
Hiwar adalah
percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan
dengan sengaja diarahkan kepada suatu tujuan yang dikehendaki (dalam hal ini
oleh guru). Dalam percakapan atau dialog itu bahan pembicaran tidak dibatasi;
dapat dipergunakan berbagai konsep sains, filsafat, wahyu dan lain-lain. Kadang
pembicaraan itu sampai kepada suatu kesimpulan, kadang juga tidak, karena salah
satu pihak tidak puas terhadap pihak yang lain. Maisng-masing mengambil
pelajaran untuk menentukan sikap bagi dirinya. Hiwar mempunyai dampak bagi
pembicaraan maupun bagi pendengar. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya :
a)
Dialog itu berlangsung dinamis, karena kedua pihak terlibat
langsung dalam pembicaraan disamping kedua pihak juga saling memperhatikan
untuk dapat mengikuti jalan fikiran pihak lain. Metode ini sama dengan diskusi
bebas hanya saja dalam hiwar ini ada guru yang sengaja menggiring pembicaraan
ke arah tujuan tertentu.
b)
Pendengar tertarik untuk mengikuti jalannya dialog karena tertarik
pada kesimpulan.
c)
Metode ini dapat membangkitkan perasaan dan kesan dalam jiwa, yang
membantu seseorang menemukan sendiri kesimpulannya.
d)
Bila hiwar dilakukan dengan baik memenuhi akhlak dan tuntunan
islam, maka akan mempengaruhi peserta sehingga meninggalkan pengaruh berupa
pendidikan akhlak, sikap dalam berbicara, menghargai pendapat oran glain dan
sebaginya. Dalam hiwar setiap dialog harus disusun sesuai dengan tujuan yan
gingin dicapai.
Hiwar qur’ani
merupakan dialog yang diambil dari dialog antara Allah dengan hamba-Nya. Dimana
Allah memanggil hamba-Nya dengan mengatakan “Wahai orang-orang yang beriman”
dan hamba-Nya menjawab dalam kalbunya dengan mengatakan, “kusambutpanggilan-Mu
ya Rabbi”. Dialog antara Allah dengan hamba-Nya ini menjadi petunjuk bahwa
pengajaran seperti itu dapat kita pergunakan dalam pengajaran islam. Sedangkan
hiwar Nabawi adalah hiwar yang dipergunakan oleh Nabi dalam mendidik
sahabat-sahabatnya. Yang mana beliau menghendaki agar sahabatnya mengajukan
pertanyaan. Dari sini kita dpat mengetahui bhwa guru harus mendorong muridnya
untuk bertanya.
2.
Metode Qisah Qur’ani dan Nabawi
Dalam pendidikan islam (terutama
pendidikana agama islam sebagai suatu bidang studi) metode kisah sangat
penting. Qisah Qur’ani bukan hanya merupakan kisah atau karya seni yang indah,
akan tetapi merupakan suatu cara Tuhan mendidik umat-Nya untuk beriman
kepada-Nya. Secara ringkas tujuan Qisah Qur’ani adalah sebagai berikut:
a)
Mengungkapkan kemantapan wahyu dari risalah, mewujudkan rasa mantap
dalam menerima Qur’ani dan keutusan rasulnya. Kisah itu menjadi bukti atasa
kebenaran wahyu dan kebenaran Rasul Saw.
b)
Menjelaskan secara keseluruhan bahwa ad-din itu berasal dari Allah
Swt.
c)
Menjelaskan bahwa Allah mencintai Rasul-Nya, menjelaskan bahwa kaum
muslimin adalah umat yang satu, dan Allah adalah Rabb mereka.
d)
Kisah itu bertujuan menguatkan keimanan kaum muslimin, menghibur
mereka dari kesedihan atas musibah yang menimpa.
e)
Mengingatkan bahwa musuh orang mukmin adalah setan; menunjukkan
permusuhan abadi itu lewat kisah akan tampak lebih hidup dan jelas. Adapun
Qisah Nabawi tidak berbeda jauh dengan Qisah Qur’ani tersebut, hanya saja Qisah
Nabawi berisi rincian yang lebih khusus seperti menjelaskan keikhlasan dalam
beramal, menganjurkan bersedekah, mensyukuri nikmat Allah.
