KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang telah memberikan nikmat-Nya
terutama nikmat kesehatan sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah tentang
Perkembangan Sosiologi Pendidikan Islam Dalam Masyarakat Shalawat dan salam
senantiasa tercurahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad Saw. Para sahabat,
keluarga serta umat islam yang senantiasa mengikuti beliau sampai hari kiamat.
Dalam
makalah ini akan dibahas mulai dari pengertian sosiologi, pengertian sosiologi
pendidikan islam, sejarah perkembangan sosiologi, perkembangan pendidikan dalam
masyarakat dan sosiologi bagi masyarakat.
Semoga dengan hadirnya makalah ini
bisa memberikan sedikit sumbangan ilmu pengetahuan kepada pembaca
terkait dengan tema yang akan dibicarakan agar
lebih memahami tentang perkembangan sosiologi pendidikan islam
dalam masyarakat.
Karena makalah ini disusun dengan
sangat sederhana sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya kesalahan atau
kekurangan baik itu dalam penulisan maupun dalam penyusunan materi. Untuk itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah
selanjutnya.
Akhirnya,
semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya. Amien…..
Mataram,
April 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Secara sederhana sosiologi dipahami sebagai
suatu disiplin ilmu tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan , serta berbagai gejala
sosial yang saling berhubungan. Dalam sejarah perkembangannya maka sosiologi
termasuk kedalam disiplin ilmu yang masih muda usianya (dalam perspektif
barat).
Berawal dari Ibn Khaldun, dengan konsep
pemikirannya yang sudah menjurus kepada pemahaman terhadap gejala sosial yang
berkembang di daerah arab dan beberapa daerah lain sekitarnya, menyusul kemudian
Comte dengan objek pengamatan yang sama (yaitu:masyarakat), dan diteliti dengan metode
ilmiah. Akhirnya di tangan Comte lahir suatu cabang ilmu yang diperkenalkannya
dengan nama”sosiologi”.
Berkaitan dengan studi keislaman dan
keberadaan masyarakat muslim saat ini, maka dalam makalah ini
nantinya akan diuraikan bagaimana perkembangan
sosiologi ditengah masyarakat yang dimana sosiologi dijadikan sarana dan
alat yang dapat membawa studi-studi keislaman kepada pengkajian yang lebih
dinamis terhadap gejala-gejala yang terjadi dalam masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1.Pengertian Sosiologi
Sosiologi berasal dari bahasa Latin
yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Sosiologi merupakan
salah satu bidang ilmu sosial yang mempelajari masyarakat. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya
dalam buku yang berjudul “Cours De Philosophie Positive” karangan August
Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang
sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai
hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak
mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan
mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan
pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan
dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
1.2. Pengertian Sosiologi Pendidikan Islam
Sosiologi
Pendidikan Islam terdiri dari tiga kata, yaitu Sosiologi yang diartikan sebagai
“Ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, terutama di
dalamnya perubahan-perubahan sosial”,[1] Pendidikan yang diartikan
sebagai “Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”, dan
Islam, yaitu “bersifat keislaman”
Menurut Dictionary of Sociology,
Sosiologi Pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah
pendidikan yang fundamental. Menurut
Prof. DR. S. Nasution, M.A, Sosiologi Pendidikan adalah ilmu yang berusaha
untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan
kepribadian individu agar lebih baik. Sedangkan Menurut F.G. Robbins dan
Brown, Sosiologi Pendidikan ialah
ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang
mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasikan pengalaman.[2]
Dari
pengertian-pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa Sosiologi Pendidikan
Islam adalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses
pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik sesuai
dengan ajaran agama Islam, mengatur bagaimana seorang individu berhubungan
dengan individu yang lain sesuai dengan kaidah-kaidah Islam yang akan
mempengaruhi individu tersebut dalam mendapatkan serta mengorganisasikan
pengalamannya.
1.3. Sejarah Perkembangan
Sosiologi
Pada
saat sosiologi masih dianggap sebagai ilmu yang bernaung di dalam filsafat dan
disebut dengan nama filsafat sosial, materi yang dibahas tidak dapat dikatakan
sebagai ilmu sosiologi seperti yang dikenal sekarang. Sebab, pada saat itu
materi filsafat sosial masih mengandung unsur etika membahas tentang bagaimana
seharusnya masyarakat itu, sedangkan sosiologi yang berkembang saat ini
merupakan ilmu yang membicarakan bagaimana kenyataan yang ada dalam masyarakat.
