Motivasi Belajar Hadits Nabi
|
Hadits nabi adalah
wahyu Allah azza wa jalla. Ia merupakan penjelas kalamullah
al-Qur’an. Kedua-duanya merupakan pedoman utama bagi seorang muslim dalam
hukum dengan segala seginya. Memahami dan mempelajari hadits Nabi adalah
bekal utama seseorang dalam ittiba ar-Rasul sebagai syarat diterimanya
ibadah.
Imam an-Nawawi rohimahullah mengatakan:
Maka sesungguhnya
menyibukkan dengan ilmu merupakan taqorub dan ketaatan yang lebih
utama, kebaikan yang sangat penting, ibadah yang sangat di tekankan, dan yang
lebih utama untuk menafkahkan waktu berharga untuknya… Dan diantara ilmu yang
sangat penting adalah mengetahui hadits-hadits Nabi.[1]
|
Muhamad Syuhud seorang pentahqiq
kitab hadits Badrudtamam karya al-Magribi mengatakan dalam muqodimah
kitabnya:
Allah telah menurunkan kitab-Nya
yang mulia pada Nabi yang ummi shalallahu alaihi wasalam untuk
mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya dengan ijin tuhan-Nya. Dan
agar dijadikan syari’ah dan manhaj. Dan Dia menurunkan as-Sunnah yang
mulia untuk menjelaskan hal-hal yang butuh penjelasan, menerangkan akan hal-hal
yang butuh keterangan, merinci apa-apa yang butuh dirinci, maka hal ini
menjadikan al-Kitab dan as-Sunnah dua keharusan yang satu diantaranya tidak
bisa dipisahkan dari yang lain.[2]
Kedudukan mulia hadits Nabi
sebagaimana kedudukan as-Sunnah dalam Islam. Mempelajarinya berarti
mengantarkan penuntutnya meraih kemuliaan. Hadits Nabi adalah ilmu yang hakiki
dan kebenaran yang pasti.
Imam Syafii
rohimahulloh menuturkan:
كُلُّ الْعُلُومِ سِوَى الْقُرْآنِ مَشْغَلَةٌ
إِلَّا الْحَدِيثَ وَإِلَّا الْفِقْهَ فِي الدِّينِ
الْعِلْمُ مَا كَانَ فِيهِ قَالَ
حَدَّثَنَا
وَمَا سِوَى ذَاكَ وَسْوَاسُ
الشَّيَاطِينِ
Seluruh
ilmu selain al-Qur’an menyibukan ** Kecuali hadits dan fiqih dalam agama
Ilmu adalah
yang diriwayatkan kepada kami ** Selain itu adalah was-was syaiton
Mempelajari hadits Nabi secara umum
adalah hal yang sangat mulia sekali dalam Islam. Hal ini, karena kedudukan
hadits itu sendiri sebagai pedoman keselamatan manusia. Berikut ini beberapa
keutamaan mempelajari hadits Nabi:
1) Mempelajari hadits
berarti mempelajari kepribadian tauladan manusia.
Rasulullah shalallahu alaihi
wasalam tauladan utama dalam memahami dan mengamalkan Islam. Ucapan,
prilaku, keputusan yang bersumber dari Rosululloh sholallohu alaihi wasalam
merupakan petunjuk yang benar dalam meniti Islam, inilah yang disebut dengan
hadits. Maka mepelajari hadits akan menyebabkan meraih ridha Allah dan
kebahagiaan akherat. Allah azza wajalla berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ
يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sungguh,
telah ada pada (diri) Rosululloh itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Alloh dan (kedatangan) hari kiamat dan yang
banyak mengingat Alloh.” (QS.