3.
Metode Amtsal (perumpamaan)
Dalam Al-Qur’an terdapat perumpamaan
yang dibuat untuk mengajarkan hamba-Nya, seperti perumpamaan orang kafir itu
adalah seperti orang yang menyalakan api atau perumpamaan sesembahan orang
kafir itu seperti sarang laba-laba dan lain-lain. Jadi, cara seperti itu dapat
juga dipergunakan oleh guru dalam mengajar, yaitu dengan berceramah atau
membaca teks. Kebaikan metode ini antara lain :
a)
Mempermudah siswa memahami konsep yang abstrak
b)
Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat
dalam perumpamaan tersebut
c)
Amtsal Qur’ani dan Nabawi memberikan motivasi kepada pendengarnya
untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan
Dan harus
diperhatikan daam perumpamaan ini, atau dalam menggunakan metode ini adalah
perumpamaan itu harus yang logis dan mudah dipahami.
4.
Metode keteladanan
Keteladanan merupakan hal yang
sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan karena secara psikologis manusia
memang membutuhkan tokoh teladan dalam hidupnya. Dalam pendidikan, siswa sering
kali menjadikan guru sebagai teladan. Oleh karena itu guru harus menjadi suri
tauladan yang baik bagi siswanya. Keteladanan itu ada dua macam yaitu :
a)
Keteladanan yang disengaja, yaitu keteladanan yang memang disertai
perintah atau penjelasan agar meneladaninya.
b)
Keteladanan yang tidak disengaja yaitu keteladanan dalam keilmuan,
kepemimpinan, sifat keikhlasan dan sejenisnya.
Dalam pendidikan
islam, kedua bentuk keteladanan itu sama pentingnya. Keteladanan yang disengaja
dilakukan secara formal, sedangkan keteladanan yang tidak disengaja dilakukan
secara tidak formal. Akan tetapi kadang keteladanan yang tidak formal itu
kegunaannya lebih besar dari keteladanan yang dilakukan secara formal.
5.
Metode pembiasaan
Pembiasaan sebenarnya berintikan
pengalaman. Apa yang dibiasakan itu ialah sesuatu yang diamalkan. Sedangkan
inti pembiasaan itu adalah pengulangan. Karena pembiasaan berintikan
pengulangan, maka metode pembiasaan juga berguna untuk menguatkan hafalan.
Metode ini bisa dipergunakan pada tingkat yang terendah samapai pada tingkat
perguruan tinggi.
6.
Metode Ibrah dan Mau’izah
Menurut an-Nahlawi kedua kata ini
(‘ibrah dan mau’izah) mempunyai perbedaan dari segi makna. Pendidikan islam
memberikan perhatian khusus kepada metode ‘ibrah agar pelajar dapat mengambil
pelajaran dari kisah yang diberikan oleh Al-Qur’an.
7.
Metode Tarhib dan Targib
Targhib ialah
janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan, sedangkan
tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Targhib bertujuan agar orang
mematuhi aturan Allah. Tarhib demikian juga, akan tetapi, tekanan targhib yaitu
agar seseorang melakukan kebaikan, sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan.
Targhib dan tarhib dalam pendidikan islam berbeda dengan ganjaran dan hukuman
dalam pendidikan barat. Perbedaan utamanya ialah targhib dan tarhib
bersandarkan hukuman dan ganjaran duniawi. Perbedaan itu mempunyai implikasi
yang penting, yaitu:
a)
Targhib dan tarhib lebih teguh karena akarnya berada di langit
(transenden), sedangkan teori hukuman dan ganjaran hanya bersandarkan sesuatu
yang duniawi. Targhib dan tarhib itu mengandung aspek iman, sedangkan metode
ganjaran dan hukuman tidak mengandung aspek iman. Oleh karena itu targhib dan
tarhib lebih kuat pengaruhnya.
b)
Secara operasional, targhib dan tarhib lebih mudah dilaksanakan
dari pada metode hukuman dan ganjaran karena materi targhib dan tarhib sudah
ada dalam Al-Qur’an dan hadist Nabi, sedangkan hukuman dan ganjaran dalam
metode barat harus ditemukan senditi oleh guru.
c)
Targhib dan tarhib lebih universal dan dapat digunakan kepada siapa
saja, sedangkan jenis hukuman dan ganjaran harus disesuaikan dengan orang
tertentu dan tempat tertentu. Di pihak lain, targhib dan tarhib lebih lemah
dari pada hukuman dan ganjaran lebih nyata dan langsung waktu itu juga,
sedangkanpembuktian targhib dan tarhib kebanyakan gaib dan diterima nanti
(diakhirat).