Beberapa ilmuwan yang mengembangkan filsafat sosial diantaranya adalah Plato
(429–347 SM) yang membahas unsur-unsur sosiologi tentang negara dan
Aristoteles (384-322 SM) yang membahas unsur-unsur sosiologi dalam hubungannya
dengan etika sosial, yakni bagaimana seharusnya tingkah laku manusia
dalam berhubungan dengan sesama manusia ataupun dalam kehidupan sosialnya.
Selain kedua ilmuwan itu, Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean Jaques Rousseau
juga ikut memberikan bentuk pada ilmu yang kemudian disebut sosiologi,
dengan pemikiran mereka tentang kontak sosial. Sampai awal tahun 1800-an,
konsep pemikiran sosiologi belum dianggap sebagai ilmu pengetahuan. Baru
setelah Auguste Comte (1798-1857) menciptakan istilah sosiologi, pada tahun
1839 terhadap keseluruhan pengetahuan manusia mengenai kehidupan bermasyarakat,
maka lahirlah sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan. Inilah yang
disebut dengan tahap pemikiran awal sosiologi. Comte berpendapat bahwa tingkah
laku sosial dan kejadian-kejadian di masyarakat dapat diamati dan diukur secara
ilmiah. Kemudian August Comte dianggap sebagai ‘Bapak Sosiologi’ yang memulai kajian
sosial dengan metode ilmiah
August Comte mencetuskan pertama
kali nama sociology dalam bukunya yang tersohor, positive philosophy,
yang terbit tahun 1838. Istilah sosiologi berasal dari kata latin socius
yang berarti “kawan” dan kata Yunani logos berarti “kata” atau
“berbicara”. Jadi, sosiologi berarti berbicara mengenai masyarakat..
Istilah sosiologi menjadi lebih
populer setengah abad kemudian berkat jasa Herbert Spencer-ilmuwan dari Inggris
yang menulis buku berjudul Principles of Sociology (1876). Herbert Spencer mengembangkan sistematika penelitian
masyarakat dan menyimpulkan, bahwa perkembangan masyarakat manusia adalah suatu
proses evolusi yang bertingkat-tingkat dari bentuk yang rendah ke bentuk yang
lebih tinggi, seperti evolusi biologis.
Perkembangan sosiologi yang makin
mantap terjadi tahun 1895, yakni pada saat Emile Durkeim- seorang ilmuwan
Perancis menerbitkan bukunya yang berjudul Rules of Sociological Method.
Dalam bukunya, Durkheim menguraikan tentang pentingnya metodologi ilmiah di
dalam sosiologi untuk meneliti fakta sosial. Durkheim saat ini diakui banyak
pihak sebagai “Bapak Metodologi”. Durkheim mempertegas eksistensi sosiologi
sebagai bagian dari ilmu pengetahuan ilmiah yang memiliki ciri-ciri terukur,
dapat diuji, dan objektif.
Pendiri sosiologi lainnya, Max
Weber, memiliki pendekatan yang berbeda dengan Durkheim. Menurut Weber, sebagai
ilmu yang mencoba memahami masyarakat dan perubahan-perubahan yang terjadi di
dalamnya.
Selama pertengahan tahun 1900-an,
perkembangan sosiologi memasuki tahap modern. Ciri utama sosiologi modern
adalah terjadinya spesialisasi terus-menerus pada bidang ilmu ini. Para
sosiolog berpindah dari mempelajari kondisi-kondisi sosial secara menyeluruh
menuju pengkajian kelompok-kelompok khusus atau tipe-tipe komunitas dalam suatu
masyarakat, misalnya para pengelola bisnis, perubahan gaya hidup, kondisi
sosial, perkembangan budaya, pergerakan pemuda, pergerakan kaum wanita, tingkah
laku sosial, dan kelompok-kelompok sosial.