Al-Ahzab: 21)
Muhammad bin Ali as-Syaukani rohimahulloh
mengatakan tentang ayat di atas, “Banyak sekelompok dari kalangan sahabat yang
berdalil dengan menggunakan ayat ini untuk berbagai banyak masalah yang
meliputi di dalam kitab-kitab as-Sunnah,”[3]
Abdurahman
bin Nasir as-Sa’di rahimahullah mengatakan:
Ahli ushul banyak yang berdalil
dengan ayat ini akan hujjah-nya prilaku Rasulullah shalallahu alaihi
wasalam. Maka hukum asalnya adalah bahwa (Rasulullah) adalah tauladan
ummatnya dalam masalah hukum kecuali jika ada dalil yang menunjukan kekhususan
beliau. Tauladan itu ada dua jenis, yaitu tauladan yang baik dan tauladan yang
buruk, maka tauladan yang baik ada pada diri Rasulullah shalallahu alaihi
wasalam, Maka seseorang yang mengikutinya adalah orang yang menempuh jalan
meraih karomah Alloha yaitu shirotolmustaqim sedangan meneladani selainnya jika
menyelisihinya maka itu merupakan tauladan yang buruk.[4]
Berkaitan dengan ayat di atas Alloh
berfirman memuji keagungan akhlak Rosul-Nya dan ini menunjukan keagungan akhlak
tauladan umat manusia:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan
sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS. al-Qolam [68]: 4)
2) Mempelajari hadits
Nabi sebagai wasilah meraih kebahagiaan dunia akherat.
Kebahagiaan yang akan diraih dari
seorang yang mempelajari hadits jika ia mengamalkannya dengan senantiasa
berpegang teguh terhadapnya, tidak akan tersesat di dunia dan tidak akan
tersiksa di akherat karena hadits adalah petunjuk Nabi. shalallahu alaihi wasalam,
Allah ta’ala berfirman:
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى
“Barangsiapa
yang mengikuti petunjuk-Ku dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (QS. Thoha: 123).
Rosululloh sholallohu alaihi
wasalam bersabda:
(( إنِّي قد تركت فيكم شيئين
لن تضلُّوا بعدهما: كتاب الله وسنَّتي ))
“Sesungguhnya
aku telah tinggalkan untuk kalian dua perkara yang kalian dengannya tidak akan
tersesat: Kitabulloh dan sunnahku.” (HR. al-Hakim)
Imam Ibnu
Qoyim al-Jauziyah rohimahulloh mengatakan:
Dan tatkala kebahagiaan seorang
hamba di dunia dan akherat terkait dengan petunjuk Nabi shalallahu alaihi
wasalam maka wajib bagi seorang yang menasehati dirinya sendiri, yang lebih
mencintai keselamatan dan kebahagiaan untuk mengetahui petunjuk dan perjalanan
hidupnya serta kondisinya yang mengeluarkan dirinya dari kejahiliyahan.”[5]
3) Mempelajari hadits
adalah Bekal pembinaan umat di bawah naungan wahyu ilahi
Al-Qur’an dan as-Sunnah induk dari
semua ilmu. Dan ilmu yang benar adalah ilmu yang selaras dengan keduanya dan
tidak bertentangan dengan dua wahyu Alloh tersebut. Seseorang yang ingin
mendalami Islam atau bagi seorang yang mengusung dakwah mulia ini harus
mempelajari hadits Nabi karena syarat dakwah harus sesuai dengan Qur’an dan
Sunnah. Terlebih mengusung dakwah untuk kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ
كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّ ينِ
وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَ رُونَ
“Dan
sungguh tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan
perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi
untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali agar mereka dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah:122)
Para shohabat Rosul yang tidak
berangkat jihad atas ijin beliau dalam sariyah (utusan perang yang Nabi tidak
ikut serta di dalamnya), mereka belajar kepada Rasulullah shalallahu alaihi
wasalam. Mempelajari apa-apa yang diwahyukan Alloh kepada Nabi mereka, baik
berupa wahyu al-Qur’an maupun hadits.
Berkaitan dengan ayat di atas Ibnu
Katsir rohimahulloh berkata:
Jika pasukan perang sariyah telah
pulang sedangkan telah turun setelah mereka Qur’an yang telah dipelajari oleh
orang yang tidak ikut serta perang (dengan ijin Nabi) dari Nabi shalallahu
alaihi wasalam mereka berkata, “Sesungguhnya Allah telah menurunkan
al-Qur’an kepada Nabi kalian dan kami telah mempelajarinya.” Maka pasukan
sariyah-pun mempalajari apa yang telah turun kepada Nabi mereka.[6]
Maka ayat ini harus dijadikan
motivasi bagi orang yang sedang membina ummat agar ia lebih semangat belajar
kitab wahyu ilahi untuk bekal dirinya dan juga umatnya. Dan sungguh tidak
pantas orang yang mendakwahkan Qur’an Sunnah tapi ia tidak mengeti akan
keduanya.