Metode yang
dikemukakan oleh an-Nahlawi ini sangat diperlukan dalam pendidikan iman atau
keimanan yang merupakan inti dari pendidikan islam. Sedangkan untuk pendidikan
keagamaan segi psikomotor dan kognitif dapat mempergunakan metode-metode yang
umum dipergunakan dalam pengajaran, baik pengajaran agama atau pengajaran umum (ilmu
umum). Sehubungan dengan metode pendidikan keimanan atau pendidikan keagamaan
segi efektif ini, Ahmad Tafsir (1994: 148-149) menambahkan dengan dua metode[20] :
1.
Metode pepujian. Pepujian ini dapat berupa pepujian terhadap Allah
dan juga shalawat kepada Nabi Muhammad. Termasuk dalam metode pepujian ini
ialah membaca ayat Al-Quran. Metode ini sering dipergunakan di
pesantren-pesantren, untuk menggugah ahli para santri untuk melaksanakan
ibadah.
2.
Metode wirid. Wirid adalah pengucapan doa-doa secara berulang-ulang.
Lafal doa itu bermacam-macam dan biasanya dibaca selesai shalat. Pada dasarnya,
wirid juga merupakan pepujian, hanya saja wirid tidak dilagukan seperti waktu
membaca pujian-pujian.
Disamping
metode-metode ini, as-Syaibany (1979: 560-577) juga menambahkan beberapa macam
metode mengajar umum yang telah dipergunakan oleh pendidik-pendidik islam,
yaitu[21] :
1.
Metode pengambilan kesimpulan atau induktif. Metode ini bertujuan
membimbing siswa untuk mengetahui fakta-fakta dan hukum-hukum umum melalui
jalan pengambilan kesimpulan atau induksi. Dalam menjalankan metode ini, guru
memberikan contoh yang sederhana kemudian mengambil kesimpulan dan atau membuat
dasar umum yang berlaku kepada contoh yang diberikan atau yang belum diberikan
(bagian-bagian).
2.
Metode perbandingan. Metode ini merupakan kebalikan dari metode
induktif, yaitu kalau metode induktif dari bagian baru kepada yang umum,
sedangkan metode perbandingan ini berangkat dari yang umum dulu, baru kepada
yang khusus, dari keseluruhan dulu dan kemudian kepada bagian-bagian.
3.
Metode kuliah. Dalam melaksanakan metode ini, guru terlebih dahulu
mencatat perkara penting yang ingin dibahas dan kemudian menjelaskan secara
rinci, sementara siswa mendengar sambil mencatat hal-hal yang dianggap penting.
4.
Metode dialog dan perbincangan. Metode ini berdasar pada dialog,
perbincangan melalui tanya jawab, dan pendialog, dalam metode ini biasanya
melaluibeberapa tahapan yakni; pertama, tahap keyakinan yang tidak berdasar;
kedua, tahap keraguan dan tahap ketiga, tahap keyakinan, keyakinan yang
berdasar akal.
5.
Metode halaqah. Dalam melaksanakan metode ini, para siswa duduk
mengelilingi gurunya untuk mendengarkan penjelasan gurunya. Dalam metode ini,
terhimpun juga metode riwayat, mendengar, membaca, dikte dan hafalan serta pemahaman.
Sehubungan dengan metode ini, Abdul Fatah Jalal (1988: 177-194)
mengemukakan delapan metode yaitu[22] :
1)
Partisipasi guru dalam situasi kegiatan belajar mengajar. Guru
turut berempati (merasakan) kelemahan, perasaan orang lain, bukan sekedar
simpati apalagi apatis.