Sosiologi di Indonesia sebenarnya
telah berkembang sejak zaman dahulu. Walaupun tidak mempelajari sosiologi
sebagai ilmu pengetahuan, para pujangga dan tokoh bangsa indonesia telah banyak
memasukkan unsur-unsur sosiologi dalam ajaran-ajaran mereka, contohnya oleh Ki
Hadjar Dewantara yang dikenal sebagai peletak dasar pendidikan nasional
indonesia banyak mempraktikan konsep-konsep penting sosiologi seperti
kepemimpinan dan kekeluargaan dalam proses pendidikan di Taman Siswa yang
didirikannya. Sosiologi di indonesia pada awalnya,yakni sebelum Perang Dunia II
hanya dianggap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu pengetahuan lainnya atau
sosiologi belum dianggap cukup penting untuk di pelajari dan digunakan sebagai
ilmu pengetahuan.
Setelah proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945, perkembangan sosiologi di indonesia mengalami perkembangan yang
cukup signifikan. Soenaryo Kolopaking seorang dosen ilmu hukum, adalah orang
yang pertama memberikan kuliah sosiologi dalam bahasa indonesia pada tahun 1948
di Akademi Politik Yogyakarta. Kemudian buku sosiologi bahasa indonesia pertama
kali diterbitkan oleh Djody Gondokusumo, dengan judul sosiologi indonesia, yang
membuat beberapa pengertian dasar dari sosiologi.
Dari jurusan sosiologi itu,
diharapkan sumbangan dan dorongan lebih besar untuk mempercepat dan memperluas
perkembangan sosiologi di Indonesia untuk kepentingan masyarakat, karena
sosiologi sangat diperlukan apabila seseorang ingin mengetahui apa yang
sebenarnya terjadi di masyarakat, yang selanjutnya dapat dipakai untuk membuat
kebijakan yang tepat bagi perkembangan masyarakat.
1.4. Perkembangan
Pendidikan dalam Masyarakat
Masyarakat
berfungsi sebagai penerus budaya dari generasi ke generasi selanjutnya secara
dinamis sesuai situasi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat, melalui
pendidikan dan interaksi sosial. Dengan demikian pendidikan dapat diartikan
sebagai sosialisasi, seperti bayi yang harus menyesuaikan diri dengan saat-saat
minum Asi, kemudian anak menyesuaikan diri dengan program-program belajar di
sekolah, menyesuaikan diri dengan norma serta nilai-nilai dalam
masyarakat, dan sebagainya.
Pada mulanya dimana pendidikan diartikan
sebagai proses mendewasakan anak (teori Langeveld), maka pendidikan hanya dapat
dilakukan oleh orang yang lebih dewasa kepada anak yang belum dewasa. Konsep
ini juga telah mempengaruhi banyak kalangan, khususnya pada suku bangsa Jawa,
dengan pepatahnya yang terkenal, yaitu “Ora ana kebo nyusu gudel” atau tidak
pernah ada kerbau menyusu pada anak kerbau. Artinya, orang tua tidak mungkin
berguru kepada anak, sehingga pendidikan hanya dapat deberikan oleh orang yang
lebih dewasa kepada anak yang belum dewasa. Lebih lanjut Romo Drijarkoro S.J.,
mengatakan bahwa “Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia muda.” Konsep
ini sudah agak maju, namun tampak masih dipengaruhi oleh Langeveld sehubungan
dengan kata “muda” di bagian akhir konsepnya, seolah-olah yang tidak muda lagi
tidak perlu dididik lagi. Tetapi konsepnya tentang “memanusiakan manusia” dapat
dibenarkan, karena manusia harus dimanusikan agar dapat menjadi manusia. (Tidak
seperti anak ayam/itik, tanpa diayamkan/diitikkan pun, tetap jadi ayam/itik,
bahkan bila bila telor itik/angsa ditetaskan pada induk ayam, meskipun anak
itik/angsa tersebut diasuh oleh ayam tidak berarti diayamkan, mereka tetap saja
jadi itik/angsa dengan sendirinya). Tetapi bayi manusia yang diasuh dan
dibesarkan oleh srigala/simpanse, akan menjadi seperti induknya, yaitu
merangkak dan menggonggong seperti serigala atau bergelantungan seperti
simpanse.