4) Mempelajari hadits
Nabi sebagai benteng membela Rosul dari para pencela dan pendusta.
Sejak munculnya firqoh-firqoh sesat.
Maka para ulama hadits senantiasa waspada dalam menerima hadits. Mereka
meletakan kaidah-kaidah untuk menjaga hadits Rosulullah shalallahu alaihi
wasalam. Maka mempelajari ilmu hadits secara khusus di antara bentuk
langkah penjagaan terhadap kehormatan Rasulullah shalallahu alaihi wasalam.
Muhammad bin Sirin rahimahullah
berkata:
لَمْ يَكُونُوا يَسْأَ لُونَ عَنْ الْإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتْ
الْفِتْنَةُ قَالُوا سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ
السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلَا
يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ
“Sebelum
terjadi fitnah (bid’ah), masalah isnad (atau sanad) tidak pernah dipertanyakan.
Setelah terjadi fitnah, mulailah dipertanyakan. Jika sanad (hadits) dari Ahlus
Sunnah, maka diambillah riwayatnya. Namun jika sanadnya dari ahlul bid’ah, maka
ditolak riwayatnya.” (HR. Muslim
No.27 dalam muqodimah kitab)
5) Mempelajari hadits
berarti mempelajari pemahaman dan pengamalan Islam yang benar.
Pemahamaan Rasulullah shalallahu
alaihi wasalam dan para shohabatnya tentang Islam adalah pondasi mendasar
dalam Dienul Islam. bahkan merupakan prinsip dasar meniti shirorol mustaqim.
Dan untuk mengetahui pemahaman ini pasti dengan mempelajari hadits-hadits
Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dan atsaar shohabat. Karena hal-hal
yang berkaitan dengan kehidupan mereka telah tercatat dalam hadits dan atsar.
Penulis: Abu Mujahidah al-Ghifari, Lc
[1] Yahya bin
Syarof, Shohih Muslim Bisyarhi al-Imam an-Nawawi, Tahqiq Muhamad Bayumi,
Mesir: Daaru al-Ghod al-Jadid, Jilid 1, Hlm.26)
[2] Husain bin
Muhamad al-Magribi, al-Badrudtamam Syarhu Bulughilmaram Min Adilatil Ahkam,
Darul wafa: Cetakan kedua, 1426H / 2005M, Jilid 1, Hlm.7. Kitab ini adalah
kitab asal muasal Subulusalam karya Imam as-Shon’ani, akan tetapi memang
kitab Subulusalam lebih terkenal dari kitab aslinya. Subulusalam kitab
ringkasan Badrudtamam, tapi imam as-Shon’ani juga menambahkan faidah-faidah
yang sangat berharga dalam kitabnya.
[3] Muhamad bin
Alias-Syaukani, Fath al-Qodir, Riyadh: Maktabah ar-Rusd, Cetakan kelima,
1428 H/ 2007 M, Jilid.3, Hlm.422.
[4] Abdurahman
bin Nasir as-Sa’di, Taisir al-Karim ar-Rohman, Kairo: Daar al-Hadits,
1424 H/ 2003 M, Hlm.72
[5] Ibnu Qoyim
al-Jauziyah, Zaadul Ma’ad Fi Hadyi Khoiril Ibad, tahqiq Syuaib
al-Arna’ut dan Abdulqodir al-Arna’ut, Beirut: Mu’asasah ar-Risalah, Cetakan
pertama, 1429H/ 2008M, Hlm.22
[6] Ahmad
Syaakir, , Umdah at-Tafsir an al-Hafidz ibn katsir, Daar al-wafa:
Beirut, Libanon, cetakan kedua, 1426 H / 2005 M, Jilid 2, Hlm.208