2)
Pengulangan yang bervariasi. Menggunakan berbgai contoh dari
berbagai sudut. Contohnya kisah Adam dan Maryam diulang-ulang dalam Al-Qur’an.
3)
Membuat perumpamaan cerita untuk pelajaran yang dimaksudkan agar
kesannya mendalam kelubuk jiwa.
4)
Pengalaman pribadi dan media wisata untuk membaca alam
5)
Mengambil pengajaran dari pengalaman dan peristiwa yang terjadi
6)
Menciptakan suasana sebagai upaya pendidikan dimana guru harus
tanggap dengan berbagai kondisi yang dihadapi siswa. Misalnya, selama kegiatan belajar-mengajar,
sikap tanggap itu didukung dengan pemanfaatan materi yang sedang diajarkan dan
menciptakan suasana gembira sangat diutamakan.
7)
Teladan yang baik: teladan dalam mencari ridha Allah dan
keselamatan akhirat.
8)
Memperlihatkan karakteristik anak didik dan situasi kegiatan
belajar mengajar. Maksudnya kondisi dan kareakter didik dan lingkungan harus
diperhatikan di samping juga memilih situasi dan waktu yang tepat untuk
memberikan pengajaran.
Demikian lima
rumusan metode pendidikan sekaligus pengajaran dari para ahli. Walaupun
terlihat adanya perbedaan dalam merumuskan, akan tetapi secara substansial
tidak bertentangan satu sama lain. Dan dari semua metode yang dikemukakan itu,
dapat dilihat bahwa metode yang merangsang interaksi yang edukatif antara
guru/pendidik dan peserta didik, ada yang berpusat pada guru dan ada yang
berpusat pada siswa[23].
Demikian pula
akhir-akhir ini dalam interaksi edukatif di dalam pendidikan dan pengajaran
formal diupayakan dengan CBSA (Cara
Belajar Siswa Aktif) yang lebih melibatkan anak secara utuh (emosional,
intelektual, fisik dan sebagainya) dalam kegiatan belajar. Karakteristik metode
CBSA adalah pendekatan yang multi arah, multi media dan multi strategi. Ini
inheren dengan pendidikan islam (ajaran islam) yang menuntut pengalaman ajaran
islam, dimana islam mengajarkan keaktifan sendiri untuk mengubah keadaan/nasib
yang dihadapi, sebagaimana firmannya[24] :
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Q.S. 13:11).
Dari beberapa
metode pemdidikan dan pengajaran islam yang telah dikemukakan diatas, terdapat
beberapa ciri umum, mengenai ciri-ciri metode mengajar dalam pendidikan islam
yaitu[25] :
1)
Berpadunya antara metode dan cara dari segi tujuan dan alat
2)
Metode tersebut bersifat luwes dan dapat menerima perubahan dan
sesuai dengan keadaan dan suasana serta mengikuti kebutuhan atau sifat siswa.
3)
Metode tersebut berusaha dengan sungguh-sungguh mengaitkan antara
teori dengan praktik.
4)
Menghindarkan cara meringkas dalam pengajaran karena ini akan
merusak tradisi ilmiah
5)
Menekankan kebebasan siswa berdiskusi, berdebat dan berdialog dalam
batas-batas kesopanan dan hormat-menghormati. Murid atau siswa boleh berbeda
pendapat dengan gurunya jika ia mempunyai bukti-bukti argumen yang kuat.
6)
Di samping dalam pendidikan islam diberikan kebebasan kepada siswa
dalam berpendapat atau berbeda pendapat dengan gurunya dengan adanya bukti yang
menguatkan pendapatnya. Pendidikan islam juga mengangkat derajat guru dan
meletakkannya dalam tingkat pimpinan dan tauladan dalam bidang pikiran dan
spiritual dan memberikan hak penghormatan, penghargaan serta mengajak siswa
untuk patuh kepadanya. Dan diberi pula hak penuh untuk memilih metode dan
pelaksanaan proses pendidikan dan pengajaran.