Ari H. Gunawan lebih cenderung untuk
mengatakan bahwa pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia secara
manusiawi, yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi dan perkembangan
zaman. Kiranya disepakati bahwa pendidikan dengan cara-cara yang kurang/tidak
manusiawi (seperti pendidikan dengan bentak dan pukul) kurang/tidak dapat
diterima masyarakat dewasa ini, karena akan menghasilkan manusia-manusia yang
bengis/kejam atau manusia penakut dan kurang aktif/kreatif. Lebih lanjut proses
pemanusiaan yang manusiawi dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta
perkembangan zaman, dimaksudkan sebagai penjabaran dari kurikulum pendidikan
formal yang dinamis, seperti tujuan pendidikan nasional Indonesia yang terdapat
dalam GBHN, yang tiap 5 (lima) tahun senantiasa direvisi sesuai tuntutan zaman.
Bila
mengacu pada “Pendidikan Sepanjang Hayat” atau Long Life Education, maka menjadi lebih jelas bahwa pendidikan
dapat terjadi kapan pun dimana pun, oleh siapa
pun, dan kepada siap pun. Orang tua/dewasa yang bijaksana tidak akan
marah dan tetap menghargai bila diingatkan/diberitahu oleh cucu/anaknya agar
tidak berdecak mulutnya sewaktu makan, misalnya atau orang tua yang bijaksana
tidak akan meremehkan pendapat anak/cucunya agar memperhatikan emansipasi
wanita, melaksanakan program nasional keluarga berencana dan sebagainya.
Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, ditetapkan dalam Bab 1, Pasal 1, Ayat 1, bahwa “Pendidikan adalah
Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.” Sedangkan Ayat 2 menyebutkan, bahwa “Pendidikan
Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Setiap
anak harus belajar dari pengalaman di lungkungan sosialnya, dengan menguasai
sejumlah keterampilan yang bermanfaat untuk merespon kebutuhan hidupnya. Dengan
demikian dalam masyarakat yang telah maju, banyak kebiasaan dan pola kelakuan
masyarakatdipelajari melalui pendidikan, seperti bahasa, ilmu pengetahuan, seni
dan budaya, nilai-nilai sosial, dan sebagainya. Maka konotasi pendidikan sering
dimaksudkan sebagai pendidikan formal di sekolah, dan orang yang berpendidikan
adalah orang yang telah bersekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan sangat
berperan dalam proses sosialisasi individu agar menjadi anggota masyarakat yang
bermakna bagi masyarakatnya. Melalui pendidikan maka terbentuklah kepribadian
seseorang, dan perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh sikap pribadi-pribadi
di dalamnya. Jadi pendidikan dan masyarakat harus berkembang secara timbal
balik, seirama, dan terpadu.
1.5. Sosiologi Bagi Masyarakat
Bicara eksistensi maka bicara
popularitas di masyarakat. Sosiologi merupakan sebuah istilah yang berasal dari
kata latin socius yang artinya teman, dan logos dari kata Yunani yang berarti
cerita, diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul “Cours De
Philosophie Positive” karangan August
Comte (1798-1857). Sosiologi muncul sejak ratusan, bahkan ribuan
tahun yang lalu. Namun sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat baru
lahir kemudian di Eropa.
Menurut
Pitriam Sorokin, Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh
timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala
keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan
dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan
yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua
jenis gejala-gejala sosial lain.
Terkait
dengan eksistensinya di masyarakat. Kalau di tahun-tahun sebelumnya Sosiologi merupakan suatu ilmu
pengetahuan yang belum begitu eksis dibanding ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.
Yaitu seperti Matematika, sejarah Geografi dan lain sebagainya. Ini disebabkan
karena tenaga pendidiknya yang masih jarang dari ilmu sosiologi. Dalam ilmu
pendidikan, sosiologi baru dipelajari ketika kita duduk dibangku SMA. Namun,
seiring dengan perkembangan zaman sosiologi pun ditahun 2008/2009 itu sudah
dipelajari sejak SMP. Ini berarti ilmu sosiologi semakin berkembang dan semakin
eksis didalam masyarakat sebab ilmu sosiologi merupakan ilmu yang sangat menarik
untuk dipelajari. Apa yang kita dapat dari ilmu sosiologi bisa kita
aktualisasikan ke kehidupan msyarakat. Setidaknya kita tidak begitu susah untuk
berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat lainnya. Gejala-gejala sosial
yang ada di dalam masyarakatpun kita menjadi tahu sedikit demi sedikit.