Demikian ciri-ciri
umum dari metode pendidikan islam, yang membedakannya dengan metode-metode
pendidikan pada umumnya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah
dijelaskan diatas, maka kami dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1)
Metode pendidikan islam
adalah suatu cara atau prosedur yang dipergunakan (dalam hal ini pendidik)
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar terhadap peserta didik supaya
kegiatan belajar mengajar tersebut menjadi berkesan dan menarik bagi peserta
didik yang tentunya berpedoman kepada Al-Qur’an dan Al-hadis artinya yang
sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan dalam ajaran islam.
2)
Dasar-dasar metode
pendidikan islam antara lain :
2.1. Dasar agamis
2.2. Dasar biologis
2.3. Dasar
psikologis; dan
2.4. Dasar sosiologis
Keempat dasar di atas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
dan harus diperhatikan oleh para pengguna metode pendidikan Islam agar dalam
mencapai tujuan tidak mengunakan metode yang tidak tepat dan tidak cocok dengan
kondisi agamis, kondisi biologis, kondisi psikologis, dan kondisi sosiologis
peserta didik.
3)
Pendekatan yang dipakai
dalam metode pendidikan islam seperti yang dikemukakan oleh Jalaludin Rahmat dan Zainal Abidin Ahmad antara lain :
3.1. Pendekatan
Tilawah
3.2. Penedekatan
Tazkiyah
3.3. Pendekatan
Ta’lim Al-Kitab
3.4. Pendekatan Ta’lim Al-Hikmah
3.5. Pendekatan Yuallimukum maa lam takuunuu ta’lamun; dan
3.6. Pendekatan Ishlah
4. Prosedur pembuatan
metode pendidikan islam adalah dengan memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, yang meliputi:
4.1. Tujuan pendidikan islam.
4.2. Situasi.
4.3. Peserta Didik
4.4. Fasilitas.
4.5. Pribadi pendidik.
5.
Meskipun beberapa ahli
pendidikan islam berbeda-beda dalam merumuskan metode-metode dalam pendidikan
islam, tetapi tujuannya sama yaitu supaya peserta didik mampu memelihara dan
mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang ingin dicapai dalam
proses pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Lubna. Mengurai Ilmu Pendidikan Islam. Mataram: LKIM
Mataram, 2009
Mujib, Abdul & Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan islam.
Jakarta: Kencana, 2008
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis,
Teoritis, dan Praktis. Jakarta: Ciputat Pers, 2002
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam.
Jakarta: Kalam Mulia, 2009
Ramayulis.
Ilmu pendidikan islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
[1] Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis,
Teoritis, dan Praktis. (Jakarta: Ciputat Pers, 2002). hlm. 67
[2] Samsul Nizar. Loc. Cit.
[3] Samsul Nizar. Ibid. hlm. 65
[4] Samsul Nizar. Ibid. hlm. 66
[5] Samsul Nizar. Loc. Cit.
[6] Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan islam. (Jakarta:
Kencana, 2008). hlm. 166
[7] Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir. Loc. Cit.
[8] Rama Yulis. Ilmu pendidikan islam. (Jakarta: Kalam Mulia,
2002). hlm. 149
[9] Lubna. Mengurai Ilmu Pendidikan Islam. (Mataram: LKIM Mataram,
2009). hlm. 75
[10] Lubna. Loc. Cit.
[11] Lubna. Ibid. hlm. 76
[12] Lubna. Ibid. hlm. 77
[14] Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir. Op. Cit. hlm. 177
[15] Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir. Op. Cit. hlm. 168
[16] Abdul Mujib & Jusuf Mudzakkir. Ibid. hlm. 169
[17] Lubna. Op.Cit. hlm. 78
[18] Lubna. Loc.Cit.
[19] Lubna. Ibid. hlm. 85
[20] Lubna. Ibid. hlm. 91
[21] Lubna. Ibid. hlm. 92
[22] Lubna. ibid. hlm. 93
[23] Lubna. Loc. Cit.
[24] Lubna. Loc. Cit.
[25] Lubna. Loc. Cit.
izin copy.. sngat brmanfaat. syukron...
BalasHapusTafaddoli Ukhty, sering2 mampir, ya, , , terima kasih
HapusIzin copy mas 😊
BalasHapus