Pada
ilmu sosiologi ini terdapat tiga
tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari
tahap sebelumya. Ini dikemukan oleh comte selaku Bapak sosiologi. Tiga tahapan
itu adalah :[3]
- Tahap Teologis; adalah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas manusia.
- Tahap Metafisis; pada tahap ini manusia menganggap bahwa didalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukum-hukum alam yang seragam.
- Tahap Positif; adalah tahap dimana manusia mulai berpikir secara ilmiah.
Banyak
manfaat yang kita dapat dari mempelajari sosiologi. Seperti tiga tahapan yang
dikemukan comte tersebut, itu merupakan gambaran tentang manusia sebagai
makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial kita sudah sewajarnya untuk mempelajari,
memahami dan mengerti tentang sosiologi.
BAB III
PENUTUP
2.1.
KESIMPULAN
Sosiologi
Pendidikan Islam adalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara
mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar
lebih baik sesuai dengan ajaran agama Islam, mengatur bagaimana seorang
individu berhubungan dengan individu yang lain sesuai dengan kaidah-kaidah
Islam yang akan mempengaruhi individu tersebut dalam mendapatkan serta
mengorganisasikan pengalamannya.
August Comte mencetuskan pertama
kali nama sociology dalam bukunya yang tersohor, positive philosophy,
yang terbit tahun 1838. Istilah sosiologi berasal dari kata latin socius
yang berarti “kawan” dan kata Yunani logos berarti “kata” atau
“berbicara”. Jadi, sosiologi berarti berbicara mengenai masyarakat..
Istilah sosiologi menjadi lebih
populer setengah abad kemudian berkat jasa Herbert Spencer-ilmuwan dari Inggris
yang menulis buku berjudul Principles of Sociology (1876). Herbert Spencer mengembangkan sistematika penelitian
masyarakat dan menyimpulkan, bahwa perkembangan masyarakat manusia adalah suatu
proses evolusi yang bertingkat-tingkat dari bentuk yang rendah ke bentuk yang
lebih tinggi, seperti evolusi biologis.
Perkembangan sosiologi yang makin
mantap terjadi tahun 1895, yakni pada saat Emile Durkeim- seorang ilmuwan
Perancis menerbitkan bukunya yang berjudul Rules of Sociological Method.
Dalam bukunya, Durkheim menguraikan tentang pentingnya metodologi ilmiah di
dalam sosiologi untuk meneliti fakta sosial. Durkheim saat ini diakui banyak
pihak sebagai “Bapak Metodologi”. Durkheim mempertegas eksistensi sosiologi
sebagai bagian dari ilmu pengetahuan ilmiah yang memiliki ciri-ciri terukur,
dapat diuji, dan objektif. Pendiri sosiologi lainnya, Max Weber, memiliki
pendekatan yang berbeda dengan Durkheim. Menurut Weber, sosiologi sebagai ilmu
yang mencoba memahami masyarakat dan perubahan-perubahan yang terjadi di
dalamnya.
Dari jurusan sosiologi, diharapkan
sumbangan dan dorongan lebih besar untuk mempercepat dan memperluas
perkembangan sosiologi di Indonesia untuk kepentingan masyarakat, karena sosiologi
sangat diperlukan apabila seseorang ingin mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi di masyarakat, yang selanjutnya dapat dipakai untuk membuat kebijakan
yang tepat bagi perkembangan masyarakat.
Banyak
manfaat yang kita dapat dari mempelajari sosiologi. Seperti tiga tahapan yang
dikemukan August Comte yaitu Tahap Teologis, Tahap Metafisis dan Tahap Positif.
Itu merupakan gambaran tentang manusia sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk
sosial kita sudah sewajarnya untuk mempelajari, memahami dan mengerti tentang
sosiologi.
DAFTAR
PUSTAKA
Ary H. Gunawan. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta, 2000
Pius A Partanto
dan M. Dahlan Al Barry. Kamus Ilmiah Populer.Surabaya: Arkola,
2000
http://pristality.wordpress.com/2011/01/07/sosiologi-bagi-masyarakat/
diakses tgl 11-04-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar